Seorang Gembala Sidang (17)

a-114

The Good Guy

Sebagai Gembala Sidang tentu sangat tergoda untuk menjadi “the good guy” dalam segala situasi. Jika anda menyerah kepada keinginan untuk menjadi “the good guy all the time” mudah saja. Pakailah tangan orang lain untuk menghentikan sesuatu, kemukakan hal-hal umum dan hindari berbicara langsung, berikan sesuatu secara samar-samar, tutup mata terhadap kejahatan yang terjadi dalam gereja, pakai setengah kebenaran untuk mendukung pendirian anda, yakinkan orang seolah-olah anda memang benar—benar tidak bersalah, pakai kesempatan di mimbar untuk menyerang orang dalam kotbah anda, pakai juga doa syafaat untuk menjatuhkan orang secara terselubung, tokh tidak akan ada yang berani menghentikan doa anda, sindirlah orang melalui pena gembala yang anda buat pada papan pengumuman atau buletin gereja, atau jika mau lebih halus lagi berbicaralah sesuatu yang tak relevan dengan situasi gereja anda seolah-olah tak ada masalah apa-apa dalam gereja. Sehingga jika orang menuduh anda, anda hanya cukup berkata bahwa anda tidak tahu apa-apa itu sebabnya anda tak pernah menyinggungnya dalam kotbah.

Dan untuk semua hal tersebut di atas anda akan membayar harga yang sangat mahal, yaitu integritas anda terutama di mata Tuhan. Ketika anda mulai sanggup membohongi Tuhan, maka membohongi istri, orang-orang lain, sesama pelayan Tuhan adalah soal kecil. Jika anda bisa jujur dengan yang tidak kelihatan, sangat mudah untuk jujur dengan yang kelihatan.

Belajarlah jujur dalam hubungan dengan Tuhan. Maksud saya, Dia adalah Tuhan yang lebih suka melihat anda dengan rendah hati mengakui siapa diri anda, gagal dan bangkrut secara rohani. Tetapi karena kejujuran anda, Ia akan datang dan menguatkan serta memulihkan anda. Percayalah terhadap apa yang saya katakan ini. Dia yang kita layani seumur hidup kita, jauh lebih baik dan lebih pengertian dari yang anda pikirkan.

Racun sesungguhnya dalam pelayanan yang bisa membunuh karir pelayanan anda, datang secara tidak anda sadari. Silent killer dalam pelayanan adalah usaha untuk melindungi citra diri anda melebihi kejujuran tanggung jawab anda sebagai Gembala Sidang. Hal itu datang dalam perjalanan pelayanan anda dengan cara yang sangat halus. Berupa nasehat yang membela anda dengan memberikan alasan untuk tidak bertanggung jawab. Teman-teman atau staff anda yang mendukung anda secara salah, atau bahkan suara pasangan hidup anda yang kelihatan benar tetapi salah.

Jangan tersinggung dengan perkataan saya tentang pasangan hidup kita yang dapat memberikan nasehat yang salah, saya hanya mengingatkan bahwa ujung semua dari persoalan kita sebagai Gembala Sidang, adalah tanggung jawab di atas pundak kita sebagai Gembala Sidang. Saya mendengar sindiran orang terhadap banyak Gembala Sidang bahwa istrinya lebih menguasai suaminya atau dengan ungkapan “dibawah ketiak istri”.  Itu adalah ungkapan beracun yang akan mengotori keputusan-keputusan anda.

Dari mana ungkapan itu berasal? Dari mereka yang dapat melihat bahwa anda mengubah sebuah keputusan setelah pulang ke rumah. Sederhana bukan? Jika ingin mengubah keputusan, ubahlah dalam rapat sebelum anda tinggalkan ruangan rapat. Semua keputusan baik dan buruk, tak pernah membunuh anda secara sekaligus. Saya mengagumi mereka yang menjalani keputusan yang dibuat dengan lutut dan penyerahan kepada Tuhan. Seorang istri yang mendorong suaminya agar bertanggung jawab atas sebuah keputusan, dan mengangkat suaminya di hadapan Tuhan dalam doa untuk melewati berbagai keputusan sulit dalam hidup mereka sekeluarga, adalah para istri yang paling cerdas yang bisa dikenal di dalam dunia.

Sayangnya tak selamanya begitu! Pengaruh seorang istri terhadap keputusan anda setelah keputusan itu anda buat di depan orang banyak, bukanlah sesuatu yang bijaksana. Tentu anda bisa berargumentasi dengan mengatakan tergantung keputusan apa yang dibuat. Saya tak menyangkal bahwa ada keputusan-keputusan yang dibuat oleh seorang Gembala Sidang kemudian ternyata menjadi keputusan yang menyulitkan. Tetapi, selalu hukumnya sama. Bahwa sebuah keputusan tak pernah membunuh anda sekaligus pada momen keputusan dibuat. Jadi, menjalani dengan keteguhan, dan menjaga komitmen atas sebuah keputusan, serta mencari peluang untuk memasuki diskusi bersama mereka yang berhak mengambil keputusan adalah lebih bijak ketimbang sekedar mengubah sesuatu karena anda setelah anda pulang ke rumah.

Anda mungkin mengkategorikan saya sebagai seorang penulis bergaya “pria sejati”. Bukan begitu! Saya hanya ingin dalam kebebasan pikiran ini menggugah hati para Gembala Sidang pria untuk memikul tanggung jawab anda sebagai pemimpin. Jadilah pemimpin yang sesungguhnya, yang mengendalikan pikiran anda sekalipun keadaan sangat menjepit. Buatlah keputusan yang cerdas berdasar prinsip-prinsip pelayanan, prinsip kebaikan keluarga, dan kematangan rohani. Selebihnya, hanya cukup satu kata lagi “jalanilah”! Itu saja.

Jangan bermimpi untuk membangun citra anda sebagai “A good guy all the time” dengan mengorbankan apa yang seharusnya anda lakukan. Saya katakan ‘silent killer’ adalah keinginan membangun citra diri yang baik tetapi mengabaikan tanggung jawab kepemimpinan. Citra sesungguh yang ada pada seseorang adalah sebuah ‘konsekuensi’, bukan hasil rekayasa dan usaha kita. Citra sejati dibangun dari karakter, bukan usaha sengaja. Ada saat-saat anda dituntut oleh posisi kepemimpinan anda untuk membuat keputusan yang pahit tetapi baik, tidak enak tetapi seharusnya, melawan pertimbangan anda tetapi harus, dan sebagainya. Sebagai Gembala Sidang, kerohanian dan kebaikan hati maupun kelembutan anda tidak akan membebaskan anda dari membuat keputusan penting yang beresiko.

Begitu anda menjadi seorang Gembala Sidang maka orang menanti anda membuat keputusan-keputusan tentang visi gereja anda, apa yang disetujui dan yang tidak disetujui dalam gereja yang anda pimpin, mengenai rencana-rencana, mengenai persoalan-persoalan jemaat, mengenai keuangan gereja, dan sebagainya. Posisi Gembala Sidang bukan posisi pemimpin rohani yang bebas dari tangung jawab kepemimpinan umum.

Seperti yang sudah saya katakan, bahwa anda harus yakin dengan suatu kebenaran ini, bahwa anda tidak bisa menyenangkan semua orang. Demikian juga dengan keputusan, anda tidak bisa memuaskan setiap orang. Patokan anda dalam membuat keputusan adalah “demi kebaikan dan kepentingan yang lebih besar”. Kepentingan yang lebih besar di sini bukanlah kepentingan kelompok yang lebih besar sebagaimana terjadi dalam demokrasi. Kepentingan yang lebih besar ini kepentingan prinsip dan kepentingan yang bukan ‘kepentingan anda’. Kepentingan yang lebih besar berarti ‘kepentingan yang seharusnya begitu’.

Bukan hanya anda yang tidak menyenangkan semua orang, Tuhan saja tidak sanggup menyenangkan semua orang. Kita sebagai Gembala Sidang harus siap disalah-tanggapi. Sebab anda tidak bisa menjelaskan seluruh keputusan anda. Tetapi, sepanjang keputusan tersebut dibuat dengan latar belakang kepentingan jemaat atau orang lain, maka anda seperti ‘mengumpulkan harta di sorga’. Sebab pujian bagi anda dalam hal-hal yang demikian hanya ada nanti, bukan sekarang. Jika anda memelihara keyakinan tentang ‘upah’ pelayanan karena ketulusan anda, anda akan tenang. Di dunia ini, sebaik apapun anda, tetap saja akan ada orang yang salah tanggap terhadap anda. Sebenar apapun anda, semakin banyak yang salah tanggap terhadap anda. Tetapi indahnya adalah bahwa Tuhan masih ada, sehingga upah anda tidak akan hilang. Anda tetap memilikinya … nanti!

Saya teringat kisah misionaris yang pulang ke negaranya dengan sambutan yang tidak semeriah prajurit Amerika yang pulang dari perang Vietnam. Mereka dielu-elukan dan disambut dengan kekaguman dan kemeriahan. Sebagai misionaris, ia bertanya kepada Tuhan, mengapa ia tidak disambut seperti itu, bukankah ia adalah utusan Allah untuk pergi ke negara lain memenangkan jiwa dengan taruhan nyawa. Ia merasa tidak lebih jelek dari prajurit Amerika yang pergi ke Vietnam. Lalu ada suara Tuhan yang berkata lembut dalam hatinya, “Nanti, kalau kamu pulang!”. Barulah misionaris itu mengerti, bahwa nanti jika ia berjumpa Tuhannya, itulah ‘pulang’ yang sebenarnya.

(bersambung …)

Artikel oleh: September 14, 2009  Tags:   Kategori : Artikel, Artikel Gembala Sidang  Sebarkan 

2 Komentar

  1. Rudy Haryanto - September 16, 2009

    KAmi mengundang Anda untuk mengunjungi weblog kami di http://gsjamg2aog.000space.com now
    Terima kasih dan GBU!

  2. Yolanda Anggi Soplanit - March 22, 2010

    I,,
    LiKe

Tulis Komentar Anda