NASIHAT UNTUK HIDUP LEBIH BAIK

Nasehat Untuk Hidup Lebi Baik

Pengkhotbah 7:1-14

Oleh Inawaty Suwardi.

 

Di penghujung bulan Februari ini, saya percaya Bp/Ibu sekalian sudah selesai membaca Kitab Pengkhotbah, salah satu Kitab yang menjadi rujukan tema bulan ini di Rajawali.

Pada dua pasal pertama, kita membaca tentang upaya  pencarian Salomo tentang makna/arti hidup. Salomo atau Pengkotbah mengatakan bahwa, Segala sesuatu sia-sia, Pengejaran hikmat adalah sia-sia, Hikmat dan kebodohan adalah hal yang sia-sia. Berulang kali Sang Pengkhotbah mengatakan bahwa hidup di bawah matahari adalah kesia-siaan. Kesimpulan itu diperolehnya karena ia  menggunakan sudut pandang duniawi. Tetapi pada 3 ayat terakhir dari pasal 2 (2:24-26), Pengkhotbah berdasarkan hikmat dan pengalamannya mulai menambahkan keberadaan Tuhan. Pada 3 ayat tersebut, Pengkhotbah mengatakan ada hal-hal baik yang dapat dilakukan manusia,  apabila ia diberkati Tuhan.

Selanjutnya pada pasal 3-6 ia menuangkan pengalaman dan  pengamatan dalam pencariannya  tentang arti hidup. Berdasarkan pengalaman dan pengamatannya, ia memberi beberapa nasihat tentang bagaimana hidup “di bawah matahari”,  antara lain  “hiduplah dengan menjunjung tinggi nilai-nilai persahabatan” (4:9-12) dan “hiduplah dengan takut akan Tuhan” (ps 5).

Pengamatan dan pengalaman Pengkhotbah dalam rangka pencarian makna hidup ditutup dengan pertanyaan pada ayat 6:12:  (12) Karena siapakah yang mengetahui apa yang baik bagi manusia sepanjang waktu yang pendek dari hidupnya yang sia-sia, yang ditempuhnya seperti bayangan? Siapakah yang dapat mengatakan kepada manusia apa yang akan terjadi di bawah matahari sesudah dia?

Jawaban dari pertanyaan “apa yang baik bagi manusia “  dapat kita temukan pada perikop yang kita baca. Pada pasal 7: 1-14 ini kita memperoleh beberapa nasihat untuk hidup lebih baik, yang akan saya bagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, “Hiduplah dengan perspektif kekekalan.”  Kedua, “Hiduplah dengan karakter yang baik.”

1.   HIDUPLAH DENGAN PERSPEKTIF KEKEKALAN

Hidup dengan perspektif kekekalan diawali dengan mengutamakan kehormatan, bukan kemewahan.

1.1.      Kehormatan Lebih Baik Dari Kemewahan

Ayat 1a: “Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal,…………”

Apakah Bp/Ibu ingat akan kisah Maria dalam Kitab Yohanes 12 yang meminyaki kaki Yesus dengan setengah kati minyak narwastu murni? Lalu Yudas Iskariot berkata, “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual saja tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang miskin?”  Jadi, Bp/Ibu, minyak yang mahal melambangkan kemewahan.

Amsal 22:1a mengatakan hal yang hampir sama: sama “Nama baik lebih berharga daripada kekayaan besar,……………”.

Jadi Kehormatan/martabat/reputasi lebih baik dari pada kemewahan/kekayaan. Kekayaan yang ditinggalkan oleh seorang konglomerat sebagai warisan seringkali menjadi sumber  malapetaka di dalam keluarga karena para ahli warisnya tidak jarang saling berebutan warisan, bahkan saling membunuh. Tetapi seseorang yang meninggalkan reputasi/nama baik sebagai warisan tidak jarang mendatangkan kekayaan bagi keturunannya.

Ada kisah tentang Bill Gaither, seorang dosen dan juga penulis di Amerika. Bill barus saja menikah dan ia memutuskan untuk mengajar di kota Alexandria, Indiana, kota kelahirannya. Bill ingin membeli sebidang tanah untuk membangun rumah. Tanah yang ingin dibelinya adalah milik seorang bankir senior yang sudah berusia 92 tahun. Semua orang di daerah itu tahu, bahwa bankir tersebut tidak akan menjual tanahnya barang sedikitpun, karena tanah itu dipakai oleh para petani untuk menggembalakan ternak mereka.

Bill Gaither menemui bankir pemilik tanah untuk menyampaikan minatnya membeli sebidang tanah. “Tidak dijual,” katanya. “Aku berjanji kepada para petani, mengijinkan mereka untuk menggembalakan ternak mereka.”

Bill memperkenalkan dirinya, dan berkata, “Aku memang sudah mendengar bahwa tanah itu tidak akan dijual. Tetapi aku mengajar dan ingin menetap di kota ini.  Mudah-mudahan Bapak mau menjualnya.”

Bankir itu mengerutkan bibirnya dan menatap Bill. “Apa namamu tadi?”

Gaither, Bill Gaither.”

“Hmmm. Apakah anda ada hubungan dengan Grover Gaither?”

Ya, Pak , ia adalah kakekku.”

Bankir itu menaruh surat kabar yang sedang dibacanya dan melepaskan kaca matanya. “Gover Gaither adalah pegawai terbaik yang bekerja di ladangku. Ia selalu bekerja keras sepanjang hari. Lagi pula ia sangat  jujur.  Apa kau bilang tadi?”

Bill mengulangi permintaannya untuk membeli tanah.

“Beri aku waktu untuk berpikir, lalu datanglah lagi nanti.”

Bill datang kembali  satu minggu kemudian. Sang bankir telah menyuruh orang untuk menilai harga tanahnya. Bill menahan napas.  “Apakah $3.800 wajar? Apakah harganya oke?”

Bill sudah berpikir, bahwa ia berani membeli dengan harga $ 16.000!    “$3.800?” Tanya Bill

“Ya, $ 3,800.”

Bill tahu bahwa harga wajarnya adalah lebih dari empat kali lipat. Ia segera menerimanya.

Hampir tiga dasawarsa berlalu, Bill dan putranya berjalan-jalan di kebun mereka. “Benny,” kata Bill kepada anaknya, “Engkau  tumbuh dewasa dalam  lingkungan tempat tinggal yang baik. Semuanya itu berkat nama baik dari kakek buyutmu yang tidak pernah engkau kenal.”

Bp/Ibu, Reputasi yang baik dapat mendatangkan kekayaan, tetapi sebaliknya kekayaan tidak dapat membeli reputasi.

Ada pepatah yang mengatakan “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia
mati meninggalkan nama.”
Seorang manusia terutama diingat jasa-jasanya atau kesalahan-kesalahannya. Perbuatan seseorang, baik maupun buruk akan tetap dikenang meskipun ia sudah tiada lagi.

1.2.      Hari Kematian Lebih baik Daripada Hari Kelahiran

Pasal 7:1b mengatakan: “……..dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran.”

Tentu saja ayat ini berlaku bagi mereka yang telah hidup benar. Bagi orang benar, hari kematian adalah awal dari kebahagiaan yang abadi. Mereka masuk ke dalam istirahat kekal untuk menikmati damai sejahtera yang sejati. Mereka pergi ke surga untuk tinggal bersama Tuhan.

Sebaliknya hari kelahiran  adalah awal dari banyak kesusahan bagi sebagian besar manusia. Bayi yang baru lahir belum tahu akan memiliki kehidupan seperti apa setelah ia dewasa dan akan menghadapi persoalan apaalam hidupnya.

Ada kata bijak dari Mahatma Gandhi: “Jadilah anda manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya anda sendiri yang tersenyum”

1.3.       Rumah Duka Lebih Baik daripada Pesta.

Ps 7:2 mengatakan: “Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya.”

Setiap orang menyukai pesta, tetapi setiap orang perlu datang ke rumah duka. Mengapa? Pengkhotbah mengatakan bahwa hidup “di bawah matahari” tidaklah abadi. Setiap kita akan mati dan harus menghadapi tahapan berikutnya setelah kematian. Upacara pemakaman mengingatkan kepada kita bahwa hidup ini pendek.

Beberapa orang mencoba menunda saat-saat menjadi tua. Mereka melakukan face lifting, mereka meminum suplemen awet muda. Tetapi Kamatian adalah suatu keniscayaan. Upacara pemakaman akan memaksa kita untuk menghadapi kenyataan dan mendorong kita untuk bersiap diri menghadapinya.

1.4.      Bersedih Lebih Baik Dari Pada Tertawa

Pada ayat 7:3-4, Salomo menulis: “(3) Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega. (4) Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria.”

Saya percaya setiap kita lebih menyukai tawa dan kesenangan dari pada bersedih. Tetapi Salomo mengatakan, ada manfaat yang dapat kita peroleh dari kesedihan dan perkabungan.

Hidup ini penuh dengan kesedihan, tetapi kesulitan hidup mempunyai potensi untuk membangunkan suatu dimensi rohani di dalam diri kita. Kesedihan dan penderitaan seringkali membawa seseorang kepada Tuhan. Bahkan pada saat-saat mengalami kesedihan, kita dapat memperoleh harapan, damai sejahtera dan kekuatan. Proses yang kita alami dalam menghadapi kesulitan membuat kita semakin dewasa dalam iman dan kerohanian.

Salomo mencela sukaria karena sifatnya yang sementara, sedangkan damai sejahtera dan kepuasan bersifat lebih permanen.

1.5.      Akhir Suatu Hal Lebih Baik Dari Pada Awalnya

Pada ayat 7:8a Pengkhotbah mengatakan “Akhir suatu hal lebih baik dari pada awalnya……” Ayat ini memiliki makna yang sama seperti ayat 7:1b “……..dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran.”

Salah satu habit dari “7 Habits of Highly Effective People”  yang diperkenalkan oleh Stephen Covey adalah  “Begin with the end in mind.”

Bayangkan Bp/Ibu membaca obituary atau berita kematian diri sendiri. Alfred Nobel pernah mengalaminya. Pada tahun 1888, kakak dari Alfred Nobel yang bernama Ludvig Nobel meninggal dunia. Alfred membuka surat kabar keesokan paginya untuk melihat berita tentang kematian kakaknya, namun ia tertegun karena yang diberitakan adalah kematian dirinya sendiri. Para wartawan membuat kesalahan dengan memberitakan kematian Alfred, dan memasang judul berita: “The merchant of death is dead”  karena Alfred adalah penemu/pencipta dinamit. Alfred Nobel menyadari bahwa nama yang akan ditinggalkannya dikaitkan dengan kematian dan kehancuran. Alfred Nobel memiliki kesempatan kedua untuk merubah kesan nama yang ditinggalkannya nanti. Berdasarkan masukan dari teman-temannya, ia memutuskan untuk menggunakan kekayaannya untuk memberi penghargaan kepada orang-orang yang memperjuangkan perdamaian di dunia ini. Pada masa kini, banyak orang mengetahui bahwa Nobel adalah penemu dinamit, namun ia lebih dikenal untuk ciptaannya yang lain yaitu Hadiah Nobel Perdamaian.

Bp/Ibu akan meninggalkan warisan/peninggalan. Hidup anda akan memberikan dampak yang panjang. Tuhan sudah memberikan kepada Bp/Ibu suatu kemampuan untuk memikirkan dengan hati-hati tentang apa yang akan menjadi peninggalan anda di dunia ini. Hiduplah sedemikian rupa untuk meninggalkan sesuatu yang bermanfaat secara abadi.

Saya mengajak Bp/Ibu untuk menyusun suatu pidato yang anda ingin dibacakan pada upacara pemakaman anda atau pada waktu ibadah penghiburan ketika anda meninggal dunia.  Pertama-tama, buatlah pidato itu menurut keadaan anda saat ini. Apa yang akan dikatakan oleh pasangan anda? Anak-anak anda? Kolega anda? Tetangga anda? Tuhan? Lalu tuliskan isi pidato yang anda inginkan untuk dibacakan pada upacara pemakaman atau ibadah penghiburan nanti. Apa isinya?

 

2.   HIDUPLAH DENGAN KARAKTER YANG BAIK

2.1.      Hardikan Orang Berhikmat Lebih Baik dari pada Nyanyian Orang Bodoh

Pkh 7:5-6 menyatakan (5) Mendengar hardikan orang berhikmat lebih baik dari pada mendengar nyanyian orang bodoh. (6) Karena seperti bunyi duri terbakar di bawah kuali, demikian tertawa orang bodoh.  Inipun sia-sia.

Salomo membuat persamaan antara tertawa orang bodoh dengan bunyi duri terbakar di bawah kuali. Ranting-ranting semak berduri yang dilemparkan ke dalam api menimbulkan banyak suara namun akan habis terbakar dengan cepat. Demikian juga sanjungan/pujian dari orang bodoh terasa indah dan mengesankan namun hilang dengan cepat. Sebaliknya hardikan orang berhikmat dapat mengubah hidup anda selamanya.

Bp/Ibu perlu bersikap lemah lembut atau memiliki ketundukan terhadap ajaran, teguran atau nasehat orang-orang di atas anda atau di sekeliling anda. Teguran atau nasehat dari orang tua, atasan, guru, gembala, pasangan hidup dan sahabat diberikan untuk kebaikan kita. Apakah Bp/Ibu mau mendengar teguran/nasehat dari orang tua atau sahabat anda? Jika ya, Tuhan akan membentuk karakter anda dan membuat Bp/Ibu menjadi orang seperti yang diinginkan-Nya.

2.2.      Kesabaran Lebih Baik daripada Kesombongan

Pkh 7: 8b-9 (8b) Panjang sabar lebih baik dari pada tinggi hati. (9) Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam dada orang bodoh.

Salomo menekankan kesabaran. Zaman ini adalah zaman serba instan. Mie instan, kopi instan, makanan instan/fast food.  Dalam keseharian, sudah sulit kita temukan kesabaran. Orang-orang menerobos lamu merah, bahkan melawan arah. Orang sudah tidak bisa lagi sabar menanti.

Richard Hendrix, seorang hamba Tuhan, pernah berkata, “ Penantian adalah guru nomor dua terbaik setelah penderitaan untuk membangun kesalehan, kedewasaan, dan iman yang sejati.”

Tuhan sangat memperhatikan aspek pengembangan karakter manusia. Karena itu Tuhan akan menguji kesabaran untuk membangun ketekunan. Tuhan menguji kesabaran karena hidup kita seperti lomba marathon atau lomba lari jarak jauh.  Tuhan membangun kesabaran kita agar kita dapat menempuh jarak yang jauh dalam hidup perkawinan, dalam pelayanan dan dalam hidup kekristenan kita.

2.3.      Masa Kini Lebih Baik Dari Masa Lalu

(10) Janganlah mengatakan: “Mengapa zaman dulu lebih baik dari pada zaman sekarang?” Karena bukannya berdasarkan hikmat engkau menanyakan hal itu.

Banyak orang seringkali mengenang zaman ke-emasan-nya. Banyak yang mengatakan bahwa masa lalu jauh lebih baik dari saat ini. Ungkapan ini dapat disamakan dengan keluh kesah atau sungut-sungut. Orang yang selalu mengenang masa lalu akan lengah sehingga tidak dapat meraih kesempatan-kesempatan yang tersedia di depan matanya.

2.4.      Hikmat Lebih Baik Daripada Kekayaan

(11) Hikmat adalah sama baiknya dengan warisan dan merupakan suatu keuntungan bagi orang-orang yang melihat matahari. (12) Karena perlindungan hikmat adalah seperti perlindungan uang. Dan beruntunglah yang mengetahui bahwa hikmat memelihara hidup pemilik-pemiliknya.

Kekayaan dapat menarik banyak teman. Kekayaan dapat menjadi alat perlindungan diri, baik untuk perlindungan fisik ataupun perlindungan kesehatan. Kekayaan tentu saja merupakan sesuatu yang baik kalau dipergunakan oleh pemiliknya dengan bijaksana.

Lalu, mengapa hikmat lebih baik daripada kekayaan? Karena hikmat akan memimpin seseorang melewati masa-masa sulit sehingga hikmat dapat memelihara kehidupan. Sebaliknya kekayaan biasanya habis pada saat manusia melewati masa-masa sulit.

2.5.      Penyerahan Diri Lebih Baik Daripada Kemarahan

(13) Perhatikanlah pekerjaan Allah! Siapakah dapat meluruskan apa yang telah dibengkokkan-Nya? (14) Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang inipun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya.

Ada hal-hal yang tidak dapat kita ubah. Tuhan mempunyai maksud dan tujuan yang tidak bisa kita ubah. Untuk mencapai maksud dan tujuan Tuhan dalam hidup manusia, Dia kadang-kadang member kesejahteraan. Tetapi untuk mencapai maksud dan tujuan-Nya di dalam hidup kita, Tuhan juga kadang-kadang mengijinkan terjadinya kemalangan dalam hidup manusia.

Kita harus menyikapi keadaan ini dengan cara yang paling baik. Ketika kita mengalami kemakmuran, nikmatilah. Pada hari kemalangan, tariklah pelajaran daripadanya. Tidak baik kita marah terhadap hal-hal yang berada di luar kendali kita. Karena memang ada saat untuk menangis dan ada saat untuk tertawa.

Penutup

Apa yang diajarkan oleh Pengkhotbah kepada kita sekalian pada hari ini?

Hiduplah dalam perspektif kekekalan

  1. Kehormatan Lebih baik daripada kemewahan
  2. Hari Kematian Lebih baik Daripada Hari Kelahiran
  3. Rumah Duka Lebih Baik daripada Pesta.
  4. Bersedih Lebih Baik Daripada Tertawa
  5. Akhir Suatu Hal Lebih Baik Daripada Awalnya

 

Hidup dengan karakter yang baik, berarti

  1. Hardikan Orang Berhikmat Lebih Baik daripada Nyanyian Orang Bodoh
  2. Kesabaran Lebih Baik daripada Kesombongan
  3. Masa Kini Lebih Baik Dari Masa Lalu
  4. Hikmat Lebih Baik Daripada Kekayaan
  5. Penyerahan Diri Lebih Baik Daripada Kemarahan

 

Apabila Bp/Ibu merasa bahwa pengajaran yang kita dengar hari ini terasa ganjil, ingatlah bahwa nasihat-nasihat itu berasal dari seseorang …….

  1. Yang telah mengalami segala-sesuatu yang ditawarkan oleh hidup ini
  2. Yang menemukan bahwa hidup di bawah matahari ada kekurangannya
  3. Yang memberikan nasihat dari perspektif hikmat dan insprirasi
  4. Yang memberikan nasihat-nasihat ini agar kita dapat memanfaatkan waktu kita “di bawah matahari” dengan sebaik-baiknya.

Apakah Bp/Ibu mau menerima nasihat sang Pengkhotbah dan menarik manfaat daripadanya? Ataukah kita lebih memilih belajar melalui pengalaman hidup kita sendiri, dan seringkali menjadi terlambat untuk melakukan sesuatu?

“Siapa bertelinga hendaklah ia mendengar!”

 

Renungan pada Ibadah Doa di Rajawali Family Ministries 28 Februari 2015.

 

Artikel oleh: March 3, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Ecclesiastes (Renungan Alkitabiah dari Kitab Pengkhotbah)  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda