Nyatakan Kasihmu Dengan Kebajikan

1 Kor. 13:4

love in action

Minggu yang lalu Bapak Gembala sudah menguraikan pasal 13 dari Kitab 1 Korintus secara lengkap. Pagi ini saya ingin mengambil ayat 4 dari pasal 13 ini: “(4) Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.”
Sebagai pengantar kotbah ini, saya ingin menyampaikan suatu hasil survei yang diadakan untuk mengetahui pandangan anak-anak tentang kasih.

Apa kasih itu di mata anak-anak?

  • Ketika oma-ku terserang rematik, ia tidak dapat membungkuk dan tidak dapat lagi memulas kuku kakinya. Maka opa-ku yang memulas kukunya dengan cat kuku meskipun tangan opaku juga kena rematik. Itu adalah kasih.
  • Ketika seseorang mengasihimu, cara dia memanggil namamu berbeda, “honey” “sayang”. Kamu tahu bahwa namamu disimpan dengan aman di dalam mulutnya (tidak pernah dipakai).
  • Kasih adalah ketika seseorang menyakitimu, dan kamu begitu marah, tetapi kamu tidak menghardik dia karena kamu tahu hal itu akan menyakiti perasaannya.”
  • Kasih itu ketika bundaku membuatkan kopi untuk ayahku dan ia menyeruputnya satu tegukan sebelum diberikan kepada ayahku, untuk memastikan bahwa manisnya sudah cukup.
  • Kasih adalah ketika bundaku melihat ayah yang berkeringat dan bau tetapi bunda masih tetap mengatakan bahwa ayah lebih ganteng dari Ari Wibowo.
  • Jika kamu ingin belajar mengasihi dengan lebih baik, kamu harus mulai dengan mengasihi teman yang kamu benci.
  • Kasih itu adalah ketika kamu mengatakan kepada seseorang bahwa kamu menyukai bajunya, lalu ia mamakainya setiap hari.
  • Dan yang terakhir, seorang penulis yang juga seorang dosen, Leo Buscaglia, pernah bercerita bahwa pada suatu waktu ia duduk sebagai juri dalam suatu kontes untuk menemukan anak yang paling peduli. Pemenangnya adalah seorang anak berusia empat tahun yang mempunyai tetangga seorang kakek tua yang istrinya baru saja meninggal dunia. Ketika melihat kakek ini menangis, anak kecil ini masuk ke halaman rumah sang kakek, dan naik ke pangkuannya dan duduk di situ.  Ibunya bertanya kepada anak itu, apa yang ia katakan kepada sang kakek? Anak kecil itu menjawab,” Tidak ada, aku hanya membantu dia menangis!” (menangis bersama-sama haha…)

Hari ini saya ingin menekankan satu aspek yang lain mengenai kasih, yaitu bahwa Kasih adalah perintah. Dalam Kitab Yohanes, Yesus jelas-jelas mengatakan bahwa kasih adalah perintah yang diberikan-Nya kepada kita:

  • Dalam Yoh 13:34 Yesus mengatakan, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.”
  • Yoh 15:12, Yesus mengatakan: “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.”

I Kor 13:4 yang sudah kita baca bersama-sama menjelaskan sifat-sifat dari kasih: “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.”

Apabila sifat-sifat kasih dalam ayat 4 tersebut kita rangkum, maka kita dapat mengatakan bahwa KASIH ADALAH KEBAJIKAN.
Sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong pada dasarnya adalah kebajikan.

Pertanyaannya adalah bagaimana caranya menyatakan kasih dengan kebajikan?

Sekali lagi, kasih adalah perintah dari Yesus, yaitu untuk saling mengasihi seperti Yesus mengasihi kita. Karena itu kita harus menjadikan Tuhan Yesus sebagai contoh atau teladan dalam mengamalkan kebajikan.

Marilah kita simak kisah dalam Lukas 8:40-56. Dalam perikop ini kita melihat Yesus berbuat  kebajikan kepada 2 orang yang sama sekali berbeda status sosialnya.

Yang pertama ialah Yairus, seorang laki-laki dan yang kedua adalah perempuan yang mengalami sakit pendarahan. Yang pertama adalah seorang yang kaya raya, mempunyai pengaruh dan pimpinan sebuah rumah ibadat. Yang kedua adalah seorang yang dikucilkan oleh masyarakat, miskin dan tidak dikenal. Namun, Yesus memperlakukan mereka berdua dengan kebajikan yang besar.

Pada saat kisah ini terjadi, Yesus telah memperoleh popularitas dan sedang berada di puncak popularitasnya. Orang-orang menghormati Dia sebagai seorang penyembuh dan seorang guru. Orang-orang berkerumun mengelilingi Yesus kemanapun Dia pergi. Meskipun demikian ada kalanya Yesus pergi secara diam-diam untuk mencari waktu agar dapat beristirahat dan berdoa.

Tetapi meskipun ada tekanan dari popularitas-Nya, meskipun kerumunan massa secara terus menerus mendesak di sekitar-Nya, meskipun begitu banyak hal yang menuntut waktu-Nya, Yesus, di dalam kebajikan-Nya menghentikan semua hal yang sedang dilakukan-Nya untuk membantu Yairus maupun perempuan yang sakit pendarahan dan memenuhi kebutuhan mereka.

Ada pepatah yang mengatakan, “Kasih yang cuma dikatakan di mulut akan dengan mudah dilupakan orang. Tetapi kasih melalui perbuatan akan selalu dikenang.” Yesus tidak hanya membicarakan kasih dan kebajikan, tetapi Ia melakukannya dalam perbuatan sebagai teladan bagi kita.

Marilah kita lihat bagaimana caranya Yesus berbuat kebajikan kepada Yairus dan perempuan yang sakit pendarahan, agar kita dapat mempraktekkannya pada masa kini.

1.    Yesus Memberi Perhatian kepada Mereka
Pelajaran pertama adalah Yesus memberi perhatian kepada Yairus dan kepada perempuan yang sakit pendarahan  dan memperhatikan kebutuhan mereka.

Mari kita baca Luk 8:40-42: “(40) Ketika Yesus kembali, orang banyak menyambut Dia sebab mereka semua menanti-nantikan Dia. (41) Maka datanglah seorang yang bernama Yairus. Ia adalah kepala rumah ibadat. Sambil tersungkur di depan kaki Yesus ia memohon kepada-Nya, supaya Yesus datang ke rumahnya, (42) karena anaknya perempuan yang satu-satunya, yang berumur kira-kira dua belas tahun, hampir mati. Dalam perjalanan ke situ Yesus didesak-desak orang banyak.”

Pada awal perikop ini tidak dijelaskan kemana tujuan Yesus akan pergi. Yesus mungkin sedang dalam perjalanan menuju tempat yang lapang di mana Ia dapat mengajar dan berkotbah kepada kelompok orang-orang yang berkerumun di sekeliling-Nya. Kegiatan mengajar / berkotbah adalah kegiatan yang sangat penting.

Tetapi ketika Yairus datang dan menjelaskan tentang keadaan anaknya, kita membaca bahwa “Ketika Yesus kembali…………….” nyata, bahwa Yesus segera merubah tujuannya dan mulai mengikuti Yairus karena keadaan anak Yairus lebih mendesak daripada kegiatan mengajar/kotbah  yang mungkin sudah dijadwalkan.

Aplikasinya: Bagaimanakah Sdr menangani gangguan? Beberapa orang hanya dapat bekerja dengan baik pada waktu menangani suatu tugas tertentu, karena dengan demikian ia dapat berkonsentrasi sampai tugas itu selesai. Mereka biasanya tidak dapat menangani 2-3 hal dengan baik pada waktu yang sama. Maka ketika mereka berkonsentrasi pada satu hal dan seseorang menginterupsi dia, mereka menganggap hal itu sebagai gangguan. Mereka pada umumnya tidak dapat menangani gangguan dengan baik. Mungkin Sdr juga mengalami hal yang sama.

Namun sejalan dengan bertambahnya usia, Sdr belajar bahwa kadang-kadang interupsi / gangguan dikirim oleh Tuhan.  Peluang untuk melayani akan hilang jika Sdr mengabaikannya. Jika Sdr tetap melanjutkan proyek Sdr sendiri dan tidak mau diganggu atau jika Sdr tidak cukup flexible untuk berganti arah, maka Sdr akan kehilangan peluang-peluang besar yang diberikan oleh Tuhan di hadapan Sdr.

Yesus memberi perhatian kepada Yairus dan merubah rencana-Nya dan berganti arah tujuan-Nya. Tetapi Yairus bukanlah satu-satunya gangguan pada saat itu. Yesus flexible dan bersedia menerima interupsi sehingga Dia dapat memenuhi satu kebutuhan lainnya dalam perjalanan menuju rumah Yairus.

Dengarkanlah ayat 43-46: “(43) Adalah seorang perempuan yang sudah dua belas tahun menderita pendarahan dan yang tidak berhasil disembuhkan oleh siapapun. (44) Ia maju mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya, dan seketika itu juga berhentilah pendarahannya. (45) Lalu kata Yesus: “Siapa yang menjamah Aku?” Dan karena tidak ada yang mengakuinya, berkatalah Petrus: “Guru, orang banyak mengerumuni dan mendesak Engkau.” (46) Tetapi Yesus berkata: “Ada seorang yang menjamah Aku, sebab Aku merasa ada kuasa keluar dari diri-Ku.”

Ada kerumunan orang di se-keliling Yesus, dan semua orang dalam keadaan sedang tergesa-gesa menuju rumah Yairus.  Namun Yesus dapat membedakan sentuhan yang berasal dari kerumunan orang itu dengan sentuhan pribadi dari perempuan yang membutuhkan pertolongan-Nya.
Dunia kita semakin individualistis. Contohnya, untuk membeli tiket pesawat, membeli buku, atau barang-barang lainnya, Sdr tidak perlu lagi berhadapan dengan petugas penjualan, Sdr cukup berhadapan dengan computer.

Contoh lainnya, jika Sdr menghubungi call center sebuah bank, Sdr akan dijawab oleh mesin komputer, bukan oleh operator tilpon. “Jika Sdr akan menyampaikan pengaduan tentang rekening Sdr, tekan 1. Jika Sdr ada masalah dengan kartu kredit, tekan 2.” Jika Sdr menekan 2, mesin melanjutkan: “Tekan nomor kartu kredit Sdr.” Setelah Sdr menekan nomor kartu kredit, mesin masih melanjutkan “Untuk aktivasi kartu tekan 1, untuk informasi tagihan, tekan 2.” Demikian seterusnya, Sdr hampir tidak pernah dilayani oleh operator.
Dunia kita semakin individual. Tetapi Yesus menyediakan waktu untuk berhenti di tengah-tengah kerumunan orang untuk memberikan perhatian pribadi, seolah-olah hanya ada perempuan yang sakit pendarahan itu di sana.

2.    Yesus Menyatakan kebajikan Dengan Memberi Kekuatan Kepada Perempuan Itu
Kedua, Yesus menyatakan kebajikan dengan memberikan kekuatan kepada perempuan itu. Ayat 47-48 memberitahukan kepada kita, “(47) Ketika perempuan itu melihat, bahwa perbuatannya itu ketahuan, ia datang dengan gemetar, tersungkur di depan-Nya dan menceriterakan kepada orang banyak apa sebabnya ia menjamah Dia dan bahwa ia seketika itu juga menjadi sembuh. (48) Maka kata-Nya kepada perempuan itu: “Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!”

Pertama-tama, Sdr perlu tahu bahwa karena penyakitnya, perempuan yang sakit pendarahan itu dikucilkan oleh masyarakat. Masyarakat memperlakukan perempuan itu seperti memperlakukan orang-orang yang sakit kusta. Dan karena penyakitnya, perempuan itu sudah berpisah dengan keluarganya selama 12 tahun.

Percaya dirinya sudah jatuh ke tingkat yang paling rendah. Karena itu Yesus memberikan kekuatan kepadanya. Yesus memberi kekuatan kepada perempuan itu dengan mendengarkan kisahnya yang menyedihkan.

Dalam perikop ini kita hanya dapat membaca kisah yang sangat singkat tentang apa yang diceritakan perempuan itu kepada Yesus. Perempuan itu mempunyai kisah hidup selama 12 tahun untuk diceritakan. Lagi pula saat ini adalah kali pertama ia kembali memperoleh perhatian dari seseorang. Saya dapat membayangkan, perempuan itu mencurahkan semua isi hatinya, dan Yesus mendengarkan. Dengan jalan mendengarkan, dengan menatap wajah perempuan itu, dengan menyimak kata-kata perempuan itu, Yesus memberikan kekuatan kepadanya.

Aplikasinya: Apakah Sdr adalah pendengar yang baik? Kebanyakan dari kita mungkin bukan pendengar yang baik. Kita berpapasan satu sama lain dan berkata, “Apa kabar?” Dan kita pasti tahu jawabannya adalah: “Kabar baik.” Tetapi apakah Sdr pernah terperangkap basah atas kepura-pura-an Sdr dan orang itu betul-betul menceritakan perasaannya?

Ada seorang hamba Tuhan yang mempunyai pengalaman, suatu kali ia bertanya kepada seorang wanita, “Apa kabar?” Perempuan itu menjawab, “Bapak Pendeta, anda sebetulnya tidak mau tahu.” Pendeta itu berkata, “Ia memang benar. Aku sebenarnya tidak mempunyai waktu untuk mendengarkan dia. Aku sedang tergesa-gesa untuk melakukan sesuatu.” Banyak dari antara kita betul-betul tidak mau menyediakan waktu untuk mendengarkan. Betul, kan?

Ada pengalaman pribadi dari Erma Bombeck, seorang penulis dari Amerika tentang hal ini. Pada suatu hari, Erma Bombeck merasa jenuh untuk mendengarkan. Ia sudah mendengarkan putranya yang bercerita sangat detil tentang film yang baru ditontonnya di bioskop.

Lalu ia menerima banyak sambungan tilpon yang untuk percakapan yang tidak ada artinya. Akhirnya ia merasa benar-benar bebas setelah berhasil memberitahukan penilpon terakhir bahwa ia harus segera berangkat ke bandara.

Ia masuk ke dalam taksi dan sementara pengemudi taksi membawanya ke bandara, pengemudi itu bercerita tentang anaknya yang mendapat bea siswa untuk kuliah, dan anak itu selalu mendapat nilai A dalam semua ujiannya. Erma tidak mempunyai pilihan lain, ia harus tetap duduk di taksi dan mendengarkannya.

Lalu katanya, “Ketika tiba di bandara, aku menyadari bahwa aku tiba 30 menit lebih pagi. Aku bisa bernapas lega dan berpikir, “Aku masih punya 30 menit dimana aku tidak perlu mendengarkan siapapun juga. Aku dapat duduk-duduk saja dan membaca buku tanpa diganggu oleh siapapun juga.”

“Tetapi, belum lama aku membuka buku, suara seorang perempuan lanjut usia berkata kepadaku, “Aku bertaruh, pasti dingin di Chicago.”  Mungkin saja, jawab Erma Bombeck tanpa berpaling dari bukunya.

“Aku sudah 3 tahun tidak ke Chicago,” kata perempuan itu. “Anakku tinggal disana.” Menyenangkan,  kata Erma. Lalu perempuan itu melanjutkan, “Jenazah suamiku ada di pesawat ini. Kami sudah menikah selama 53 tahun. Aku tidak dapat mengemudi. Karena itu Direktur Rumah Duka mengantarkan aku ke bandara ini.

Erma mengingat kembali kejadian itu, “Perempuan itu terus berceloteh. Ia tidak menginginkan uang atau nasehat atau saran. Yang diinginkannya adalah seseorang yang mau mendengarkan.

Erma Bombeck berkata, “Ia terus berbicara kepadaku sampai ada pengumuman untuk masuk ke pesawat. Kami berjalan bersama-sama ke pesawat dan aku melihat ia duduk di bagian lain. Dan ketika aku menggantungkan jaketku, aku mendengar ia berkata kepada orang di sebelahnya, “Aku berani bertaruh, pasti dingin di Chicago.”

Begitu banyak di antara kita yang memerlukan seseorang, yang mau menyediakan waktu untuk mendengarkan, yang mau memberi perhatian  dan mendengarkan apa yang kita katakan.

Saya pikir Yesus memberi kekuatan kepada perempuan yang sakit pendarahan itu, bukan hanya dengan perbuatan-Nya, tetapi juga dengan apa yang dikatakan-Nya kepada perempuan itu, “Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!”

Kekuatan yang luar biasa! Seseorang yang tersisihkan, seorang perempuan yang tidak dapat bersosialisasi dengan orang lain, yang tidak pernah merasakan sentuhan manusia untuk jangka waktu yang lama.  Dan sekarang Yesus berkata, “imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat.”  Yesus menyatakan kebajikan dengan cara memberikan kekuatan.”

3.    Yesus Menyatakan kebajikan Dengan Rendah Hati
Pada akhirnya, Yesus menyatakan kebajikan dengan rendah hati.

Perhatikan apa yang dikatakan dalam ayat 49-56: (49) Ketika Yesus masih berbicara, datanglah seorang dari keluarga kepala rumah ibadat itu dan berkata: “Anakmu sudah mati, jangan lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru!” (50) Tetapi Yesus mendengarnya dan berkata kepada Yairus: “Jangan takut, percaya saja, dan anakmu akan selamat.” (51) Setibanya di rumah Yairus, Yesus tidak memperbolehkan seorangpun ikut masuk dengan Dia, kecuali Petrus, Yohanes dan Yakobus dan ayah anak itu serta ibunya. (52) Semua orang menangis dan meratapi anak itu. Akan tetapi Yesus berkata: “Jangan menangis; ia tidak mati, tetapi tidur.” (53) Mereka menertawakan Dia, karena mereka tahu bahwa anak itu telah mati. (54) Lalu Yesus memegang tangan anak itu dan berseru, kata-Nya: “Hai anak bangunlah!” (55) Maka kembalilah roh anak itu dan seketika itu juga ia bangkit berdiri. Lalu Yesus menyuruh mereka memberi anak itu makan. (56) Dan takjublah orang tua anak itu, tetapi Yesus melarang mereka memberitahukan kepada siapapun juga apa yang terjadi itu.

Perhatikanlah beberapa ayat terakhir.  Mukjizat yang diadakan Yesus sangat luar biasa, Dia membangkitkan anak Yairus yang sudah mati. Tetapi perhatikanlah apa yang dikatakan Yesus kepada mereka setelah mukjizat terjadi. Ia berkata kepada mereka, “Jangan beritahukan kepada siapapun juga apa yang terjadi.”

Ingatlah, orang-orang di luar rumah itu sudah menertawakan Yesus.  Ayat 53: “Mereka menertawakan Dia, karena mereka tahu bahwa anak itu telah mati.”  Mereka menertawakan Yesus sebelum Dia masuk ke dalam untuk membangkitkan anak itu.

Jika saya adalah Yesus, saya tahu apa yang akan saya perbuat. Saya akan membangkitkan anak itu, lalu saya akan menuntunnya dan berjalan kesana kemari di hadapan orang-orang yang maratapi anak itu. Dan saya akan berkata, “Sudah ku bilang juga apa! Sudah ku bilang juga apa!”  Ingatlah, Yesus sebelumnya sudah berkata kepada Yairus dalam ayat 50: “Jangan takut, percaya saja, dan anakmu akan selamat”

Tetapi Yesus tidak memamerkan mukjizat yang sudah Dia perbuat. Ia peduli dengan apa yang mereka rasakan. Dan dalam kebajikan, Ia berkata kepada orang tua anak itu, “Jangan beritahukan kepada siapapun juga apa yang terjadi.” Ia tidak berupaya untuk meninggikan diri-Nya sendiri. Ia hanya mengatakan, “Biarkanlah semua itu terjadi.”

Sdr, hari ini kita belajar tiga cara dari Yesus tentang bagaimana menyatakan kasih dengan kebajikan.
Pertama, Yesus memberi perhatian kepada Yairus dan juga kepada perempuan yang sakit pendarahan, meskipun Yesus sedang mempunyai keperluan lain.
Kedua, Yesus menyatakan kebajikan dengan memberi kekuatan kepada perempuan yang sudah dikucilkan dari masyarakat
Ketiga, Yesus menyatakan kebajikan dengan rendah hati. Dia menerima perlakuan orang-orang yang menertawakan Dia dan tidak tidak berusaha meninggikan diri dengan mukjizat yang sudah dilakukan-Nya

Sebelum menutup kotbah hari ini, saya ingin menyampaikan sebuah kisah tentang Doug Nichols yang dapat memberikan ilustrasi bagaimana menyatakan kasih dengan kebajikan.

Doug Nichols adalah seorang misionaris dari Amerika yang pergi ke India untuk memberitakan Injil. Tetapi sementara ia mulai mempelajari bahasa India, ia tertular penyakit TBC dan harus dirawat di sebuah sanatorium (RS untuk penyakit TBC).

Rumah sakit tersebut tidak begitu bagus. Ruangannya tidak begitu bersih dan terlalu banyak orang sakit yang dirawat disana. Tetapi Doug berusaha sebaik mungkin untuk mengatasi situasi demikian. Ia membawa setumpuk buku-buku Kristen dan traktat dan ia mencoba untuk menginjili pasien-pasien yang ada di sana.

Namun ketika ia mencoba untuk membagikan buku dan traktat, ia ditolak. Tidak ada seorangpun mau menerimanya. Ia mencoba untuk menyerahkan buku itu kepada para pasien, tetapi tidak seorangpun mau mengambilnya. Ia mencoba untuk bersaksi, tetapi ia terkendala karena ia tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa mereka, dan ia merasa sangat kecil hati.

Begitulah keadaannya. Karena penyakit TBC-nya, Doug  akan berada di sana untuk jangka waktu lama. Kelihatannya, misinya ke India tidak akan berhasil karena tidak ada seorangpun yang mau mendengarkan dia.

Karena TBC-nya, setiap malam Doug terbangun pada jam 2 pagi karena batuknya yang parah. Pada suatu malam ia melihat di seberang tempat tidurnya, seorang tua sedang mencoba turun dari tempat tidurnya. Orang tua itu menggulung badannya menjadi seperti sebuah bola dan bergoyang-goyang ke depan dan ke belakang untuk dapat duduk dan berdiri. Tetapi ia tidak berhasil karena ia terlalu lemah.

Akhirnya setelah beberapa kali mencoba. Orang tua itu berbaring kembali dan menangis. Keesokan paginya Doug mengerti mengapa orang tua itu menangis. Rupanya ia mencoba untuk pergi ke kamar mandi namun tidak mempunyai kekuatan untuk melakukannya. Karena itu tempat tidurnya menjadi basah dan baunya merebak ke udara.

Seorang pasien lain mengolok-olok orang tua itu. Perawat datang untuk membersihkan tempat tidurnya dan perawat itu juga tidak bersikap baik kepada orang tua itu. Bahkan salah seorang perawat menampar orang tua itu. Orang tua itu cuma dapat berbaring disana dan menangis.
Doug berkata: “Malam berikutnya kira-kira jam 2 pagi aku mulai batuk-batuk lagi. Aku melihat ke tempat tidur di seberang dan orang tua itu sedang berusaha lagi untuk turun dari tempat tidurnya. Aku bangun dan membantu orang tua itu untuk berdiri.”

Tetapi orang tua itu terlalu lemah untuk berjalan, karena itu Doug berkata, “Aku menggendong dia seperti bayi. Ia begitu ringan sehingga tidak sulit membawanya ke kamar mandi.”

“Lalu aku membawanya kembali ke tempat tidurnya dan membaringkannya di sana. Ketika aku membalik ia memegang wajahku dan menariknya dan mengecup keningku dan berkata “Terima kasih”

Doug berkata, “Keesokan paginya aku terbangun oleh aroma teh panas yang diantarkan oleh seorang pasien. Ketika aku membuka mataku, banyak pasien yang sedang menunggu di samping tempat tidurku. Mereka meminta buku dan traktat yang aku bawa. Pasien lainnya ada yang bertanya tentang Tuhan yang aku sembah dan Anak-Nya yang tunggal yang datang ke dunia untuk mati karena dosa-dosa mereka.”

Doug Nichols berkata bahwa dalam beberapa minggu kemudian ia sudah menghabiskan semua buku dan traktat yang ia bawa. Juga banyak dokter dan perawat dan pasien di sanatorium itu menerima Yesus sebagai Juru Selamat mereka.

Ia berkata, “Apa sebenarnya yang aku lakukan? Aku tidak berkotbah. Aku bahkan tidak dapat berkomunikasi dalam bahasa mereka. Aku tidak mengajari mereka. Aku tidak mempunyai barang-barang untuk ditawarkan kepada mereka. Yang aku lakukan hanyalah membawa orang tua itu ke kamar mandi dan siapapun dapat melakukannya.”

Sdr, kisah itu mendatangkan inspirasi. Menyatakan kasih dengan kebajikan akan menjadikan kesaksian sehingga menghasilkan pertobatan dari orang-orang yang kita tolong atau orang-orang yang melihatnya. Dengan kebajikan kita dapat membawa banyak jiwa kepada Yesus.

(Kotbah oleh Rudy Suwardi, disampaikan di Rajawali tanggal 24 Februari 2013)

Artikel oleh: March 27, 2013   Kategori : Bahan Khotbah  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda