Berharap Pada Allah

Artikel oleh:

Berharap pada Tuhan

“Tetapi aku ini akan menunggu-nunggu TUHAN, akan mengharapkan Allah yang menyelamatkan aku; Allahku akan mendengarkan aku!” (Mikha 7 : 7)

 

Sungguh mengerikan berada dalam kondisi kemerosotan akhlak. Pertama,  orang benar sulit ditemukan. Begitu sulit menemukan orang benar sampai diumpamakan seperti sulitnya mencari buah saat musim panen sudah berlalu (ayat 1). Kebohongan dan tipu daya sudah menjadi gaya hidup, orang yang memiliki integritas dan hati yang tulus hampir musnah (ayat 2). Kedua, kejahatan merajalela di mana-mana. Bahkan diperparah karena hukum, penguasa, dan hakim bekerja sama untuk keuntungan pribadi (ayat 3). Ini artinya rakyat yang mengalami kejahatan tidak lagi mempunyai harapan untuk mendapatkan keadilan dan keamanan. Ketiga, teman tidak lagi dapat dipercaya, bahkan istri atau suami sendiri pun tidak bisa saling percaya lagi (ayat 5). Hubungan keluarga rusak, penuh kebencian dan permusuhan di antara anggota keluarga (ayat 6).

Kondisi serupa sebenarnya juga kita alami pada masa sekarang ini. Buktinya adalah kalau kita membeli barang di toko, misalnya. Kita dapat tertipu dengan mudah apabila kita tidak tahu harga pasaran. Kita tidak lagi merasa aman di tempat umum atau di jalan karena banyaknya aksi kejahatan. Demikian juga dengan lemahnya penegakan hukum di negeri ini. Tingkat kejahatan KKN saat ini diperkirakan lebih tinggi dibandingkan zaman orde baru. Hukum justru dimanfaatkan oleh para penegak hukum untuk menambah penghasilan. Belum lagi kalau kita mendengar berita atau membaca di surat kabar mengenai anak yang membunuh ibunya sendiri, atau menantu yang menembak mertuanya.

Dalam kondisi yang demikian parah, kita menemukan teladan yang luar biasa dalam iman Mikha. Mikha tidak putus asa atau mengeluh setiap hari. Mikha tidak pesimis dan kehilangan pengharapan dalam hidup. Mikha justru berseru kepada Allah. Dia percaya dan berharap penuh kepada Allah (ayat 7). Mari kita bertanya kepada diri kita sendiri, apakah di tengah kesulitan hidup, kita dapat memulai hari dengan harapan yang teguh pada Allah yang menyelamatkan kita?

 

Tetaplah berharap hanya kepada Tuhan!

 

November 9, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Micah (Renungan Alkitabiah dari Kitab Mikah)  belum ada komentar

Sang Pembela Agung

Artikel oleh:

Pembela

“Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” (Mikha 6 : 8)

 

Firman Tuhan yang kita baca hari ini adalah gambaran pengadilan Allah terhadap umat-Nya. Dimulai dengan seruan Allah pada orang-orang untuk mendengar pengaduan-Nya serta mempersiapkan pembelaan mereka terhadap tuduhan yang akan disampaikan (ayat 1-2). Allah kemudian mengingatkan mereka betapa Ia telah membela, menolong, dan melindungi umat-Nya. Ia tidak pernah membebani atau melakukan kejahatan kepada orang Israel (ayat 3-5). Sangat kontras bila dibandingkan dengan berhala-berhala yang disembah orang Israel, yang menuntut korban persembahan yang sangat mahal, yaitu anak-anak mereka.

Bangsa Israel menanggapi perkataan Allah dengan keinginan untuk berdamai dengan Allah (ayat 6-7). Mereka menawarkan persembahan korban sebagai pengganti dosa mereka. Mikha menjawab bahwa Allah tidak menuntut anak-anak mereka untuk dipersembahkan (ayat 8). Yang Allah minta adalah ketaatan dan kerendahhatian di hadapan Allah. Sesuatu yang memberikan dampak yang baik bagi bangsa Israel sendiri, tetapi yang malah tidak dapat mereka lakukan. Karena itu Allah menyampaikan tuduhan-tuduhan yang membongkar dosa orang Israel beserta hukumannya (ayat 9-16).

Kita sama seperti umat Israel, yang tidak mampu untuk memilih ketaatan dan kebenaran, sekalipun kita telah menerima berkat Tuhan sedemikian banyak. Kenapa? Karena kita semua sudah berdosa. Dosa identik dengan kematian. Orang mati tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Harus Allah sendiri yang datang menyelamatkan, barulah kita bisa memiliki kemampuan untuk taat kepada-Nya.

Sama seperti bagi Israel, akan datang waktunya bagi kita untuk duduk di kursi pengadilan Allah dan mendengarkan dakwaan atas dosa yang telah kita lakukan. Kabar baiknya adalah Yesus sudah datang sebagai Pembela. Ia menanggung hukuman atas dosa manusia. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita sudah menjadikan Yesus sebagai Pembela kita di pengadilan kelak?

Pastikan bahwa Saudara telah menjadikan Yesus Kristus sebagai Pembela Agung kita.

 

November 7, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Micah (Renungan Alkitabiah dari Kitab Mikah)  satu komentar

Raja Penyelamat

Artikel oleh:

Raja

“Tanganmu akan diangkat melawan para lawanmu, dan semua musuhmu akan dilenyapkan!” (Mikha 5 : 8)

 

Betapa leganya waktu kita membaca perikop ini. Betapa tidak, setelah Tuhan menyatakan penghukuman atas dosa-dosa Israel yang berpuncak pada kehancuran Yerusalem (ayat 4:14), Tuhan menunjukkan anugerah dan kasih yang luar biasa. Seorang penyelamat akan lahir! Dia akan menggembalakan bangsa Israel (ayat 5:3), dan akan memberikan damai sejahtera sejati (ayat 5:4), serta akan menghancurkan musuh-musuh mereka (ayat 5:5). Bahkan Asyur pun (yang meru-pakan musuh terkuat bangsa Israel saat itu) tak akan mampu melawan mereka. Siapapun tidak akan dapat mengalahkan mereka lagi. Betapa tidak, yang akan menjadi Juruselamat mereka adalah Pribadi yang sudah ada sejak zaman dahulu kala, bahkan lebih dulu ada daripada manusia (ayat 5:1). Juruselamat ini, tak lain dan tak bukan adalah Allah sendiri.

Nubuat Mikha telah digenapi dengan sempurna saat Yesus Kristus datang sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Bandingkan kelahiran Yesus di Betlehem (Mat. 2:1) dengan Mi. 5:1. Kitalah bangsa Israel masa kini. Yesus lahir sebagai Gembala yang baik bagi kita. Dia memberikan damai sejahtera sejati bagi orang yang percaya kepada Dia. Yesus menghancurkan lawan kita, si Iblis, dan membuat kita tidak lagi memerlukan perlengkapan perang (ayat 5:9), sihir (ayat 5:11), dan allah lain (ayat 5:12-13). Kita hanya perlu bergantung pada Yesus, dan Dia akan membuat kita menjadi embun bagi orang lain (ayat 5:6), dan himpitan dunia tidak akan menang melawan kita (ayat 5:7).

Bagaimana dengan kita?  Hal-hal apa yang masih menjadi andalan kita, melebihi Tuhan? Apakah kita lebih memercayai teknologi? Atau kita masih memercayai ramalan?  Ataukah uang yang menjadi andalan kita? Kita dapat melihat bahwa sebelum Mesias datang, semuanya gelap, suram, tidak ada harapan.  Yang ada hanya kehancuran dan hukuman. Namun kedatangan Mesias membuat hukuman dan kehancuran menjadi tak berdaya.  Selalu ada harapan di dalam Tuhan Yesus.

 

Datanglah pada Allah dan serahkanlah seluruh hidup kita pada-Nya, maka Ia akan membuat hidup kita bercahaya.

 

November 6, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Micah (Renungan Alkitabiah dari Kitab Mikah)  belum ada komentar

Masih Ada Harapan

Artikel oleh:

Hope

“Biarpun segala bangsa berjalan masing-masing demi nama allahnya, tetapi kita akan berjalan demi nama Tuhan Allah kita untuk selamanya dan seterusnya” (Mikha 4 : 5)

 

Di tengah kepedihan hidup sebagai rakyat dengan aparat pemerintahan dan pemimpin rohani yang bermental bobrok, Mikha menubuatkan penghiburan dari Tuhan: Mesias akan datang!  Saat Mesias memerintah, tidak akan ada lagi perang (ayat 3). Pada saat itu, akan banyak orang yang datang ke Yerusalem untuk mempelajari jalan Tuhan melalui Israel (ayat 2). Israel akan menggenapi fungsinya sebagai kerajaan imam dengan menjadi perantara antara Allah dengan umat manusia (band. Kel. 19:6). Orang-orang nonYahudi akan mematuhi kehendak-Nya, tidak seperti orang-orang Yahudi pada zaman Mikha. Tuhan akan menjadi Hakim atas bangsa-bangsa besar (ayat 3). Sementara orang-orang Yahudi sezaman Mikha tidak bersedia mendengar Tuhan mengatur apa yang mereka boleh lakukan atau tidak. Pada masa itu, bangsa-bangsa akan menjadikan senjata mereka sebagai perlengkapan pertanian yang dapat menunjang kehidupan. Sebab mereka tidak akan terlibat dalam peperangan lagi. Kedamaian akan melanda dunia.

Bila dibandingkan dengan situasi sebelumnya, sulit dipercaya bila kondisi semacam itu akan terjadi. Sebab itu Mikha menyatakan bahwa semua itu dijanjikan oleh Allah, bukan dia. Di zaman Mikha, orang non Yahudi dan orang Yahudi sendiri menyembah banyak Allah, tetapi di masa itu mereka semua akan mengikuti Allah. Memerhatikan semua janji-janji itu, Mikha mendorong Israel memunculkan komitmen untuk berjalan di jalan Allah dan bukan yang lain (ayat 5).

Memang sulit untuk memercayai bahwa ada harapan di tengah situasi dunia yang semakin buruk. Ancaman pemanasan global, persediaan minyak dunia yang semakin menipis, peperangan yang tak kunjung selesai, dan sebagainya. Namun Allah memiliki rencana atas masa depan dunia. Maka sebagai pengikut Kristus, kita harus mengikuti pimpinan Tuhan dalam setiap masa sulit. Ini berarti, kita tidak perlu takut bahwa dunia ini akan tidak terkontrol.

 

Apapun yang kita alami, ingatlah bahwa tak ada satupun yang dapat menggagalkan rancangan Allah bagi dunia ini.

November 5, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Micah (Renungan Alkitabiah dari Kitab Mikah)  belum ada komentar

Untuk Para Pemimpin

Artikel oleh:

Untuk

Beginilah firman TUHAN terhadap para nabi, yang menyesatkan bangsaku, yang apabila mereka mendapat sesuatu untuk dikunyah, maka mereka menyerukan damai, tetapi terhadap orang yang tidak memberi sesuatu ke dalam mulut mereka, maka mereka menyatakan perang”.
(Mikha 3 : 5)

 

Pemimpin bangsa seharusnya berpikir dan berkarya bagi kesejahteraan rakyat yang dipimpin. Pemimpin umat seharusnya mengarahkan umat di jalan yang benar. Namun tidak demikian dengan para pemimpin Yehuda. Mereka memutarbalikkan kebenaran dengan mengabaikan keadilan dan melakukan kejahatan (ayat 1-3). Tindakan ini membingungkan rakyat, karena tidak jelas lagi mana yang benar dan mana yang salah. Mereka juga tidak melindungi rakyat, melainkan menyiksa rakyat (ayat 2-3, 10). Semua itu terjadi karena ketamakan mereka. Para pemimpin politik maupun pemimpin rohani bekerja atas motivasi cari duit (ayat 5, 11). Seolah telah berbuat benar, dengan pongah mereka berkata bahwa Tuhan pun tidak akan menghukum mereka (ayat 11). Di satu sisi, mereka menolak keadilan Allah, tetapi di sisi lain mereka mengharapkan perlindungan-Nya. Namun Tuhan selalu berdiri di atas kebenaran.  Semua pemimpin bangsa yang korup pasti akan dihukum Allah (ayat 4, 6-7, 12)

Pemimpin bangsa kita pun tidak jauh berbeda. Bagai sel-sel kanker yang merambah seluruh bagian tubuh, korupsi dilakukan oleh aparat pemerintahan dari berbagai bidang. Bahkan pelaku keadilan pun terlibat di dalamnya! Lalu bagaimana sikap kita? Kita harus tetap memberi dukungan, karena bukan tidak mungkin masih ada di antara mereka yang berusaha melakukan yang terbaik bagi rakyat. Doakanlah mereka. Kita juga harus ingat bahwa hukuman yang dijatuhkan pada pemimpin yang menindas rakyat, akan jatuh juga pada kita bila kita melakukan dosa yang sama. Maka bertindaklah adil pada sesama, serta perhatikanlah orang yang miskin dan tertindas.

Jika kita duduk sebagai pemimpin, baik pemimpin bangsa atau pemimpin rohani, layanilah dengan baik setiap orang yang dipercayakan pada kita. Jangan cari keuntungan bagi diri sendiri.

 

Teladanilah Mikha yang menyampaikan kebenaran  secara konsisten, meskipun kebenaran itu berisi teguran yang tidak enak didengar.

 

November 4, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Micah (Renungan Alkitabiah dari Kitab Mikah)  belum ada komentar

Cukupkanlah dirimu!

Artikel oleh:

Cukup

“Celakalah orang-orang yang merancangkan kedurjanaan dan merencanakan kejahatan di tempat tidurnya…” (Mikha 2 : 1)

 

 

Materialisme ternyata bukan hanya merajai manusia zaman ini. Orang-orang pada zaman Mikha pun dirasuki dosa itu (ayat 1-2). Orang-orang Yehuda yang kaya menambah harta dengan cara jahat. Mereka menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa orang lain keluar dari rumahnya bila mereka menginginkannya. Ketamakan membuat mereka iri atas segala sesuatu yang dimiliki orang lain. Ini bertentangan dengan Hukum Taurat yang terakhir, yang berkata, “Jangan mengingini rumah sesama-mu….” (Kel. 20:17).

Materialisme berakar dari ketamakan. Tamak berarti iri dan menginginkan milik orang lain. Itu berarti tidak puas atas pemberian Tuhan. Atau dengan kata lain ‘tidak tahu bersyukur’. Tamak membuat orang melakukan apa saja untuk memperoleh apa yang mereka inginkan.  Namun Allah tidak tinggal diam. Penghakiman akan datang (ayat 3-5)! Tidak terelakkan! Mereka akan menuai apa yang telah mereka tabur. Harta yang mereka miliki selama itu akan lenyap. Asyur dan Babel akan menyerang negeri itu dan mengambil semua harta benda mereka. Mereka akan mati, jauh dari tanah mereka dan terpisah dari tanah dan rumah yang telah mereka bangun.

Mungkin kita tidak termasuk orang yang menghalalkan segala cara untuk menguasai harta orang lain yang kita inginkan. Namun bagaimana kekhawatiran kita tentang harta? Kita hidup dalam zaman konsumerisme. Para pemilik industri paham kelemahan kita. Mereka tahu cara meyakinkan kita untuk mengikuti tren agar bisa seperti orang-orang rupawan yang tampil dalam iklan. Atau bagaimana perasaan kita ketika tetangga membeli mobil baru?

Rasul Paulus mendorong kita untuk mencukupkan diri dengan apa yang kita miliki (1Tim. 6:6-10). Ia memperingatkan bahwa hasrat untuk kaya bisa membinasakan manusia. Kabar baik bagi kita adalah kita dapat bertobat dari ketergantungan pada harta atau obsesi pada sesuatu yang belum kita miliki.

 

Kiranya Tuhan menolong kita untuk merasa cukup dengan milik kita sekarang.

November 3, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Micah (Renungan Alkitabiah dari Kitab Mikah)  belum ada komentar

Hiduplah Kudus!

Artikel oleh:

Hiduplah Kudus

“Biarlah Tuhan Allah menjadi saksi terhadap kamu, yakni Tuhan dari baitNya yang kudus”. (Mikha 1 : 2b)

 

Banyak orang berbuat dosa tanpa merasa bersalah. Mereka mengabaikan fakta bahwa Tuhan ada dan melihat tindakan mereka.  Orang Israel dan orang Yehuda melakukan dosa tanpa takut. Seolah Tuhan tidak ada dan hukum Tuhan tak pernah mereka dengar. Maka datanglah nabi Mikha untuk menyuarakan kemarahan Tuhan (ayat 2). Ia memperingatkan bahwa penghakiman Tuhan akan jatuh atas Israel dan Yehuda. Alam saja gentar menghadapi Dia (ayat 4), masakan manusia tidak takut terhadap Tuhan yang melihat semua kejahatan mereka?

Apa dakwaan Tuhan terhadap Israel? Pemberontakan melawan Allah yang mahakuasa! Sementara Yerusalem telah menjadi tempat penyembahan berhala dan bukan tempat beribadah (ayat 5). Sebab itu Tuhan akan menghukum mereka (ayat 6)! Mendengar itu, Mikha berseru agar mereka bertobat (ayat 10-16): kembali taat dan beribadah kepada Allah. Namun umat tidak mau mendengar dia. Ia meminta agar mereka melakukan keadilan sosial, dengan memperhatikan orang-orang yang membutuhkan pertolongan, tetapi mereka menolak! Mikha jadi berduka (ayat 7-8). Ia meratapi dosa umat dan penghakiman Allah yang akan jatuh atas kedua bangsa itu.

Allah memerhatikan kita sama seperti Ia memerhatikan Israel. Maka sebagai umat, kita harus memelihara kekudusan hidup. Ia memandang serius segala sikap dan tindakan dosa, atau perlawanan terhadap kebenaran-Nya. Ia marah bila kita mengandalkan sesuatu selain Dia, memprioritaskan hubungan lain dan mengabaikan hubungan dengan Dia, atau mengutamakan ambisi ketimbang memerhatikan kehendak-Nya. Apapun bentuknya, semua bentuk penyangkalan atas Ketuhanan Yesus di dalam hidup kita, akan membangkitkan murka-Nya.

Hari ini kita dipanggil untuk bertobat dari segala bentuk pengabaian keberadaan Tuhan dalam hidup kita.

 

Ketika kita mengenali keberadaan dosa di dalam diri kita, tetapi kita menolak untuk membereskannya, maka penghakiman Allah niscaya akan jatuh atas kita.

 

November 2, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Micah (Renungan Alkitabiah dari Kitab Mikah)  belum ada komentar

MEMAHAMI PENGHAKIMAN TUHAN

Artikel oleh:

Penghakiman

Nahum 2: 13

By: Inawaty Suwardi

 

Film-film yang laris biasanya dibuatkan film lanjutannya atau sequel namanya, seperti misalnya Terminator 1-2 atau Star Wars 1-5. Demikian juga sinetron TV, apabila disukai oleh pemirsa berdasarkan rating, mereka membuat kelanjutannya, season 1, season 2, dan seterusnya.  Bp/Ibu mungkin tidak menyadari, Alkitab juga ternyata memuat sequel.

Kitab Nahum dapat dikatakan sebagai sequel dari Kitab Yunus. Kita semua tahu bahwa Yunus adalah nabi yang keras kepala yang menolak perintah Tuhan untuk berkotbah di Niniwe. Ia naik kapal ke arah yang berlawanan dengan Niniwe, lalu dilemparkan ke laut karena sikapnya yang menyebabkan terjadinya badai besar. Ia ditelan oleh ikan yang besar namun kemudian ia dimuntahkan ke darat dan diberi kesempatan kedua oleh Tuhan untuk pergi ke Niniwe. Yunus memang pergi ke Niniwe, tetapi ia menyesal dan marah ketika Allah mengampuni orang-orang Niniwe.

Mengapa Yunus keberatan menyampaikan Firman Tuhan kepada orang Niniwe? Niniwe adalah ibukota Kerajaan Asyur, musuh besar bangsa Israel. Niniwe adalah sebuah kota yang jahat, di dalamnya ada segala macam perbuatan jahat bangsa kafir yang dibenci oleh Yunus. Kota itu adalah sama dengan sebuah tirani yang tidak ber Tuhan. Orang-orang Niniwe memiliki reputasi kekejaman yang sulit diukur dengan ukuran masa kini. Spesialisasi mereka adalah kebrutalan yang kasar. Ketika tangan mereka menangkap sebuah kota atau sebuah negara, tentara mereka akan melakukan kekejaman yang luar biasa – memenggal orang hidup-hidup, mutilasi,  memotong lidah, menimbun kepala orang seperti piramid, dan memaksa tawanan tinggal di kandang-kandang seperti anjing. Dapat dikatakan bahwa setiap orang takut dan benci kepada bangsa Asyur.

Yunus menyampaikan Firman Tuhan kepada orang-orang Niniwe supaya mereka bertobat. Ia memberitahukan kepada mereka, bahwa jika mereka tidak menghentikan praktik-praktik brutal mereka, jika mereka tidak menghentikan penindasan kepada bangsa-bangsa di sekitarnya dan jika mereka tidak menghentikan kejahatan mereka, Tuhan akan menghancurkan mereka. Pengungkapan dosa dosa mereka mengiris hati mereka. Orang-orang Niniwe bertobat dan berbalik mencari Tuhan sehingga Tuhan meluputkan orang-orang Niniwe dari hukuman. Yunus tidak rela melihat orang orang Niniwe yang jahat mendapat pengampunan, sehingga ia kecewa dan menyesal telah berkotbah di Niniwe.

Satu abad berlalu. Anak-anak dan cucu-cucu dilahirkan. Raja-raja baru naik ke atas tahta kerajaan Asyur. Anda dapat menerka apa yang terjadi. Pertobatan? Sebaliknya! Mereka berbalik dari pertobatan mereka. Generasi baru mewarisi praktik-praktik penindasan dan kebrutalan dari leluhur mereka. Kekejaman mereka bahkan melebihi leluhurnya. Mereka kembali menyerang, menyiksa dan memperbudak bangsa bangsa lain. Bangsa Asyur juga menyerang dan menghancurkan Israel. Mereka menyerbu Yehuda dan menduduki kota-kota yang terpencil. Bangsa Asyur juga mengepung Yerusalem.

Pada masa-masa kesusahan itu, Tuhan menugaskan Nahum untuk menyampaikan pesan Ilahi tentang penghakiman atas Niniwe.

Hari ini kita ingin belajar memahami tentang penghakiman Tuhan dengan jalan mempelajari pesan yang disampaikan Nahum kepada orang-orang Niniwe.

1.   Penghakiman terhadap seseorang dapat berarti penghiburan bagi orang lain.

Kitab Nahum dimulai dengan (1:1) Ucapan Ilahi tentang Niniwe. Kitab penglihatan Nahum, orang Elkosh. Penulis Kitab ini adalah Nahum, yang artinya comfort, kenyamanan, penghiburan. Nama ini tepat sekali karena berita tentang penghakiman yang akan datang atas Niniwe memberikan penghiburan kepada orang-orang Yehuda yang sedang mengalami penderitaan di bawah penindasan  bangsa Asyur.

Bp/Ibu, beberapa tahun yang lalu, pada waktu Rumania masih berada di bawah pemerintahan komunis, seorang pastor Kristen memberi komentar tentang Kitab Wahyu, Kitab yang paling disukai oleh bangsa itu. Mereka menyukai Kitab Wahyu karena, kata pastor itu, Kitab itu ditulis oleh Yohanes, pastor/gembala jemaat di Efesus, ketika ia berada di tempat pengasingan. Orang-orang Kristen Rumania tahu bagaimana rasanya diasingkan dan dipenjarakan. Mereka menderita seperti Gereja mula-mula menderita. Mereka mati-matian disiksa dan diperlakukan dengan kejam. Mereka membaca Kitab Wahyu dan mendengar pesan yang jelas. Tuhan adalah Tuhan, dan Dia menghakimi yang baik dan yang buruk. Tuhan sendiri memiliki komitmen bahwa kejahatan tidak akan menang.

Bagaimana orang-orang Rumania memandang Kitab Wahyu sama seperti orang-orang Yahudi mendengar pesan dari Nahum. Pesannya adalah berita penghiburan di tengah-tengah penderitaan, berita tentang pengharapan pada masa kegelapan, berita yang tidak akan lenyap begitu saja, karena Tuhan memegang kendali.

Hari ini kita diingatkan bahwa Tuhan masih tetap Tuhan. Ia yang pada akhirnya menentukan vonis atas kesakitan, ketidakadilan, penyiksaan dan kejahatan. Jika kita berpikir mengapa orang jahat menang sedangkan orang baik dihukum, ingatlah bahwa kartu skor atau catatan angka, hingga saat ini belum lengkap sampai nanti ketika peluit final ditiup. Pada saat itu Tuhan akan melakukan penghakiman yang sebenarnya. Orang jahat akan dihukum dan orang benar akan diberi pahala. Pengetahuan tentang hal itu memberi penghiburan kepada kita.

 

2.   Kuasa Tuhan akan menghukum yang salah Baca selanjutnya »

October 26, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Nahum (Renungan Akitabiah dari Kitab Nahum)  belum ada komentar

Tuhan Itu Baik

Artikel oleh:

Tuhan itu Baik

“Jadi sekarang, ya Tuhan, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati dari pada hidup” (Yunus 4 : 3)

 

Banyak lagu rohani yang liriknya berbicara tentang kebaikan Tuhan. Memuja Tuhan karena Dia baik; bahkan amat baik. Tentu itu benar. Namun, kita masih boleh bertanya tentang pernyataan bahwa Tuhan itu baik. Baik kepada siapa? Tuhan itu dipuji sebagai Allah yang baik, tetapi baik kepada siapa?  Kebanyakan jawabannya adalah: kepada saya. Lantas, bagaimana jika Tuhan baik kepada orang lain? Bahkan, baik kepada orang yang menurut kita tak pantas menerima kebaikan Tuhan?

Kisah Yunus menjawabnya, melalui sikap sang nabi itu sendiri. Ayat diatas adalah bukti dari hati Yunus yang kesal dan marah. Yunus marah—bahkan kepada Tuhan. Yunus tidak dapat menerima bahwa Tuhan baik kepada Niniwe; kota jahat yang bertobat itu. Malapetaka urung dijatuhkan. Yunus sungguh kesal, marah, dan protes keras sampai minta mati (ayat 3, 8 ,9).  Menurut dirinya, adalah baik bila Niniwe dihukum oleh Tuhan akibat dosa dan kejahatan mereka, namun Yunus lupa bahwa dalam keadilan dan kasih-Nya, Allah itu juga penuh pengampunan bagi mereka yang mau bertobat.

Tuhan sabar mengajar Yunus.  Pelan-pelan ia menyadarkan nabi itu. Kisah Yunus mengajar kita tentang kebaikan Tuhan dalam cakrawala yang lebih lebar. Kebaikan Tuhan tidak hanya untuk saya, tetapi juga untuk Anda, untuk dia, untuk mereka. Tuhan itu baik bagi semua orang.

Ingat cerita anak sulung yang marah ketika adiknya si bungsu pulang disambut bapanya dengan kebaikan (Lukas 15:28)?  Itulah gambaran sikap kebanyakan orang, termasuk orang kristiani. Yakni, kerap merasa dirinya saja yang layak menerima kebaikan Tuhan. Dan, “membuat daftar” tentang orang-orang yang tak pantas menerima kebaikan Tuhan.  Akibatnya, jika sesama diberkati atau menerima kebaikan di hidupnya, ia gelisah dan marah.

 

Belajarlah melihat kebaikan Tuhan kepada orang lain juga, sebab Dia baik kepada semua orang.

 

October 26, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Jonah (Renungan Alkitabiah dari Kitab Yunus)  belum ada komentar

Janganlah Egois!

Artikel oleh:

Janganlah Egois

“Maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Iapun tidak jadi melakukannya”

(Yunus 3 : 10b)

 

Yunus sudah tahu bahwa penduduk Niniwe akan bertobat dan Tuhan akan mengampuni mereka.  Yunus tahu bahwa Tuhan juga mengasihi penduduk Niniwe.  Padahal, Yunus sangat membenci Niniwe dan berharap Tuhan akan menghancurkan kota itu.  Kekesalan dan kemarahan Yunus sedemikian besar hingga dia merasa lebih baik mati daripada hidup.  Kebencian telah menguasai hati Yunus dan mengalahkan akalnya yang sehat.

Kekesalan dan kemarahan Yunus tidak pada tempatnya.  Karena itulah Tuhan menegurnya.  Namun, seperti kita tahu dari pasal-pasal sebelumnya, teguran lisan saja tidak cukup bagi Yunus.  Yunus, seorang nabi yang berani berbantah dengan Tuhan, harus diberi pelajaran melalui sebuah pengalaman.  Kali ini Tuhan menggunakan pohon jarak.  Yunus marah sewaktu pohon jarak itu mati mendadak dimakan ulat.  Yunus “sayang” kepada pohon jarak itu karena pohon itu telah memberinya naungan dari panas terik matahari.

Tuhan mengajak Yunus membandingkan rasa sayang Yunus terhadap pohon jarak itu dengan kasih Tuhan kepada orang-orang Niniwe.  Yunus bukanlah pencipta pohon jarak itu, sedangkan Tuhan adalah Pencipta semua manusia termasuk orang-orang Niniwe.  Yunus sayang kepada sebatang pohon jarak yang fana dan hidupnya sangat sementara, sedangkan Tuhan sayang kepada kota Niniwe yang di dalamnya terdapat seratus dua puluh ribu jiwa manusia.  Rasa sayang Yunus kepada pohon jarak itu bersifat egois (karena pohon itu memberi naungan kepadanya), sedangkan Tuhan tetap mengasihi orang-orang Niniwe meskipun mereka sesat (tidak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri).

Betapa sering kita bersikap seperti Yunus.  Kita berharap Tuhan juga membenci orang-orang yang kita benci.  Kita merasa kesal dan marah bila orang-orang yang kita benci justru mendapat kasih dan anugerah dari Tuhan.

 

Keegoisan membuat kita menjadi seorang koruptor kasih; kita mengurangi kasih Allah yang seharusnya kita salurkan kepada orang-orang di sekitar kita.

 

October 25, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Jonah (Renungan Alkitabiah dari Kitab Yunus)  belum ada komentar