KETIKA HIDUP SEPERTINYA TIDAK ADIL

Lukas 7: 18 – 35

Keadilan Tuhan

By: Pdt. Rudy Suwardi

Pernahkah Anda merasa hidup ini tidak adil? Orang-orang Kristen memang mudah merasa frustrasi ketika melihat orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus tampaknya memiliki hidup yang lebih baik. Seorang pengusaha berlaku curang, tetapi tetap memenangkan kontrak-kontrak yang besar. Orang yang selalu berpesta pora kelihatannya tetap sehat dan kuat, sedangkan Anda dan orang-orang yang Anda kasihi bergumul dengan masalah keuangan atau masalah kesehatan. Hal seperti ini mungkin membuat anda merasa dicurangi. Seakan-akan semua ketaatan yang anda lakukan kepada Tuhan tidak ada gunanya.

Bila Anda pernah memiliki perasaan demikian, Anda tidak sendirian. Yohanes Pembaptis juga pernah memiliki perasaan tersebut. Dalam perikop yang baru saja kita baca, Yohanes Pembaptis sedang merasa kecewa bahwa hidup ini sepertinya tidak adil.

Bp/Ibu, benarkah hidup ini tidak adil? Kita akan merasa kecewa jika kita memaksakan definisi atau standar keadilan kita kepada Tuhan. Ketika  Tuhan melakukan sesuatu atau ketika Tuhan tidak berbuat sesuatu yang sesuai dengan pengharapan kita, maka kita akan menilai Tuhan tidak adil.

Pagi ini kita akan mencari jawaban dari pertanyaan “Benarkah hidup ini tidak adil?” Kita akan merenungkannya dengan mempelajari keadaan yang sedang dialami oleh Yohanes Pembaptis dalam perikop yang kita baca.

Ada lima pelajaran yang dapat kita tarik dari perikop ini. Kita mulai dengan pelajaran pertama hari ini

1.   Tuhan tidak harus bekerja sesuai dengan pengharapan kita.

Ayat 18 menyatakan:  Ketika Yohanes mendapat kabar tentang segala peristiwa itu dari murid-muridnya

Bp/Ibu perlu tahu bahwa murid-murid Yohanes Pembaptis membawa berita kepadanya karena ia sedang berada di dalam penjara. Yohanes Pembaptis berada di dalam penjara karena ia berani menegur Raja Herodes yang menikah dengan Herodias.  Adapun Herodias sebelumnya adalah istri dari Filipus, adik dari Raja Herodes. Perkawinan itu melanggar hukum sehingga Yohanes mengatakannya tidak halal.

Karena keberaniannya menegur raja, maka Yohanes Pembaptis dipenjarakan di penjara bawah tanah di dalam istana. Dapat kita bayangkan betapa menderitanya Yohanes Pembaptis dikurung di dalam penjara, apalagi penjara itu di bawah tanah, sedangkan kita tahu bahwa Yohanes Pembaptis adalah seorang yang selalu berkelana.

Kabar yang disampaikan oleh murid-murid Yohanes Pembaptis adalah mungkin tentang mukjizat terbaru yang dilakukan oleh Yesus yakni membangkitkan anak muda di Nain yang telah meninggal dunia. Lihat pasal 7: 13-17.

Dalam keadaan lesu di penjara, Yohanes bertambah bingung dengan adanya berita yang ia dengar tentang pelayanan Yesus. Ia tidak pernah membayangkan bahwa seorang Mesias akan melakukan perbuatan seperti itu.

Yohanes berpikir tentang hal yang sama dengan apa yang kita pikirkan. Kita semua memiliki skenario dalam pikiran kita masing-masing. Kita memiliki pendapat tentang apa yang seharusnya diperbuat oleh orang-orang lain.

Kadang-kadang kita berharap agar Tuhan melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Kita biasanya menentukan secara rinci dalam doa-doa kita tentang apa yang kita inginkan terjadi dalam hidup kita. Apabila Tuhan tidak melakukannya sesuai dengan rincian kita, maka kita nilai Tuhan tidak berhasil memenuhi pengharapan kita.

Pengharapan kita mencakup berbagai jenis situasi. Umpamanya, kita berharap agar Tuhan menolong kita memperoleh pekerjaan tertentu. Kita berharap agar Tuhan menyembuhkan kita dari sakit-penyakit tertentu. Juga kita mungkin berharap agar kehidupan Kristen kita bebas dari segala macam persoalan.

Kadang-kadang kita menengok ke sekeliling kita, dan membanding-bandingkan keadaan kita dengan keadaan orang lain. Kalau kita  menilai keadaan kita lebih buruk dari orang lain, paling tidak kita berpikir sendiri, “Tuhan, ini tidak adil.  Engkau tidak memperlakukan aku dengan baik.”

Bahkan orang yang sehebat Yohanes Pembaptis sekalipun bergumul dengan kebingungannya tentang apakah Tuhan sudah memperlakukan dia dengan adil. Ia menuntut agar perjuangannya di dalam pelayanan tidak diabaikan atau dilupakan begitu saja. Ia merasa dirinya tidak layak berada dalam penjara. Ia seharusnya menerima pertolongan dari Yesus untuk keluar dari penjara, bukan anak muda di Nain yang malah dibangkitkan dari kematian.

 

2.   Keraguan yang jujur bukanlah dosa.

Yohanes Pembaptis bukan hanya bingung dengan apa yang dilakukan oleh Yesus, tetapi ia lebih bingung lagi dengan apa yang tidak dilakukan oleh Yesus. Mengapa Yesus menolong orang-orang lain yang tidak layak menerimanya. Sebaliknya Yesus membiarkan dirinya mendekam di dalam penjara bawah tanah yang gelap dan pengap. Bukankah dirinya telah mengumumkan kepada orang-orang Israel bahwa Yesus adalah “Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia” sebagaimana dinyatakan dalam Yoh 1: 29?

Bukankah dirinya selalu setia melaksanakan tugas-tugas pelayanan yang diberikan kepadanya? Bagaimana mungkin Tuhan mengizinkan dirinya berada di dalam penjara?

Saya tidak mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis tidak lagi percaya kepada Yesus, tetapi ia mempertanyakan tentang gaya pelayanan Yesus dan kabar yang disampaikan Yesus dalam pelayanan-Nya.

Yohanes Pembaptis adalah orang yang hebat, tetapi ia bukanlah manusia yang sempurna. Kita sedang menyaksikan hari-hari yang paling gelap dalam hidup Yohanes Pembaptis.

Menurut ayat 19, Yohanes Pembaptis kecewa dan bingung, sehingga ia mengirimkan dua orang muridnya untuk bertanya kepada Yesus: “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?”

Yohanes Pembaptis tidak menyembunyikan keraguan dan ketakutannya. Bp/Ibu, kita hanya dapat mengatasi keraguan kalau kita mengakuinya.

Hampir semua tokoh dalam Alkitab pernah mengalami keraguan dan ketidakpastian pada satu masa dalam hidupnya.

Dalam Bilangan 11: 10-15, Musa siap untuk meninggalkan pelayanannya ketika bangsa Israel meminta daging di padang gurun setelah mereka mendapat manna setiap hari.

Dalam 1 Raja-Raja 19 Elia bersembunyi di Gunung Horeb karena takut pada ancaman Izebel yang akan membunuhnya, sehingga ia ingin mati saja.

Dalam Yeremia 20, Yeremia berkeluh kesah akibat tekanan jabatannya.

Bahkan Paulus dalam 2 Korintus 1: 8-9 mengalami putus asa karena penderitaannya di Asia Kecil.

Max Lucado dalam bukunya “Ketika Tuhan membisikkan Namamu” menggambarkan perasaan Yohanes Pembaptis dengan penjelasan sebagai berikut: “Yohanes tidak pernah tahu arti keraguan. Kelaparan, ya. Kesepian, sering. Tetapi keraguan, tidak pernah. Hanya memiliki keyakinan yang baku, pernyataan yang tegas, dan kebenaran yang kokoh, demikianlah Yohanes Pembaptis. Keyakinannya begitu panas, layaknya matahari di padang gurun. Kini matahari sudah tertutup. Sekarang keberaniannya sudah menyusut. Sekarang awan datang. Dan sekarang ketika ia menghadapi kematian, ia tidak mengangkat kepal tangan tanda kemenangan; ia hanya mengangkat sebuah pertanyaan. Perbuatannya yang terakhir bukanlah sebuah proklamasi tentang kebenaran tetapi suatu pengakuan tentang kebingungan. “Selidiki apakah Yesus Anak Allah atau bukan.” Orang yang mempersiapkan jalan bagi Mesias sekarang takut melakukan kesalahan. “Selidiki apakah aku telah menyampaikan kebenaran.” “Selidiki apakah aku telah mengutus orang kepada Mesias yang benar.” “Selidiki apakah aku benar ataukah aku sudah tertipu.”

Pada kasus Yohanes, keraguannya bukan timbul dari ketidakpercayaan yang disengaja tetapi dari keraguan yang timbul karena tekanan jasmani dan kekacauan emosi yang sedang dialaminya.  Yohanes Pembaptis benar-benar ingin tahu jawabannya.

 

3.   Satu-satunya pengujian yang sah terhadap pernyataan Yesus adalah dengan pengujian  kebenaran

Ayat 22: Dan Yesus menjawab mereka: “Pergilah, dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu lihat dan kamu dengar: Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik.

Yesus tidak menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh murid-murid Yohanes Pembaptis secara langsung. Ia tidak menyuruh murid-murid Yohanes pulang dengan membawa argumen-argumen teologis ataupun filosofi  tingkat tinggi. Dia mengatakan: “Perbuatan-Ku berbicara lebih lantang daripada perkataan-Ku. Mukjizat-mukjizat-Ku menjawab semua pertanyaan Yohanes. Pulanglah dan beritahukan padanya apa yang sudah engkau lihat.”

Pertanyaannya adalah, apakah Yesus menggenapi nubuatan Alkitab tentang Mesias? Siapapun yang mengklaim dirinya sebagai Mesias harus diuji kebenarannya dengan memperbandingkannya terhadap apa yang tertulis di dalam Alkitab. Hanya Yesus saja yang memenuhi standar-standar tersebut. Dia meminta Yohanes Pembaptis agar memperbandingkan perbuatan dan pernyataan Yesus dengan nubuatan dalam Kitab Perjanjian Lama. Kata-kata yang diucapkan Yesus adalah sesuai dengan nubuatan nabi Yesaya. Yesus meminta Yohanes untuk memeriksa buktinya.

Yesus melengkapi pesan-Nya bagi Yohanes dengan pernyataan pada ayat 23: Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.

Charles Swindoll memerinci janji berkat “Berbahagialah” dari ayat 23 tersebut sebagai berikut, “Berbahagialah mereka yang seperti Ayub, mereka menderita, namun setia. “Berbahagialah mereka yang seperti Yusuf, mereka mengalami perlakuan yang tidak adil namun tidak mau hidup dalam kepahitan. “Berbagialah mereka yang seperti Hosea, mereka tetap berjalan dalam ketaatan meskipun pasangannya meninggalkan mereka. “Berbahagialah mereka yang seperti Paulus, mereka berdoa untuk kesembuhan dari duri dalam daging, namun sekaligus juga menyatakan “Kasih karunia-Nya cukup bagiku.” “Berbahagialah mereka yang dapat hidup dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab, mereka dapat merasa tenteram dengan apa yang mereka lihat, dan mereka dapat menantikan dengan sabar sampai Tuhan mengungkapkan apa yang tidak dapat mereka lihat.

 

4.   Keraguan Yohanes tidak mengurangi penghargaan atas pelayanannya

Yesus tidak mau orang banyak mencemooh Yohanes Pembaptis. Karena itu Yesus dengan sengaja memberi penghargaan bagi Yohanes. Ayat 24: Setelah suruhan Yohanes itu pergi, mulailah Yesus berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes: “Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun? Melihat buluh yang digoyangkan angin kian ke mari?

Yesus bertanya kepada orang banyak, apa yang mereka lihat ketika mereka pergi ke padang gurun untuk mendengar Yohanes berkotbah. Apakah Yohanes itu adalah buluh yang digoyangkan angin kian kemari. Bukan. Karena keberanian dan keyakinannya yang saleh maka Yohanes berada di dalam penjara.

Selanjutnya kita baca ayat 25: Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian halus? Orang yang berpakaian indah dan yang hidup mewah, tempatnya di istana raja.

Yesus selanjutnya bertanya apakah orang banyak itu melihat orang yang berpakaian halus? Bukan. Yang mereka lihat adalah seorang nabi yang menyampaikan pesan yang keras kepada orang yang terhilang supaya mereka bertobat.

Ayat 26-27: (26) Jadi untuk apakah kamu pergi? Melihat nabi? Benar, dan Aku berkata kepadamu, bahkan lebih dari pada nabi. (27) Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu.

Yohanes Pembaptis adalah jembatan dari zaman Perjanjian Lama menuju zaman Perjanjian Baru. Yohanes Pembaptis adalah nabi terakhir dari zaman Perjanjian Lama. Yohanes Pembaptis memiliki hak istimewa menjadi pembawa berita yang bertugas untuk memperkenalkan Mesias kepada Israel.

Selanjutnya ayat 28: Aku berkata kepadamu: Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorangpun yang lebih besar dari pada Yohanes, namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar dari padanya.”

Yohanes Pembaptis adalah orang yang paling besar di antara semua orang yang dilahirkan pada zamannya. Namun kebesaran Yohanes Pembaptis tidak ada artinya dibandingkan dengan mereka yang dapat menikmati berkat untuk hidup dalam zaman kasih karunia. Yesus tidak bermaksud mengatakan bahwa semua orang percaya pada masa kini adalah lebih besar dari Yohanes Pembaptis dalam hal kuasa dan karakternya. Yesus bermaksud mengatakan bahwa hidup dalam zaman baru kasih karunia memiliki keuntungan yang lebih besar daripada yang dimiliki oleh Yohanes Pembaptis.

 

5.   Tidaklah bijaksana mempermainkan nasibmu dalam kekekalan

Ayat 29-32: (29) Seluruh orang banyak yang mendengar perkataan-Nya, termasuk para pemungut cukai, mengakui kebenaran Allah, karena mereka telah memberi diri dibaptis oleh Yohanes. (30) Tetapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menolak maksud Allah terhadap diri mereka, karena mereka tidak mau dibaptis oleh Yohanes. (31) Kata Yesus: “Dengan apakah akan Kuumpamakan orang-orang dari angkatan ini dan dengan apakah mereka itu sama? (32) Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis.  

Yesus menyebut orang-orang Farisi atau para pemimpin agama pada masa itu bersikap kekanak-kanakan. Mereka kekanak-kanakan karena tidak ada apapun yang dapat memuaskan hati mereka. Mereka tidak ubahnya seperti anak-anak yang manja dan sedang merajuk. Mereka tidak puas terhadap gaya pelayanan Yohanes dan mereka juga mengkritik gaya pelayanan Yesus.

Yesus menggambarkan mereka seperti anak-anak yang sedang bermain dalam suatu permainan dan mereka mengeluh karena Yohanes dan Yesus tidak bermain sesuai dengan cara yang mereka inginkan.

Gaya pelayanan Yesus digambarkan seperti orang yang memainkan nada-nada ringan dengan seruling, sedangkan Yohanes Pembaptis digambarkan memainkan musik yang mengiringi lagu-lagu perkabungan. Namun orang-orang Farisi itu tidak menyukai kedua-duanya.

Selanjutnya mari kita baca ayat 33: Karena Yohanes Pembaptis datang, ia tidak makan roti dan tidak minum anggur, dan kamu berkata: Ia kerasukan setan.

Pada ayat ini dikatakan, orang-orang Farisi itu tidak menyukai gaya Yohanes yang keras, dan mengatakan Yohanes kerasukan setan.

Ayat 34: Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan kamu berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.

Ketika Yesus datang untuk menjangkau orang-orang berdosa, mereka mengatakannya sebagai seorang pelahap/rakus karena Yesus sering makan dan minum bersama-sama orang berdosa.

Ayat 35: Tetapi hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya.

Hikmat/kebijaksanaan Allah terbukti kebenarannya oleh hidup, karakter dan perbuatan anak-anak Allah yang menerimanya.

Orang-orang Farisi pada dasarnya menolak semua pesan yang datang dari Tuhan, terlepas dari siapapun yang membawa beritanya, baik Yohanes ataupun Yesus. Mereka yang menolak keselamatan dari Tuhan tidak mendapatkan tempat di Surga yang kekal.

Kesimpulan

Izinkan saya mengakhiri renungan hari ini dengan mengatakan, “Ada bahaya yang nyata di dalam pengharapan yang tidak realistis.” Yohanes Pembaptis pada dasarnya memiliki pengharapan yang tidak realistis dan tidak benar tentang bagaimana cara Tuhan bekerja. Hal ini membuat dirinya kecewa dan merasa diperlakukan tidak adil.  Yohanes ingin agar Yesus berubah dan bertindak sesuai dengan pengharapannya atau sesuai dengan standar pribadinya. Namun seharusnya Yohanes sendirilah yang perlu mengubah pengharapan pribadinya tentang Yesus.

Kita semua juga sering memiliki pengharapan, gagasan atau standar pribadi tentang bagaimana Tuhan harus bekerja. Sebagian orang tidak pernah mau menyerah dan tidak mau membiarkan Tuhan untuk bertindak sebagai Tuhan. Mereka memiliki pengharapan atau membuat standar sendiri.

Kita adalah orang-orang yang terbatas dan mempunyai pikiran yang terbatas. Kita tidak dapat memahami segala sesuatu tentang Tuhan kita yang tidak terbatas. Karena itu akan selalu ada pertanyaan-pertanyaan atau keraguan yang tidak terjawab.

Orang-orang Farisi berbeda dengan Yohanes Pembaptis. Mereka bukan memiliki keraguan, tetapi mereka memiliki ketidakpercayaan. Neraka adalah tempat yang ditetapkan Tuhan dalam kekekalan bagi orang yang tidak percaya.

Cara yang terbaik adalah mengijinkan Tuhan untuk bertindak  sesuai dengan cara-Nya.

Akhirnya marilah kita buka 1 Kor 13:12 dan membuat ayat ini sebagai doa penutup. Saya akan menggunakan versi Bahasa Indonesia sehari-hari:  Bapa di dalam Surga, apa yang kami lihat sekarang ini adalah seperti bayangan yang kabur pada cermin. Tetapi nanti kami akan melihat langsung dengan jelas. Sekarang kami belum tahu segalanya, tetapi nanti kami akan tahu segalanya sama seperti Allah tahu segalanya mengenai diri kami. Amin

 

 

 

Artikel oleh: May 7, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Luke (Renungan Alkitabiah dari Kitab Lukas)  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda