Segala Sesuatu Sia-sia?

Bacaan Alkitab: Pengkhotbah 1 : 1 – 11

“Segala sesuatu menjemukan, sehingga tak terkatakan oleh manusia; mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar”.  (Pengkhotbah 1 : 8)

Kesia-siaan muncul 30 kali dalam kitab ini dengan satu dan lain cara. Dia menyatakan bahwa hidup ini, jika dilihat secara mendalam, adalah sebuah kepulan asap, hembusan angin, sebuah tarikan nafas, tidak ada apa-apa yang dapat kita genggam. Hidup ini hanya sekejap, rapuh dan tidak dapat menjadi pegangan. Hidup ini kejam dan memperdaya kita, sebab janji-janjinya banyak tetapi tidak ditepati, menawarkan banyak tetapi memberikan sedikit.  Kesimpulannya bahwa: “Hidup itu sia-sia” dipaparkannya dalam beberapa kenyataan hidup, yaitu :

  • Hidup ini membosankan (ay 3).  Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payahnya? Hidup adalah suatu pekerjaan berat yang membosankan.   Jadi apa gunanya seseorang mengerjakan segala pekerjaan dengan sekuat tenaga, yang seakan-akan ditetapkan baginya?  Ia mengungkapkan bahwa rutinitas hidup sehari-hari adalah hal yang membosankan. Misalnya, mulai dari ketika kita bangun tidur, kita mandi, sikat gigi setelah itu ganti baju untuk ke kantor; kemudian di kantor kita mengerjakan pekerjaan kita seperti biasanya dan kemudian menunggu waktu untuk pulang ke rumah.  Setelah dirumah, kita nonton tv, atau ngobrol dengan istri atau anak, makan malam bersama, dan kemudian tidur.  Seperti itulah rutinitas hidup kita setiap hari. Dan bagi penulis kitab ini, semua itu membosankan.
  • Hidup ini tak pernah puas (ay 8).  Hidup ini mungkin saja merupakan suatu proses yang monoton, tetapi kita enggan menerima kenyataan bahwa hidup ini memang demikian.  Bahkan seandainya kita setuju dengan Pengkhotbah bahwa “segala sesuatu menjemukan, lebih dari yang dapat digambarkan” kita selalu saja mendapatkan jawabannya untuk mengubahnya.  Kita mungkin berargumentasi seperti ini: “Kalau saya mempunyai gaji yang lebih besar, mendapat kenaikan pangkat, suami atau istri yang lebih menarik, hidup di tengah kota yang kita idamkan, study di universitas yang saya inginkan, dan hal yang lainnya, maka tentunya keadaan akan berbeda dan saya akan mendapat kepuasan”.  Kita merasa bahwa kesalahan terletak pada situasi dan kondisi dari kehidupan kita dan jika keadaan itu dapat  diubah, realita pun akan baik adanya.  Tetapi dengan tegas Pengkhotbah menyerang pandangan itu dengan satu peluru: “Mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar”.  Hidup ini mempunyai nafsu yang tidak pernah dapat dipuaskan.

Yang pasti diketahuinya adalah kalau kita meghilangkan kemungkinan eksistensi Allah, maka hidup ini tidak akan dapat dimengerti.

Jadi, betapa penting dan berartinya kesadaran kita akan Allah dan iman kita kepada Allah.

Artikel oleh: February 9, 2012   Kategori : Biblical Devotion from Ecclesiastes (Renungan Alkitabiah dari Kitab Pengkhotbah)  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda