MEMAHAMI PENGHAKIMAN TUHAN

Penghakiman

Nahum 2: 13

By: Inawaty Suwardi

 

Film-film yang laris biasanya dibuatkan film lanjutannya atau sequel namanya, seperti misalnya Terminator 1-2 atau Star Wars 1-5. Demikian juga sinetron TV, apabila disukai oleh pemirsa berdasarkan rating, mereka membuat kelanjutannya, season 1, season 2, dan seterusnya.  Bp/Ibu mungkin tidak menyadari, Alkitab juga ternyata memuat sequel.

Kitab Nahum dapat dikatakan sebagai sequel dari Kitab Yunus. Kita semua tahu bahwa Yunus adalah nabi yang keras kepala yang menolak perintah Tuhan untuk berkotbah di Niniwe. Ia naik kapal ke arah yang berlawanan dengan Niniwe, lalu dilemparkan ke laut karena sikapnya yang menyebabkan terjadinya badai besar. Ia ditelan oleh ikan yang besar namun kemudian ia dimuntahkan ke darat dan diberi kesempatan kedua oleh Tuhan untuk pergi ke Niniwe. Yunus memang pergi ke Niniwe, tetapi ia menyesal dan marah ketika Allah mengampuni orang-orang Niniwe.

Mengapa Yunus keberatan menyampaikan Firman Tuhan kepada orang Niniwe? Niniwe adalah ibukota Kerajaan Asyur, musuh besar bangsa Israel. Niniwe adalah sebuah kota yang jahat, di dalamnya ada segala macam perbuatan jahat bangsa kafir yang dibenci oleh Yunus. Kota itu adalah sama dengan sebuah tirani yang tidak ber Tuhan. Orang-orang Niniwe memiliki reputasi kekejaman yang sulit diukur dengan ukuran masa kini. Spesialisasi mereka adalah kebrutalan yang kasar. Ketika tangan mereka menangkap sebuah kota atau sebuah negara, tentara mereka akan melakukan kekejaman yang luar biasa – memenggal orang hidup-hidup, mutilasi,  memotong lidah, menimbun kepala orang seperti piramid, dan memaksa tawanan tinggal di kandang-kandang seperti anjing. Dapat dikatakan bahwa setiap orang takut dan benci kepada bangsa Asyur.

Yunus menyampaikan Firman Tuhan kepada orang-orang Niniwe supaya mereka bertobat. Ia memberitahukan kepada mereka, bahwa jika mereka tidak menghentikan praktik-praktik brutal mereka, jika mereka tidak menghentikan penindasan kepada bangsa-bangsa di sekitarnya dan jika mereka tidak menghentikan kejahatan mereka, Tuhan akan menghancurkan mereka. Pengungkapan dosa dosa mereka mengiris hati mereka. Orang-orang Niniwe bertobat dan berbalik mencari Tuhan sehingga Tuhan meluputkan orang-orang Niniwe dari hukuman. Yunus tidak rela melihat orang orang Niniwe yang jahat mendapat pengampunan, sehingga ia kecewa dan menyesal telah berkotbah di Niniwe.

Satu abad berlalu. Anak-anak dan cucu-cucu dilahirkan. Raja-raja baru naik ke atas tahta kerajaan Asyur. Anda dapat menerka apa yang terjadi. Pertobatan? Sebaliknya! Mereka berbalik dari pertobatan mereka. Generasi baru mewarisi praktik-praktik penindasan dan kebrutalan dari leluhur mereka. Kekejaman mereka bahkan melebihi leluhurnya. Mereka kembali menyerang, menyiksa dan memperbudak bangsa bangsa lain. Bangsa Asyur juga menyerang dan menghancurkan Israel. Mereka menyerbu Yehuda dan menduduki kota-kota yang terpencil. Bangsa Asyur juga mengepung Yerusalem.

Pada masa-masa kesusahan itu, Tuhan menugaskan Nahum untuk menyampaikan pesan Ilahi tentang penghakiman atas Niniwe.

Hari ini kita ingin belajar memahami tentang penghakiman Tuhan dengan jalan mempelajari pesan yang disampaikan Nahum kepada orang-orang Niniwe.

1.   Penghakiman terhadap seseorang dapat berarti penghiburan bagi orang lain.

Kitab Nahum dimulai dengan (1:1) Ucapan Ilahi tentang Niniwe. Kitab penglihatan Nahum, orang Elkosh. Penulis Kitab ini adalah Nahum, yang artinya comfort, kenyamanan, penghiburan. Nama ini tepat sekali karena berita tentang penghakiman yang akan datang atas Niniwe memberikan penghiburan kepada orang-orang Yehuda yang sedang mengalami penderitaan di bawah penindasan  bangsa Asyur.

Bp/Ibu, beberapa tahun yang lalu, pada waktu Rumania masih berada di bawah pemerintahan komunis, seorang pastor Kristen memberi komentar tentang Kitab Wahyu, Kitab yang paling disukai oleh bangsa itu. Mereka menyukai Kitab Wahyu karena, kata pastor itu, Kitab itu ditulis oleh Yohanes, pastor/gembala jemaat di Efesus, ketika ia berada di tempat pengasingan. Orang-orang Kristen Rumania tahu bagaimana rasanya diasingkan dan dipenjarakan. Mereka menderita seperti Gereja mula-mula menderita. Mereka mati-matian disiksa dan diperlakukan dengan kejam. Mereka membaca Kitab Wahyu dan mendengar pesan yang jelas. Tuhan adalah Tuhan, dan Dia menghakimi yang baik dan yang buruk. Tuhan sendiri memiliki komitmen bahwa kejahatan tidak akan menang.

Bagaimana orang-orang Rumania memandang Kitab Wahyu sama seperti orang-orang Yahudi mendengar pesan dari Nahum. Pesannya adalah berita penghiburan di tengah-tengah penderitaan, berita tentang pengharapan pada masa kegelapan, berita yang tidak akan lenyap begitu saja, karena Tuhan memegang kendali.

Hari ini kita diingatkan bahwa Tuhan masih tetap Tuhan. Ia yang pada akhirnya menentukan vonis atas kesakitan, ketidakadilan, penyiksaan dan kejahatan. Jika kita berpikir mengapa orang jahat menang sedangkan orang baik dihukum, ingatlah bahwa kartu skor atau catatan angka, hingga saat ini belum lengkap sampai nanti ketika peluit final ditiup. Pada saat itu Tuhan akan melakukan penghakiman yang sebenarnya. Orang jahat akan dihukum dan orang benar akan diberi pahala. Pengetahuan tentang hal itu memberi penghiburan kepada kita.

 

2.   Kuasa Tuhan akan menghukum yang salah

Nubuatan Nahum ditujukan kepada Niniwe. Mereka telah berbalik lagi ke jalan-jalan mereka yang jahat dan kejam, mereka memperlakukan bangsa-bangsa lain sebagai obyek perdagangan yang dapat dibeli dan dijual, lalu dibuang ketika mereka sudah tidak ada nilainya. Nahum menyampaikan pesannya dalam bentuk sabda Tuhan yang menegaskan adanya hukuman.

Ringkasan dari pesan Nahum tercantum pada Nah 2:13 : Lihat, Aku akan menjadi lawanmu, demikianlah firman TUHAN semesta alam, Aku akan membakar keretamu menjadi asap, dan pedang akan memakan habis singa mudamu; Aku akan melenyapkan mangsamu dari atas bumi, dan suara utusan-utusanmu tidak akan terdengar lagi.

Bp/Ibu, firman tersebut mengerikan, “Aku akan menjadi lawanmu, demikianlah firman TUHAN semesta alam.” Siapa yang mau Tuhan menjadi lawannya? Masa depannya pasti menakutkan. Bukan sekedar ditinggalkan Tuhan berputar-putar  sendiri, tetapi Tuhan Pencipta, Tuhan atas balatentara Surga bahkan secara aktif menjadi lawan mereka. Jika Tuhan menjadi lawan kita, maka siapapun yang berada di pihak kita tidak akan ada artinya.

“Tuhan semesta alam” merujuk pada kekuasaan Tuhan dan seringkali muncul dalam Perjanjian Lama dalam konteks militer. “Kereta,” “Singa,” “mangsa,” dan “utusan” merujuk pada kekuatan bangsa Asyur. Tuhan sendiri bermaksud menghabisi kekuatan Niniwe. Empat hal akan dilakukan Tuhan terhadap kekuatan Niniwe: Kereta Niniwe akan dibakar, pedang akan memakan habis para prajuritnya, tidak ada mangsa yang dapat dibawa ke Niniwe, dan suara utusannya akan dihentikan. Tuhan akan menjatuhkan vonis akhir. Ia akan mengalahkan, menghancurkan dan memusnahkan Niniwe.

Yesaya 36 dan 37 mencatat kisah tentang kekalahan bangsa Asyur. Ketika tentara bangsa Asyur berkemah di luar kota Yerusalem, malaikat Tuhan datang pada malam hari dan membunuh 185.000 prajurit. Sisanya terpaksa mundur. Tidak lama kemudian, ketika Raja Sanherib melakukan penyembahan di kuil allahnya, dua anaknya membunuh dia dengan pedang. Setelah itu tentara Babel menenggelamkan dan menghancurkan Niniwe. Nahum memperlihatkan sekilas bagaimana kekalahan Niniwe itu terjadi pada Nah 2:6 Pintu-pintu di sungai-sungai telah dibuka, dan istana menjadi gempar.

Menurut sejarawan Yunani, Diodorus Siculus, Babel mengepung Niniwe. Pada tahun ketiga pengepungan itu, hujan  turun luar biasa deras. Sungai-sungai meluap membanjiri kota Niniwe dan meruntuhkan dinding benteng. Raja Niniwe memperhitungkan bahwa segala sesuatunya akan lenyap, karena itu ia mengumpulkan semua kekayaannya, semua selirnya, dan semua sida-sidanya. Ia membakar istana dan membunuh setiap orang. Musuh masuk melalui benteng kota yang runtuh dan mengambil alih kota. Dengan kata lain, musuh datang melalui pintu-pintu di sungai yang telah dibuka dan menemukan istana yang sedang terbakar.

Nahum menubuatkan kejadian-kejadian ini. Pesannya tentang penghakiman menjadi kenyataan.

Pesan tentang penghakiman seringkali tidak dipilih sebagai topik pembahasan. Banyak orang termasuk kita pada umumnya percaya bahwa hukuman atas kesalahan akan ditiadakan apabila menyangkut dosa-dosa kita. Kita cenderung memilih tidak percaya akan adanya konsekuensi atas perbuatan kita. Kita berpikir dapat menghindari pembalasan atas kesalahan kita. Namun sekarang kita harus  merubah pola pikir kita.

3.   Allah yang mengasihi adalah juga Allah yang menghakimi

Gagasan tentang penghakiman tidak cocok dengan gambaran yang kita inginkan tentang Allah yang mengasihi. Sebenarnya, gagasan tentang penghakiman merentangkan pikiran kita untuk membayangkan Allah yang menghakimi. Gagasan tentang penghakiman sepertinya bertentangan dengan kebaikan Tuhan. Tapi kenyatannya adalah bahwa Tuhan melakukan penghakiman sebagai bagian dari kebaikannya. Bagaimana bisa Allah yang baik mengijinkan adanya kejahatan? Bagaimana bisa Allah yang mengasihi tidak menghukum pelaku kejahatan? Seorang komentator menulis, “Penghakiman Tuhan adalah ekspresi yang tidak terelakkan dari kebaikan-Nya bagi korban kejahatan.”

Seseorang pernah berkata, “Jika anda tidak marah ketika mendengar atau melihat kecelakaan atau ketidakadilan, itu menjadi bukti bahwa anda tidak mampu mengasihi, karena orang yang tidak dapat marah adalah orang yang tidak dapat mengasihi. Jika anda dapat membaca kisah-kisah tentang kekejaman dan penindasan serta peredaran narkoba yang merusak tubuh dan jiwa kaum muda tanpa menjadi marah, maka pasti ada sesuatu yang salah dengan diri anda.

Tuhan melaksanakan penghakiman atas dasar kasih. Sebaliknya Kita sering melaksanakan penghakiman atas dasar kebencian. Tuhan menghakimi bukan karena adanya kepuasan ketika memberikan kesakitan dan penderitaan.

Kita menjadi lebam ketika membaca ada lagi anak yang diperkosa atau ada lagi korban lain yang tidak berdosa dibunuh. Kita merasa perlu adanya hukuman yang setimpal bagi pelaku. Jika Tuhan duduk-duduk diam saja dan tidak pernah berurusan dengan masalah-masalah seperti itu, kita malah akan menjadi prihatin. Tuhan bukan tidak bermoral. Ia mengasihi tetapi Ia juga adil. Dalam kasihnya akan keadilan ia akan mengadili ciptaan-Nya dengan penuh kuasa.

4.   Allah yang menyelamatkan adalah juga Allah yang menghakimi.

Banyak orang merasa tidak nyaman melihat peran Tuhan sebagai hakim. Mereka cenderung memilih melihat Tuhan sebagai Juru Selamat yang lemah lembut. Mereka menginginkan kasih dan pengampunan, bukan pertanggungjawaban dan penghakiman.  Di  dalam Alkitab kita memperoleh gambaran yang jelas bahwa Yesus,  yang mati untuk dosa-dosa kita akan menjadi Tuhan yang akan menghakimi dosa-dosa kita. Tuhan dalam pribadi Yesus Kristus          adalah satu-satunya pribadi yang layak menjadi Juru Selamat sekaligus menjadi Hakim.

Seorang pejalan kaki tidak memperhatikan datangnya sebuah truck ketika ia menyeberang di suatu jalan raya di kota New York. Tepat sebelum anak muda itu melintas di depan truck yang sedang berlari kencang, sebuah tangan yang kuat memegang kemejanya dan menariknya ke belakang sehingga ia selamat dan dapat berdiri di trotoar. Dengan gemetar, anak muda itu berterima kasih kepada orang yang menyelamatkan dia. Beberapa minggu kemudian anak muda yang sama berada di pengadilan karena ia mencuri mobil. Ketika anak muda itu memandang hakim, ia mengenalinya. “Hei, Bapak adalah orang yang sudah menyelamatkan aku beberapa minggu yang lalu ketika truck itu datang,” seru anak muda itu.”Tentu saja engkau dapat melakukan sesuatu sekarang!” “Maaf, nak,” jawab sang hakim. “Pada hari itu aku adalah penyelamatmu. Hari ini aku adalah hakimmu!”

Semua orang memiliki kesempatan untuk bertobat dan memperoleh keselamatan, sama seperti orang Niniwe yang telah mendapat kesempatan itu ketika Yunus berkotbah. Sebenarnya Yesus rindu agar semua orang datang bertobat. Tetapi ketika kita berdiri di hadapan Tuhan, Sang Hakim, kesempatan itu sudah lewat. Pada saat itu penghakiman akan dilaksanakan.

Kesimpulan

Tidak ada seorangpun yang dapat dikecualikan dari persyaratan beriman kepada Yesus. Iman kita adalah milik kita sendiri. Kita harusmengerjakan keselamatan kita sendiri bukan menerimanya sebagai warisan dari generasi sebelumnya. Kita harus secara pribadi menerima undangan untuk datang kepada Allah yang menyelamatkan, karena ketika kita berdiri nanti di hadapan Allah yang menghakimi maka kita sudah terlambat.

Kita memiliki satu cara untuk menghindari penghakiman Allah. Yesus menanggung beban murka Allah yang sama seperti murka Allah kepada Niniwe. Tetapi Yesus menanggung murka itu agar kita layak diluputkan dari hukuman seperti orang Niniwe diluputkan ketika mereka bertobat. Yesus menanggung hukuman Tuhan di atas kayu salib. Semua dosa-dosa kita yang jahat dan keji disalibkan disana bersama Dia, Ia sendiri adalah Juru Selamat, Kita perlu berpaling kepada Dia, percaya kepada Dia dan mengikuti Dia.

Nahum melayani sebagai nabi yang memberi peringatan. Pesannya yang kita pelajari hari ini juga mendorong kita datang  ke salib Kristus. Disana kita melihat perpaduan Tuhan yang sempurna antara kasih dan keadilan. Ia menuangkan murkanya terhadap dosa kepada Yesus. KasihNya dibuktikan di dalam kesediaan Yesus untuk mati bagi dosa-dosa kita, menerima hukuman agar kita menjadi bebas. Yang perlu kita lakukan hanyalah datang kepada Yesus, bertobat dari dosa-dosa kita, percaya pada hadiah keselamatan yang cuma-cuma, bukan hanya untuk sementara atau hanya untuk satu musim seperti bangsa Asyur, tetapi keselamatan sepenuhnya untuk selama-lamanya.

Saya percaya Bp/Ibu semua yang hadir dalam Ibadah Doa pagi ini sudah melakukannya. Tugas kita sekarang adalah menyampaikan berita ini kepada orang-orang yang belum percaya. Marilah kita memenangkan lebih banyak jiwa untuk Kristus.

 

 

 

Artikel oleh: October 26, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Nahum (Renungan Akitabiah dari Kitab Nahum)  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda