Kekosongan

Kekosongan

“Karena siapa dapat makan dan merasakan kenikmatan di luar Dia?” (Pengkhotbah 2 : 25)

 

Pengajaran tentang hikmat memaparkan tentang bagaimana cara kita menghormati orang lain, menghindari kejahatan, cara mengendalikan kata-kata, nilai-nilai kerja keras, menjadi pendengar yang baik, dan lain-lain. Semuanya itu membawa kita kepada suatu kehidupan yang lebih bijaksana.  Nilai-nilai dari hikmat itu memungkinkan seseorang berjalan dalam terang dari pada tertatih-tatih dalam kegelapan. Tidak ada orang yang berpikiran sehat mau hidup dalam kegelapan terus-menerus.

Tetapi kemudian Pengkhotbah berpikir tentang pokok persoalannya.  Bagi Pengkhotbah sendiri, persoalan sebenarnya bukanlah masalah bagaimana kita menjalani hidup ini, melainkan karena “nasib yang sama menimpa baik yang berhikmat maupun yang bodoh” (ay 14).  Jadi, apakah gunanya orang berhikmat mengikuti semua arutan, bahkan mungkin mengetahui semua hukum yang benar, tetapi hanya untuk menemui tujuan yang sama seperti orang yang terbodoh di dunia?  Baginya, pada hari-hari selanjutnya, baik orang berhikmat ataupun orang bodoh, sama-sama akan dilupakan orang.  Orang berhikmat, mungkin akan mendapatkan suatu upacara pemakaman yang hebat disertai kata sambutan yang panjang lebar dengan menceritakan segala kebaikan dari orang tersebut. Tetapi setelah itu selesailah sudah! Demikian juga ketika orang bodoh dimakamkan. Mungkin akan berlangsung lebih singkat, lebih sederhana, dan tanpa kata sambutan yang berkesan. Setelah itu keduanya dilupakan. Selesai! Pada akhirnya, Pengkhotbah berkata dengan sinis, “Oleh sebab itu aku membenci hidup…”

Pencarian akan arti hidup yang sejati namun meniadakan peran Tuhan didalamnya, maka hasilnya mengecewakan dan mengalami kekosongan jiwa.  Sesungguhnya kepuasan itu adalah anugerah Tuhan.  Tanpa anugerah-Nya maka hidup itu seperti suatu kutukan, tetapi orang percaya dapat menikmati hidup dengan sepenuhnya (1 Tim 4:4; 6:6-8).  Pilihan ada di tangan kita.  Kita boleh memilih arti, tujuan serta kepuasan itu dengan melihat bahwa hidup itu adalah anugerah Tuhan dengan hidup dalam kerendahan hati dan penuh ucapan syukur; atau dengan memakai jalan orang berdosa (ay 26).

 

Meniadakan eksistensi Tuhan, yakni dengan menolak untuk berserah kepada Tuhan, maka kita berjalan bagaikan dalam sebuah lorong yang buntu, tanpa harapan!

 

Artikel oleh: May 1, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Ecclesiastes (Renungan Alkitabiah dari Kitab Pengkhotbah)  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda