Misi Yang Memerdekakan Dan Memartabatkan Manusia

(Ā  Matius 4: 1-42 )
Penulis: Yohanes Suwito

PENDAHULUAN
Sejarah perkembangan manusia tidak pernah bergerak secara linier mulus tanpa jeritan kepapaan manusia akibat sebuahĀ  derita. Setiap sejarah kehidupan yang bergerak selalu memiliki jeritan sendiri atau minimal orang yang hidup dalam bingkai sejarah masanya pernah mendengar suara keras atau halus sebuah jeritan orang lain yang dalam derita sedang bergumul dengan emosi, kemarahan dan konflik batin yang seperti tak bertepi solusi.
Pergerakan sejarah manusia tidak dapat juga dilepaskan dengan pergerakan sejarah Kerajaan Allah dan gereja. Tidak bisa dipungkiri bahwa sejarah manusia selalu pararel dengan perkembangan sejarah Kerajaan Allah dan gereja. Ironisnya, dalam pergerakan sejarah manusia yang multi komplek,Ā  jeritan derita kurang dengan peka didengar oleh gereja, atau mungkin gereja mendengar, tetapi seni mendengar gereja begitu buruk, sehingga gereja terkesan cuek dan masa bodoh dengan pergulatan derita manusia sekitarnya.
Kehadiran gereja dalam dunia adalah sebuah berkah solusi, happiness dan joyfull bagi banyak manusia dalam sejarahnya yang menghadapi jeritan karena derita. Selain satu tempat dimana suara jeritan mendapatkan tempat berkumpul dan jawaban, yaitu di hati Tuhan, gereja yang adalah perwakilan agen surgawi menjadi tempat tujuan ke dua dari sebuah jeritan manusia mendapatkan kelegaan, kebebasan dan kebangkitan dari keterpurukan sebuah derita.

MEMAHAMI DENGAN HATI SUARA JERITAN
Pernahkah anda berada dalam titik nadir? Sebuah titik paling rendah dalam kehidupan, saat kita merasa seperti sendiri, terlecehkan, terbuang, gagal bahkan merasa rendah diri karena tidak dipandang? Saya pernah berada dalam titik tersebut, bahkan ketika hendak menjadi seorang perintis gereja, pernah seseorang meragukan dan memandang sebelah mata; seperti merasa sendiri tanpa teman. Berada dalam situasi tersebut,Ā  sebuah tembakan jeritan SOS sebenarnya sedang saya lontarkan keatas, sebagai seruan permintaan tolong. Malu, takut karena banyaknya stigma negative empiris historis terhadap para perintis menyebabkan diri harus berjuang sendiri. Mungkin sebenarnya jeritan pelayan perintis itu bukan hanya saya, masih banyak yang berjuang sendiri tanpa teman. Ini dalam kerangka wilayah pelayanan, bagaimana dengan masalah keumatan dan masyarakat? Pasti segudang!!
Kisah perempuan Samaria yang bertemu dengan Yesus memberikan deskripsi yang jelas beberapa penyebab sebuah jeritan SOS yang sedang meminta pertolongan dan penangananĀ  tanggap cepat dari kita, hamba Tuhan dan gereja. Mari kita mencoba mendiagnosa suara jeritan yang sebenarnya ada disekitar kita dari kisah perempuan Samaria ini.

1. Suara Jeritan Yang Tertolak
Perempuan ini dalam konteks budaya dan adabnya dianggap sebagai seorang yang tak bermoral dan menerjang norma etika agama. Bagaimana tidak! Ia adalah seorang perempuan yang hidup dalam sebuah kebiasaan yang sangat nyeleneh sekali. Ia adalah seorang perempuan penganut poliandri. Tentu, ia tertolak dari habitat masyarakat Yahudi yang sangat memegang teguh kemonogamian pernikahan. Itulah sebabnya mengapa ia hanya berani mengambil air disaat siang hari, waktu yang tidak biasa menurut kebiasaan masyarakat setempat. Ia memilih mengasingkan diri karena keberadaan nyelenehnya yang ditolak oleh masyarakat. Karena ia ditolak ia merasa sendiri sekalipun ia hidup di masyarakat yang banyak. Ketertolakan menyebabkan ia merasa sendirian tanpa teman.
Bukankah banyak juga orang sekitar kita yang berada dalam posisi dan kondisi seperti perempuan ini. Mungkin ia berada dalam gereja yang penuh dengan jemaat, tetapi ia merasa sangat asing, sendiri tanpa teman, sepi. Ia adaĀ  didalam gereja tetapi pandangan mata, bahasa tubuh dan perkataan anggota jemaat menyiratkan bahasa penolakan. Renungkan dengan khidmat.
Banyak ibu menolak kehadiran bayi, sehingga berusaha dengan berbagai cara untuk menggugurkannya. Banyak orang tua menolak anaknya yang telah jatuh dalam narkoba dan membuangnya dalam panti rehabilatasi, dengan argument biar mereka sembuh. Banyak anak yang menolak merawat orangtuanya yang sudah jompo karena merasa direpotkan, dan dengan alasan biar ditangani lebih baik ditaruh dipanti jompo. Berbagai penolakan ada disekitar kita. Gereja harus peka mendengar suara itu dan cepat bertindak untuk menerima dengan tangan terbuka seperti bapa menerima anak yang terhilang ( Lukas 15:11-24 ) . Gereja tidak boleh menolak orang yang menjerit yang sepertinya merepotkan, karena untuk inilah gereja ada di dunia mendengar dan menyelamatkannya.

2. Suara Jeritan Deskriminasi Gender
Kisah pelayanan Yesus di Samaria diperankan oleh tokoh utama seorang perempuan, bukan seorang laki-laki. Seorang wanita yang mewakili status gender yang secara umun tertolak dan direndahkan berdasarkan sistem kepatriakhkan/garis keturunan laki-laki. Salah satu doa yang dipanjatkan oleh orang Yahudi dengan semangat kesombongan dan kebanggaan sebagai seorang laki-laki adalah : ” Tuhan aku bersyukur karena aku dilahirkan sebagai laki-laki dan bukan perempuan.ā€ Tidakkan kita menangkap bahasa deskriminasi dan perendahan seorang wanita. Bukankah ini adalah hal yang sering kali kita lihat, dengar dan baca lewat berbagai media tentang deskriminasi gender. Bahkan di ranah pelayananpun ini menjadi suatu isu teologis. Contoh, boleh tidaknya seorang perempuan itu membaptis, memimpin Perjamuan Kudus dan seambreg hal-hal yang tidak diizinkan untuk dilakukan oleh seorang perempuan dalam pelayanan dan gereja.
Inilah suara jeritan dari para perempuan yang tertolak. Saya hanya ingin mengingatkan dan memberikan sebuah inspirasi rohani tentang cara pandang Bapa kita pada kaum wanita. Hai, para wanita berbanggalah engkau sebagai seorang wanita. Karena kebenaran iman Kristen menyatakan bahwa Sang Mesias dilahirkan dari keturunan perempuan bukan keturunan laki-laki. Jadi jangan lagi mau direndahkan, tetapi jangan menjadi pelaku aktif kaum feminimisme.

3. Suara Jeritan Etnis
Hidup ditengah stigma negative dan opini historis etnis menyebabkan beberapa etnis di Indonesia diperlakukan dengan tidak adil. Banyak kejadian buruk sebagai trauma sejarah yang tak terselesaikan berkaitan dengan isu etnis. Bukankah jeritan ini begitu tampak disekitar kita juga. Bahkan yang bikin kita miris, gereja juga menjadi pelaku aktif deskriminasi etnis, sinodal gereja juga tak kebal dengan deskriminasi etnis. Kisah tak sedap perlakuan sebuah sinodal yang deskriminatifĀ  karena etnis pada anggotanya telah memenuhi deretan kisah sedih para pelayan yang tersandung berkiprah hebat. Perhatian cepat dan tanggap jika ada embel-embel sesuku, bantuan untuk perintis, gereja dan jemaat cepat penyalurannya jika kebiologisan suku dirasakan sama. Patut menjadi perhatian penting bagi kita semua untuk bertobat!!.
Tokoh perempuan yang sedang bicara dengan Yesus adalah seorang Samaria. Seorang etnis yang oleh etnis Yahudi begitu ditolak karena dianggap sangat rendah statusnya. Orang Yahudi membangun indoktrinasi pada segala keturunannya untuk tidak membangun sebuah hubungan dengan etnis Samaria. Bagi bangsa Yahudi etnis Samaria adalah sebuah etnis yang ditolak, dan penolakannya itu bukan hanya berhubungan dengan kesosialan tetapi juga menyentuh di dogmatika agama. Mereka lebih mengesampingkan kemanusiaan demi dogmatika agama. Perumpamaan Orang Samaria Yang Baik Hati adalah sebuah contoh yang menempelak orang Yahudi, karena dogmatika agama telah mematikan nilai kemanusiaan dalam menyelamatkan hidup.

4. Suara Jeritan Kegagalan Dalam Membangun Rumah Tangga dan Masa Depan
Apa yang ada di benak kita, jika membayangkan seorang perempuan ini berganti laki-laki, pindah kepelukan laki-laki satu ke pelukan laki-laki lain. Kalau anda seorang psykiater akan dikatakan bahwa perempuan ini memiliki penyakit penyimpangan seksual. Jika anda seorang agamawan maka jelas ia adalah seorang pezinah, jika anda seorang ahli ekonomi maka ia seorang matrialistis, jika anda seorang konselor rumah tangga maka perempuan ini adalah seorang yang gagal dalam rumah tangga. Ya, saya harus setuju dengan beberapa pandangan di atas. Pendeknya perempuan ini betul-betul gagal total dalam membangun sisi kehidupan rumah tangganya. Adakah pujian untuk orang gagal. Tidak pernah! Tidak tersedia di rak-rak buku, cd, kaset dan film tentang orang-orang gagal. Semua rak buku, cd, film selalu penuh dengan kisah orang yang berhasil. Dimana orang gagal? Terbuang dan dibuang!
Terlalu banyak suara kegagalan di sekitar kita. Kegagalan bukan hanya menyentuh di wilayah yang kita katakan sekuler, di wilayah yang kita katakan rohanipun jugan banyak dipenuhi orang yang gagal. Ada jemaat merasa gagal karena tidak bisa memenuhi standar moral dan karakter Injil, gagal untuk beriman, gagal untuk setia beribadah dan banyak lagi deretannya jika kita tulis. Apakah gereja berlaku sama dengan cara dunia, membuang mereka yang benar-benar gagal. Bukankan esensi Yesus datang untuk orang-orang yang gagal. Yesus memberikan banyak kepercayaan dan kesempatan untuk kita bangkit dari kegagalan.

MISI ILAHI YANG MEMERDEKAKAN DAN MEMARTABATKAN MANUSIA BERDOSA

Jantung, istrumen dan berkah misi sejati adalah Kristus. Membicarakan misi berarti secara absolut kita harus lebih banyak menyatakan Sang Kasih Karunia itu sendiri yaitu Yesus. Ya, hanya Yesus yang bisa menangkap suara jeritan derita, bahkan jeritan yang paling lemah sekalipun. Dia bukan hanya bisa akurat peka menangkap suara jeritan, tetapi Ia ahli untuk menolong seseorang keluar dari lingkaran jeritan sehingga bangkit menjadi pribadi penuh harapan, bahagia dan penuh dengan sukacita. Sang Kasih Karunia menyatakan kelasNya melintasi jago agama, ahli motivasi, psykiater bahkan ahli ekonomi sekalipun. KepiawaianNya memberikan nilai baru yang berkelas sudah terbukti dalam aneka kisah tokoh Alkitab, Bapak Gereja, tokoh iman dan para pelaku misi sampai pada para sahid. Jadi bagaimana sang Tokoh Utama Kasih Karunia bisa membungkam suara jeritan dan menggantinya dengan harapan indah. Haruslah gereja berguru intens melakukan pelayanan misi yang memerdekakan dan memartabatkan manusia.

1. Misi sebuah penerimaan yang tulus dan suci
Jika kita ditanya, orang model apakah yang layak untuk dijadikan sahabat, menantu, mitra bisnis, pelayanan serta anggota keluarga, anggota klub bahkan untuk dipilih menjadi seorang duta, maka dengan cepat kita akan menyodorkan sederetan kreteria yang umumnya selalu berkait erat dengan kualitas yang diatas rata-rata, atau paling baik. Sulit menerima orang yang penuh kekurangan, buruk bahkan yang dianggap masyarakat sebagai sampah dan tak bermoral. Inilah konsep dunia!
Bagaimana dengan prinsip surgawi, tentu, sangat berbeda, jauh dari hiruk pikuk penyajian, tuntutan tertulis bahkan teriakkan keras yang serba perfect dan professional.Ā  John Piper menyatakan sebuah kebenaran kedalaman dari misi Ilahi yang menerima dengan tulus dan suci, “Kita adalah orang-orang bodoh demi Kristus, sedangkan kaum professional itu itu orang bijak. Kita itu lemah; sedangkan kaum professional itu kuat. Kaum professional bergelimang kemuliaan, sedangkan kita penuh dengan kehinaan. Kita tidak sedang mengupayakan sebuah gaya hidup professional, melainkan siap menjadi kelaparan dan kehausan dan kumal dan luntang-lantung.ā€Ā  ( Jhon Piper; Brother We are Not Profesionals; Pioner Jaya, hal 15 ). Dapatkah kita menangkap esensinya; penerimaan Allah pada kita secara tulus dan suci sekalipun kita tidak pantas untuk diterima.
Perempuan Samaria ini tidak memenuhi kreteria agama, para imam, ahli Taurat, kaum Farisi, masyarakat yang beradab, karena kemoralannya yang diragukan. Bagaimana dengan Yesus? Ia tidak pernah terganggu dengan segala cap buruk perempuan Samaria, Ia menerima, berbicara, tidak menghakimi. PenerimaanNya yang tulus dan suci telah membawa perempuan Samaria tersebut keluar dari segala ketakutan, sikap penghakiman diri, gambar diri yang buruk, luka batin yang tak terobati menuju pada sumber cahaya sejati yang dapat memerdekakann dan memartabatkan dirinya, yaitu Kristus sendiri.

2. Misi sebuah pemenuhan kebutuhan dasar yang hakiki
Perjumpaan Yesus dengan perempuan Samaria tersetting dalam background tempat sebuah sumur. Di sumur awal sebuah percakapan, kontak dan berita kabar baik dimulai. Alur percakapan antara Yesus dan perempuan Samaria menyingkapkan bagian terdalam dari sebuah kebutuhan yang tersebunyi yang tak pernah dapat terpuaskan dan terpenuhi oleh hal-hal duniawi. Perempuan Samaria datang ke sumur karena ia butuh air secara jasmani, percakapannya dengan Yesus membuka matanya pada satu kebutuhan mendasar yang pemenuhannya tidak bisa ditunda.. Dalam narasi sederhana ini kita dibawa untuk tahu satu hal penting; ada rasa lapar dan kerinduan batinĀ  yang mendalam terhadap Allah. Kebutuhan yang paling mendasar inilah yang sedang dipenuhi dan dipuaskan oleh Yesus kepada perempuan Samaria.
Yesus berkata: “Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi,tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.ā€ Serta merta perempuan ini dipenuhi dengan gairah untuk ingin memilikinya, “Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air.”
Mengagumkan kualitas sentuhan misi Ilahi Yesus kepada perempuan Samaria tersebut. Inilah jalan misi yang harus dijejakkan gereja. Gereja hadir dalam misinya yang terutama untuk ini, memenuhi dan memuaskan kerinduan manusia akan Tuhan yang sejati, bukan pemuasan emosi perasaan dan kehausan sebuah ilmu.

3. Misi sebuah penemuan gambar diri yang benar dan baik
Jarang dari kita mau bercerita tentang aib yang ada dan kita sembunyikan dengan rapi bertahun-tahun. Sebuah dosa, pelanggaran selalu memberi nila dan kesan buruk pada diri kita sendiri. Sulit bagi kita untuk memaafkan diri kita sendiri yang bobrok. Tak terkecuali perempuan Samaria ini. Cara pandang yang buruk tentang gambar dirinya akibat dosa, telah memberikan sebuah stigma yang rusak. Kita cenderung menutup rapat aib tersebut dan menjadikannya rahasia yang penuh misteri. Itu adalah hal yang sangat tabu, dan pantang untuk dibuka, apalagi menjadi sebuah materi untuk disaksikan kepada banyak orang. Perempuan Samaria sangat ahli dan berhasil melakukannya. Tetapi tidak saat ia berbicara dengan Yesus, ia mengakui dengan terbuka tanpa takut terluka, dihakimi bahkan dicela. Ia menceritakan semua aibnya pada Yesus. Dan Yesus menanganinya sampai perempuan ini menemukan dan memiliki prespektif gambar diri yang baik.
Kita akan terkejut dengan perubahan yang dratis saat perempuan ini menemukan gambar dirinya yang baik. Ia tidak merasa malu dengan segala dosa yang telah diperbuatnya, bukan berarti ia bangga dengan dosa. Ia tidak peduli lagi dengan dosa, ia hanya peduli tentang citra Allah dan bahwa kasih karunia Yesus membawanya pada pemahaman diri seperti Allah memandangnya. “Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat.” Ia memakai masa gelapnya menjadi sebuah kesaksian yang hidup bahwa hidup dalam dosa merusak citra Allah, sebaliknya ia menyaksikan pemulihan dalam kasih karunia Yesus tentang gambar diri Allah didalam dirinya.

4. Misi sebuah upaya memberhasilkan manusia
Tidak ada yang layak untuk disesali kecuali ketika kita menjadi sadar bahwa apa yang telah kita perbuat ternyata lebih banyak mengakibatkan keburukan bagi diri kita, orang lain, masyarakat bahkan Tuhan. Perempuan Samaria sadar akan hal tersebut. Ia merasa betapa gagalnya dia memenuhi tuntutan hukum Taurat, menjaga nama keluarga, bahkan dirinya sendiri. Ia telah gagal total dalam proses pemberian makna dan mengisi sejarah hidupnya. Ia telah gagal menjaga kesucian pernikahan, ia telah merusak pernikahan dan memporak porandakannya. Dosa lebih kuat memberikan DNA kegagalan, tetapi kasih karunia dalam Yesus lebih kuat memberikan DNA keberhasilan.
Ingin tahu bagaimana kasih karunia dalam Yesus membuat perempuan Samaria ini berhasil.Ā  Yohanes 4:39, ” Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan ituā€¦,ā€ Petrus membutuhkan waktu lebih dari 3 tahun untuk menjadi seorang penginjil yang berhasil, bisa menobatkan orang menjadi percaya pada Yesus. Tidak terkecuali para murid Yesus yang lain. Bagaimana dengan perempuan Samaria ini? Alkitab mencatat dengan gamblang dengan paparan yang fantastis. Bertemu dengan Yesus, Sang Kasih Karunia itu mendorongnya untuk mewartakan misi Ilahi pada semua orang dikotanya, apa yang terjadi, maka saya perlu mengulangnya lagi, ” Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan ituā€¦ā€ DNA Yesus tidak pernah gagal, DNA Yesus kamusnya berhasil.
Sangat menggelitik dalam kisah perempuan Samaria ini jika mengangkat kemaknaan keberhasilan. Deretan jawaban tentang keberhasilan dunia kita sekarang, jika saya kaya, banyak uang, karir saya naik, lulus ujian, saya terkenal, di gereja; jika gereja saya besar, jemaat banyak, kolekte dan perpuluhan besar, menjadi pengkotbah terkenal, bintang tamu kotbah di TV, jika diteruskan pasti akan lebih banyak lagi. Pertanyaannya sekarang, apa definisi keberhasilan Tuhan? Apakah semua hal di atas??
Maaf jika saya menyederhanakan, membawa jiwa-jiwa yang berdosa, memulihkan citra gambar Allah yang rusak pada Yesus. Maka sekali lagi saya harus mengulang apa yang Alkitab tulis tentang keberhasilan hakiki perempuan Samaria ini, ” Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan ituā€¦ā€ Inilah proyek agung dari mula sebelum kejatuhan dosa, bahkan ketika dosa merasuk dunia dan seisinya. Proyek penyelamatan manusia, sebuah proyek yang mengharuskan Sang Bapa memberikan AnakNya Yang Tunggal mati disalib. Jadi apa itu keberhasilan, maka dengan berani saya hanya bisa mengatakan, keselamatan jiwa-jiwa yang datang pada Yesus.

PENUTUP

Misi Ilahi adalah sebuah respon jawaban surga terhadap banyak jeritan derita di dalam dunia ini akibat dosa. Bapa tidak pernah meremehkan jeritan tentang kepapaan manusia berdosa. Bapa akurat peka mendengar jeritan, dihatiNya tersedia tempat untuk menampung jeritan dan jawaban. Sang Anak Tunggal dikirim dan mati untuk memenuhi jawaban dari abad demi abad yaitu pemenuhan kerinduan akan Allah dalam hati manusia. Menyelamatkan manusia dari dosa dan mengembalikan status keputraan Allah.
Rintisan Sang Putra Tunggal Allah adalah warisan yang harus dijalankan oleh gereja ketika ia dilahirkan dan ditempatkan dalam dunia. Menjadi peka dan jawaban terhadap suara jeritan kepapaan akibat dosa. Menjadi tempat dimana manusia menemukan jawaban terhadap pergulatan akibat dosa. Wow, sebuah kepercayaan yang ekstra special dari surgawi. Jadi mengapa takut? Mengapa ragu? Mari melakukan rintisan warisan Sang Putra dengan sukacita, kasih demi memenuhi surga dengan jiwa-jiwa yang terselamatkan. Selamat dan sukses karena kita pasti akan dibuat berhasil seperti perempuan Samaria dalam membawa jiwa.

 

Artikel oleh: August 29, 2012   Kategori : Bahan Khotbah  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda