Berjumpa Dengan Tuhan (1) Abraham-Menjadi Sahabat Allah

Perjumpaan: Berdasarkan persahabatan

Tempat: Di sebuah kemah di bukit Yudea

Firman Tuhan: Kejadian 18:1-33

 

Orang tua itu duduk menyilangkan kakinya pada pintu masuk kemah Beduinnya yang besar, penutup pintu masuknya disangga ke atas sehingga menjadi peneduh untuk melindunginya dari terik matahari. Matanya ditutup karena silau. Panas!, suhu udara mencapai 48 derajat Celcius sangat panas meskipun ada angin sepoi-sepoi. Seekor lalat terbang di hadapan wajah orang tua itu, tetapi panasnya membuat ia tidak nyaman untuk memukul lalat itu. Tidak ada seorangpun yang mau bergerak.

Abraham berusia 99 tahun, sudah lemah, ia mempunyai dua lusin pegawai yang mengurus ternaknya dan bekerja di sekitar kemahnya. Karena panas matahari begitu menyengat, kawanan ternak tidak bergerak, pegawai tidak bergerak, apapun yang perlu dikerjakan ditunda sampai datangnya angin sore yang sejuk.

“Lihat, Tuan…” Seorang pegawai mengganggu Abraham, menunjuk ke arah jalan setapak, “tiga orang asing sedang mendekat ke sini.”

Kemah Abraham dibangun di atas sebuah bukit sehingga ia bisa memandang ke segala jurusan. Ia bahkan bisa melihat ke bawah ke dalam lembah Sungai Yordan dan Laut Mati yang jaraknya 30 KM. Jalan raya yang menembus lembah terbentang di sepanjang laut sampai ke kota Sodom dan Gomorah. Abraham dapat melihat lembah itu seluruhnya.

“Siapakah mereka”? Abraham tua bertanya sambil bangkit, dan menutupi sinar matahari dengan tangannya, “tidak ada orang asing yang memakai jalan setapak di bukit ini….”

Jalan raya utama antara Yeriko dan Sodom terbentang di sepanjang Laut MAti di lembah yang datar, itulah yang dipakai oleh caravan. Abraham tinggal di puncak bukit sehingga sulit dijalani, jarang sekali ada pengunjung ke kemah Abraham.

“Kemarilah …” Abraham memberi perintah kepada pegawainya, ia berjalan dengan cepat menuruni jalan untuk menyongsong orang asing itu. Kemah itu gempar, semua pegawai melongo, perempuan dan anak-anak keluar dari perteduhan karena kehebohan itu. Setiap orang suka untuk menyambut tamu yang datang, mereka membawa berita… kadang-kadang mereka menukar produk segar dengan peralatan kota…..dan para wanita ingin mendengar gossip. Ada tamu di kemah, artinya akan ada perjamuan istimewa malam ini.

“Syalom ….” Abraham berseru kepada tiga orang tamu itu. Mereka membalas salamnya.

Abraham membungkuk kepada tamu-tamunya dengan cara timur, mereka menerima sambutannya. Tulang-tulang Abraham sudah rapuh, namun Abraham tahu adat-istiadat menerima tamu. Meskipun punggungnya kaku, ia membungkuk kepada tiga orang asing itu ketika mereka semakin dekat.

“Tuanku, Jika aku mendapat kasih tuanku” kata Abraham sambil tersenyum, “jika tuanku menganggap aku sebagai tuan rumah, aku akan menyediakan minuman …. membasuh kaki tuanku… sepotong roti…” Abraham memulai bicaranya, dan menunjuk ke sebuah pohon tarbantin di dekatnya. Ia melanjutkan penawarannya.

“Marilah beristirahat sejenak …. izinkanlah aku menyediakan hidangan makan malam.” Sambil menunggu jawaban, Abraham menawarkan, “Makanlah bersama kami, setelah itu tuanku dapat melanjutkan perjalanan.” Pemimpin tamu-tamu itu menerima undangan Abraham.

“Perbuatlah seperti yang kau katakana itu ….”

Abraham memastikan bahwa tamu-tamunya mendapat tempat yang nyaman di bawah pohon tarbantin yang besar, lalu berjalan dengan cepat menuju kemahnya, memberikan perintah sambil masuk ke dalam kemah.

“Sara ….” katanya kepada isterinya, “remaslah adonan tepung dan buatlah roti bundar.” Lalu ia menunjuk pada salah seorang anak, “ambillah mentega untuk roti, dan siapkanlah susu segar banyak-banyak.”

“Abimelekh …” Katanya kepada pengawas pegawainya, “siapkanlah meja di bawah pohon tarbantin untuk perjamuan …. siapkan cangkir-cangkir terbaik … tatalah meja dengan indah.”

“Anak muda … ” ia menarik seorang pegawainya untuk mengikuti dia. Mata Abraham tua berseri-seri, dan ia melompat. Ia menuju ke kandang dimana anak-anak lembu ditempatkan. Lalu Abraham memberi perintah untuk memilih seekor yang paling tambun.

“Sembelihlah yang ini ….” lalu ia menunjuk pada tumpukan arang, “buatlah api untuk memanggang anak lembu ini untuk makan malam.”

Kemah Abraham menjadi hidup, tidak ada seorangpun yang memperhatikan lagi hawa yang panas. Ketika seseorang sibuk dengan tugasnya, kenyamanan sepertinya dikalahkan oleh semangatnya.

Abraham membiarkan tamu-tamunya berbaring di keteduhan; Abraham tidak mengganggu istirahat mereka. Akhirnya ketika matahari mulai terbenam, angin yang segar bertiup dari lembah. Jangkrik mulai mengerik, Abraham memanggil mereka, “Makanan kita sudah siap….”

Hidangannya luar biasa, sapi panggang yang hangat begitu empuk, mentega meleleh di atas roti. Hidangan itu cocok untuk seorang raja, yang kurang dalam jamuan malam itu hanyalah ruangan perjamuan di dalam kastil. Abraham tidak menyadari bahwa lokasi di bawah pohon-pohon tarbantin itu memang sudah dipilih oleh Tuhan? untuk makan malam bersama Abraham. Bintang-bintang di langit yang mulai berkelap-kelip menjadi langit-langit ruang perjamuan malam itu.

Pemimpin dari ketiga orang asing itu menyatakan penghargaan atas makan malam itu kepada Abraham. Anak-anak mengamati dan menunggu mereka pergi, karena segera setelah tamu-tamu itu pergi, mereka akan berkerumun mengambil makanan, memakan segala sesuatu yang dapat mereka jangkau. Tidak lama kemudian Abraham dan tamu-tamunya duduk bersama mengelilingi api unggun di depan pintu kemah Abraham.

“Jelaskan kepada kami keadaan dunia….” Abraham membuka percakapan. Tetapi orang-orang asing itu bukan datang untuk membawa berita sosial, mereka mempunyai tujuan lain. Juru bicara dari orang-orang asing itu bertanya, “Dimana Sara, isterimu?”

Abraham menengok ke dalam kemah, ia tahu isterinya, Sara sedang melakukan sesuatu seperti apa yang dilakukan oleh semua isteri, dia berada di belakang pintu kemah, mencoba mendengarkan percakapan mereka untuk mengetahui berita. Pada akhirnya, Abraham berkata, “Sara ada di dalam kemah.”

Pemimpin grup itu menengok ke dalam, lalu berkata, “Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu akan mempunyai seorang anak laki-laki.” Abraham sangat terkejut mendengarnya.

Emosi Abraham tidak terkendali. Ia ingin mempunyai seorang anak laki-laki. Dan sampai sekarang ia belum mendapatkannya. Keheningan menyelimuti kemah itu. Juru bicara baru saja meramalkan bahwa Abraham yang berusia 99 tahun akan memperolah anak dari Sara yang berusia 89 tahun. Juru bicara itu mengatakan bahwa Ia akan membuat hal itu terjadi.

Abraham sudah menaati Tuhan di Ur-Kasdim ketika Tuhan memerintahkannya untuk meninggalkan negerinya dan datang ke negeri ini. Abraham percaya kepada Tuhan ketika Tuhan berkata kepadanya bahwa ia akan mendapat keturunan seperti pasir di pantai banyaknya. Tetapi itu terjadi 24 tahun yang lalu, Sara belum juga hamil dan ia telah semakin lanjut.

Abraham ingat bahwa 14 tahun yang lalu ia mengambil pembantu dari Mesir – Hagar – mereka mempunyai seorang anak, tetapi anak itu bukanlah keturunan rohani yang dijanjikan oleh Tuhan.

Sekarang Abraham diberitahu bahwa Sara yang berusia 89 tahun akan mengandung dan mendapat seorang anak laki-laki. Ia diberitahu bahwa rahim Sara akan menjadi muda kembali, seperti seorang gadis.

“Bagaimanakah hal ini bisa terjadi?” Abraham bertanya, sambil menatap bara api yang semakin terang ketika malam bertambah gelap. Tidak lama kemudia pemimpin itu berkata,

“Aku akan mengembalikan masa mudanya,” kata orang asing itu. “Apakah ada sesuatu yang terlalu sulit bagi Tuhan?”

Dengan pertanyaan itu, Abraham berpaling kepada orang yang sedang berbicara. Orang tua yang lemah itu begitu memikirkan dirinya dan anaknya sehingga ia lupa tentang Seorang yang sedang berbicara kepadanya. Abraham tahu bahwa hanya Tuhan yang membuat mujizat, hanya Tuhan yang dapat membalikkan pertambahan umur manusia yang tidak terelakkan. Ia membuat pembenaran,

“Hanya Tuhan yang membuat mujizat, hanya Tuhan yang dapat memberikan seorang anak laki-laki kepada kita.” Abraham menyadari bahwa ia sedang menjamu Tuhan di kemahnya. Tuhan sudah mengirimkan hadirat-Nya dalam wujud manusia untuk makan di meja Abraham. Abraham percaya, tetapi tidak mengerti.

Kedua orang sahabat itu bercakap-cakap, itu adalah percakapan yang intim. Sedikit sekali orang yang mempunyai kesempatan untuk bercakap-cakap dengan Tuhan, untuk membuka hati mereka kepada Tuhan. Tetapi sangat sedikit juga yang mempunyai iman yang dalam kepada Tuhan sehingga Tuhan dapat berkomunikasi dengan mereka, di dalam suatu percakapan dua arah. Tuhan berbicara, lalu Sdr mendengarkan. Tuhan mendengarkan, lalu Sdr bicara.

Ketika Abraham berbicara dengan Tuhan, ia lupa bahwa Sara sedang mendengarkan di dalam kemah. Ia mendengar apa yang dikatakan oleh orang asing itu mengenai kehamilannya pada usianya yang lanjut. Ia mendengar juru bicara itu memberitahukan kepada suaminya bahwa ia akan mempunyai seorang anak laki-laki. Tetapi ia tidak percaya. Ia telah mendengar banyak percakapan di antara para pria di sekeliling api unggun. Ia tahu pria ini sedang membual …. dan menyombongkan dirinya. Dia tidak menganggap ramalan itu sebagai sesuatu hal yang serius.

“Hahaha!…..” Sara tertawa.

Itu bukan tawa yang lucu dari seorang wanita untuk menarik perhatian laki-laki. Itu bukan tawa kepuasan, ataupun tawa humor. Itu adalah tawa ketidakpercayaan,

“Hahaha!………” Sarah tertawa.

Sara tahu Tuhan menjanjikan seorang anak laki-laki kepada suaminya, tetapi ia mandul sejak hari pernikahannya. Sara tahu bahwa Tuhan berkata anak-anak Abraham akan seperti pasir di pantai, tetapi Tuhan tidak pernah berjanji kepada Sara untuk memberikan seorang anak laki-laki. Ia tahu Abraham memiliki iman kepada Tuhan untuk melakukan apa saja, tetapi bukan Sara. Sara tahu bahwa wanita lanjut tidak dapat memiliki bayi, dan Sara berusia 89 tahun.

“Hahaha!…..” Sara tertawa

Tuhan mendengar Sara tertawa karena Tuhan adalah Maha Tahu, Tuhan tahu tentang segala sesuatu. Meskipun Sara tertawa tidak terlalu keras sehingga dapat terdengar ke luar kemah, Tuhan mendengar Sara tertawa karena Tuhan adalah Maha Hadir, Ia ada dimana-mana pada saat yang sama. Tuhan berpaling kepada Abraham, tuan rumah-Nya dan bertanya,

“Mengapakah Sara tertawa?”

Tuhan mengetahui pikiran semua orang, tahu apa yang dikatakan Sara ketika ia tertawa, “Aku terlalu tua untuk mempunyai anak dan Abraham terlalu tua untuk menjadi seorang ayah.”

Abraham tidak dapat menjawab, ia tidak tahu bahwa Sara tertawa. Abraham tidak mendengar apa-apa. Ia memanggil Sara dari dalam kemah. Ketika ia datang ke api unggun, ia masih belum tahu apa yang terjadi. Ia tidak tahu bahwa Tuhan mendengar ia tertawa, dan ia tidak tahu bahwa Tuhan sudah bertanya kepada Abraham mengapa ia tertawa. Ia ditanya,

“Mengapa kamu tertawa?”

Sebelum Abraham dapat menjelaskan bahwa mereka sedang berada di hadirat Allah, Sara berusaha untuk menyangkal. Ia tidak tahu bahwa ketidakpercayaannya sudah terungkap. Ia berbuat seperti yang diperbuat oleh kebanyakan orang ketika mereka tertangkap dalam situasi yang memalukan, ia berbohong. Ia mempertahankan diri.

“Aku tidak tertawa……”

“Tidak demikian!” Tuhan berkata kepada Sara, “engkau benar-benar tertawa, itu adalah tawa ketidakpercayaan yang sinis.”

Apa yang dapat dikatakan oleh Sara? Seorang yang dapat mengungkapkan pikiran, telah memberitahukan kepada Sara mengenai tawanya, meskipun tidak seorangpun yang mendengarnya. Lalu Ia memperingatkan Sara.

“Bagi manusia hal ini adalah tidak mungkin,” ini adalah pernyataan yang menarik iman mereka, “tetapi bagi Tuhan, tidak ada yang mustahil.”

Malam itu tidak ada percakapan mengenai Ismail, anak Abraham dengan pembantu orang Mesir. Meskipun darah Abraham mengalir dalam tubuh Ismail, namun ia bukanlah anak perjanjian. Tuhan tidak berjanji untuk memberkati dunia melalui Ismail.

Keesokan paginya tiga orang asing itu berkata bahwa mereka harus pergi ke Sodom. Abraham berdiri di pintu kemahnya dan menunjuk kearah lembah di bawah. Ia menunjuk ke arah jalan raya di pinggir laut dan kota Sodom.

“Tuan dapat melihat kotanya dari sini,” kata Abraham kepada mereka, “tetapi jalannya sulit untuk diikuti.” Abraham mengambil tongkatnya, lalu berkata,

“Aku akan pergi bersama Tuan untuk memastikan bahwa Tuan tidak tersesat.”

Abraham dan tiga tamunya mulai menuruni bukit menuju Sodom. Ketika kemah Abraham sudah mulai hilang dari pandangan mereka, juru bicara itu berkata kepada dua orang temannya,

“Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham, apa yang akan Ku lakukan ini?”

Abraham bersama Tuhan berdiri di atas tanah yang dikelilingi oleh pohon-pohon tarbantin. Dua orang lainnya meninggalkan mereka dan melanjutkan perjalanan mereka ke Sodom. Abraham ditinggalkan sendirian di hadapan hadirat Tuhan. Tuhan mulai mengatakan kepada Abraham tentang apa yang akan dilakukan-Nya.

“Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora,” Tuhan memberitahukan kepada Abraham. Apa yang akan dilakukan oleh Tuhan sangat penting sehingga Ia tidak dapat menyembunyikannya kepada Abraham. Tuhan melanjutkan, “dosa Sodom sesungguhnya sangat berat sehingga Aku turun untuk melihat, apakah benar-benar mereka telah berkelakuan seperti keluh kesah orang yang telah sampai kepada-Ku atau tidak; Aku hendak mengetahuinya.” Tuhan memberitahukan kepada Abraham bahwa Ia akan menghancurkan kota itu jika dosa mereka saama seperti yang telah dilaporkan .

Abraham merasa sedih dengan pemikiran bahwa Sodom akan dihukum. Keponakannya yang sudah berkeluarga, Lot sudah memilih untuk tinggal di Sodom, dan memiliki anak-anak yang tinggal di kota itu. Sodom adalah kota perdagangan….. banyak sekali yang tinggal di situ……suatu pusat perdagangan. Abraham tahu bahwa Sodom adalah jahat, sehingga ia memilih hidup berpindah-pindah di dalam kemah karena ia ingin hidup terpisah dari orang-orang di kota. Di atas bukit, Abraham dapat berdoa kepada Tuhan, ia dikelilingi oleh ciptaan yang mengingatkannya kepada Tuhan, Sang pencipta. Ia ingin hidup terpisah dari dosa-dosa kota, kemabukan, kekerasan, pesta pora, kejahatan seksual.

Sementara Abraham berdiri sendiri di hadapan Tuhan, dua tamu lainnya telah turun untuk melihat kota Sodom. Abraham merasa kacau di dalam hatinya. Ia tidak tahu harus berkata apa, maka ia hanya mengatakan apa yang ada di dalam hatinya,

“Mengapa….”?

Dari ketinggian bukit-bukit Kanaan, Abraham dapat melihat ke bawah untuk melihat Sodom yang terletak di pinggir laut. Kota itu dikelilingi oleh ladang-ladang yang hijau dimana hasil panen tumbuh dan ternak dipelihara.

“Mengapa ……. menghancurkan kota yang makmur?”

Abraham mendekat kepada Tuhan, berlutut, dan lalu menurunkan wajahnya ke tanah.

“Tuhan……” Abraham perlahan-lahan menyusun kata-katanya. “Tolonglah Tuhan, janganlah menghancurkan kota itu.”

Beberapa menit ada keheningan di antara mereka. Abraham sedang mencari cara untuk meredam emosinya. Perkataan tidaklah baik jika hatimu tidak memberitahukan apa yang harus dikatakan. Ia membungkuk sambil membisu di hadapan Tuhan, menunggu tanggapan yang tepat yang keluar dari hatinya. Tuhan tahu pergumulan Abraham, Ia membiarkan Abraham bergulat dengan dirinya sendiri.

“Tidak Tuhan….” Hanya itulah kata-kata Abraham. “Selamatkanlah kota ini!”.

Abraham membungkuk dengan tidak berdaya diatas padang yang berumput di hadapan Tuhan yang mengambil wujud manusia…… penampilan Tuhan dalam wujud manusia…..ia membungkuk dalam ketakutan. “Janganlah hancurkan kota ini.” Ia meregangkan badannya di tanah…. wajahnya ke bawah …. tangannya direntangkan.

Lalu Abraham ingat bagaimana ia bernegosiasi dengan kepala-kepala suku – khususnya ketika Abraham tidak tahu harus mengatakan apa….. Abraham mencoba agar orang lain menerima penawarannya. Lalu pemikiran itu datang kepada Abraham, berapa banyak diperlukan orang benar untuk menyelamatkan kota ini? Abraham tahu bahwa Tuhan akan mencari orang-orang benar di kota Sodom – berapa banyak yang diperlukan Tuhan untuk menyelamatkan kota ini?

“Jika Engkau menemukan 50 orang benar di Sodom…. Abraham bertanya kepada Tuhan, “jika ada 50, apakah Engkau akan menyelamatkan kota ini?

Tuhan telah memberitahu Abraham bahwa doa orang benar di Sodom sudah sampai kepada-Nya, karena itu Abraham tahu pasti ada beberapa orang yang baik disana, pasti ada gandum yang baik di antara ilalang. Abraham tahu jika ada 50 orang baik di Sodom, kota itu akan selamat. Tuhan menjawab Abraham,

“Jika Aku menemukan 50 orang benar di Sodom … Ini adalah syaratnya, “Aku tidak akan menghancurkan kota ini jika ada 50 orang benar di sana.”

Abraham mulai berpikir tentang orang-orang baik di Sodom yang diketahuinya, ia bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika target 50 tidak tercapai.

“Apakah Engkau akan menyelamatkan kota itu jika Engkau hanya menemukan 45 …. Abraham meminta Tuhan untuk mempertimbangkan lagi tawar menawar yang baru saja mereka lakukan. “Apa yang akan Engkau lakukan jika Engkau hanya menemukan 45?”

Ketika melakukan tawar menawar untuk hidup orang, Abraham tidak mempertimbangkan kenyamanan pribadinya, ia juga tidak memikirkan apakah hal itu akan membuatnya malu? Ketika berdoa kepada Tuhan, orang seharusnya hanya memberi perhatian kepada Tuhan. Maka Tuhan menjawab.

“Aku akan menyelamatkan Sodom jika Aku hanya menemukan 45 orang benar.”

Hal yang sama terjadi lagi dalam pikiran Abraham; ia kembali mengalami keraguan yang sama. “Kalau tidak ada 45 orang yang baik di Sodom?” Abraham menyuarakan kekuatirannya dengan rasa takut dari dalam hatinya. Ia tidak berani melihat wajah dari Seseorang kepada Siapa ia berdoa.

“Apakah Engkau akan menyelamatkan Sodom untuk 40 jiwa yang benar?”

Abraham sudah mengorbankan seekor domba kepada Tuhan secara teratur, ia sudah mengakui dosa-dosanya dan berdoa kepada Tuhan tetapi pada keadaan-keadaan tersebut ia tidak mendengar suara Tuhan secara langsung. Tetapi pada keadaan keadaan tertentu lainnya, Abraham berbicara langsung dengan Tuhan. Ia mendengar Tuhan berbicara dan Tuhan bercakap-cakap dengan dia, tetapi Abraham tidak melihat Tuhan. Sekarang keadaannya berbeda. Sekarang Tuhan sudah mengunjunginya. Sekarang ia melihat Tuhan …. berbicara dengan Tuhan …. mendengarkan Tuhan ….. Ia memohon belas kasihan. Abraham tidak saja berdoa kepada Tuhan, ia melihat wujud seorang manusia yang berjalan, makan dan berbicara. Ia melihat ekspresi manusia yang mempunyai karakteristik Tuhan. Tuhan menjawab Abraham,

“Aku akan menyelamatkan kota itu jika aku hanya menemukan 40 jiwa yang benar.”

Keraguan yang selalu ada muncul lagi dalam pikiran Abraham. Ia bertanya-tanya jika hanya ada 30 di kota itu, apakah Tuhan akan menyelamatkan kota itu? Dengan ragu-ragu, Abraham kembali berdoa, dan berpikir bahwa ia meminta terlalu banyak. Tetapi bagaimanapun juga ia tetap bertanya.

“Apakah Engkau akan menyelamatkan kota untuk 30 jiwa yang benar?”

“Aku akan menyelamatkan Sodom untuk 30 jiwa yang benar,” Tuhan yang sabar menjawab permintaan yang terus menerus dari seorang kepala keluarga yang sudah lanjut usia yang lebih mementingkan orang-orang ketimbang memikirkan rasa malunya di hadapan Tuhan. Maka Abraham mengulangi proses meminta agar Tuhan menyelamatkan kota bagi 20 orang benar. Tuhan setuju.

Abraham menyadari ia hanya tahu sedikit mengenai kota Sodom, tetapi ia tahu bahwa Lot, istrinya dan putri-putrinya tinggal disana. “Mereka pastilah orang-orang benar …”? Abraham yang naif berpikir sendiri. Ia akan membuat satu permohonan lagi,

“Jika Engkau hanya menemukan 10 orang benar di kota itu ….? Abraham tidak mau menarik kesabaran Tuhan sampai ke titik pecahnya. “Apakah Engkau akan menyelamatkan kota jika Engkau menemukan 10 orang benar?”

“Aku akan menyelamatkan kota jika aku menemukan 10 orang benar,” Tuhan berkata kepada Abraham.

Abraham berhenti pada angka 10, ia bahkan tidak berpikir untuk meminta lagi. Ketika Abraham mulai berdoa, ia meminta Tuhan untuk menyelamatkan kota jika Ia menemukan 50 orang, lalu Abraham turun sampai 10. Abraham tidak pernah berpikir bahwa Tuhan tidak dapat menemukan 10 orang yang baik di Sodom.

Abraham berhenti berdoa, ia menarik tangannya dari bawah badannya dan menggunakannya untuk menekan dirinya naik dari tanah. Sendi-sendinya berbunyi dan lutut-lututnya lemah, tetapi dengan usahanya ia bisa berdiri.

Abraham pulang ke rumah dengan pikiran bahwa ia telah menyelamatkan kota Sodom, tetapi tidak ada 10 orang benar di sana. Kemudian ia melihat asap kuning yang pekat membubung dari kota yang terbakar. Ia tidak tahu bahwa asap kuning itu berasal dari sulfur. Ia juga tidak tahu bau asam yang menyengat itu berasal dari batu belerang yang tercium sampai ke bukit. Tetapi ia tahu bahwa Tuhan sudah menghancurkan kota Sodom.

Abraham tahu bahwa Tuhan bersungguh-sungguh dengan kata-kata-Nya, karena janji-Nya untuk menghancurkan kota yang penuh dengan hawa nafsu itu adalah benar, sama seperti janji-Nya bahwa ia akan memperoleh putra. Abraham tidur dengan istrinya Sara dan kemudian sara mengandung dan melahirkan Ishak. Nama Ishak berarti tawa, untuk mengingatkan mereka berdua bahwa Tuhan menepati janji-Nya, meskipun orang tertawa dan tidak percaya, Tuhan adalah setia.

SETELAH PERJUMPAAN

Abraham adalah satu-satunya orang di dalam Alkitab yang disebut oleh Tuhan sebagai sahabat-Nya. Karena imannya kepada Tuhan, Abraham berjalan dengan Tuhan dan berbicara dengan Tuhan. Yesus berkata, “Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.” (Yoh 8:56). Yesus mungkin merujuk pada hari dimana Abraham memohon pengampunan untuk Sodom di hadapan dia. Tuhan memenuhi janji-Nya, Abraham menjadi Bapak dari bangsa Yahudi, dengan anak-anak Israel yang banyaknya seperti pasir di pantai.

 

10 PELAJARAN DARI PERJUMPAAN ABRAHAM DENGAN TUHAN

1.Tuhan menjumpai kita pada waktu yang tidak terduga.

Abraham tidak mengira akan melihat Tuhan, setidaknya tidak dengan cara demikian. Ketika Tuhan menjanjikan seorang putra, Abraham melakukannya dengan caranya sendiri. Ia mengambil seorang pembantu dari bangsa Mesir Hagar, dan memiliki seorang anak laki-laki Ismail. Tetapi Ismail bukanlah anak yang dijanjikan Tuhan melalui Sara.

Pada puncak bukit, di luar jalan umum, pada suatu sore yang panas, Tuhan menjumpai Abraham. Sangat nyata, Abraham tidak sedang menantikan Tuhan, tetapi ia dengan cepat menyediakan hidangan untuk tiga orang asing. Kemudian ia memang tahu bahwa salah satu diantara mereka adalah penjelmaan Tuhan secara fisik. Itu adalah Christophany; suatu penampakan dari Yesus Kristus. Di kemudian hari Yesus berkata, ?Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.” (Yoh 8:56). Para ahli Alkitab sependapat bahwa perjumpaan dengan Tuhan ini sebetulnya pengalaman dari Abraham ketika melihat Yesus.

(5) Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tangan-Mu ke atasku. (6) Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya. (Mzm 139:5-6)

 

2.Tuhan menjumpai kita dengan suatu tujuan.

Tampaknya Tuhan mempunyai maksud ganda dalam perjumpaan ini. Pertama, Tuhan ingin mengingatkan Abraham mengenai janji bahwa ia akan memperoleh seorang putra; dan untuk pertama kalinya, Tuhan melibatkan Sara dalam janji ini. Tanggapannya bukanlah iman; ia tertawa dalam ketidakpercayaan dan ditegur oleh Tuhan.

Tujuan kedua dari perjumpaan ini adalah untuk memberitahukan kepada Abraham mengenai penghukuman atas Sodom. Sebagai orang yang saleh, Abraham serta merta menjadi perantara (bersyafaat) di hadapan Tuhan untuk menyelamatkan kota dan penduduk Sodom

 

Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu. (Yoh 14:18)

 

3.Kadang-kadang kita berada di hadirat Tuhan tetapi tidak mengetahuinya.

Jelas sekali, ketika Abraham bertemu dengan tiga orang asing, ia berpikir bahwa mereka hanyalah para pelancong. Dalam budaya timur, ia dengan murah hati menyediakan hidangan bagi para tamu. Kemudian juru bicaranya menyatakan diri-Nya sebagai orang yang akan kembali kepada Sarah pada waktu ia hamil. Pada saat itulah Abraham mulai mengerti bahwa ia berada di hadirat Tuhan.

Kadang-kadang kita berada di hadirat Tuhan yang istimewa, tetapi tidak mengetahuinya. Apakah Sdr pernah melewatkan suatu perjumpaan dengan Tuhan ketika Ia datang kepadamu, tetapi Sdr tidak menyadarinya? Ketika kita berada di hadirat Tuhan dan tidak menyadarinya, maka hanya kasih karunia Tuhan sajalah yang mengungkapkan diri-Nya kepada kita dan menjumpai kita dalam kelemahan kita

(16) Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal Dia (Yesus). (30) Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. (31) Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka. (Luk 24:16, 30-31)

 

4.Tuhan mengetahui pernyataan ketidakpercayaan kita.

Ada dua tanggapan dari tertawa. Dalam pasal sebelumnya ketika Tuhan memberitahu Abraham bahwa ia akan mempunyai anak, Alkitab mengatakan, “Lalu tertunduklah Abraham dan tertawa? (Kej 17:17). Tawa Abraham adalah suatu bentuk iman, ia bersukacita bahwa Tuhan akan memberikan seorang anak kepadanya. Tetapi, tawa Sara bukanlah dari iman, melainkan didasarkan pada skeptisisme untuk menyatakan ketidakpercayaan dari hatinya. Bahkan konteks pemikirannya menjelaskan kebimbangannya, “Jadi tertawalah Sara dalam hatinya, katanya: “Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu, sedangkan tuanku sudah tua?” (Kej 18:12).

Tuhan serta merta mengetahui kekerasan hatinya, dan bertanya, “Mengapakah Sara tertawa?” (Kej 18:13). Dalam kasih karunia, Tuhan memanggil Sara untuk mempertanggungjawabkan tertawanya. Beberapa orang diantara kita mungkin sudah menertawakan Tuhan, atau paling tidak didasarkan atas ketidakpercayaan, dan Tuhan meninggalkan kita sendirian. Kita tidak pernah menyadari bahwa kita kehilangan satu kesempatan untuk berjumpa dengan Tuhan

Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mujizat diadakan-Nya di situ. (Mat 13:58)

 

5.Kita lupa bahwa Tuhan tahu persis apa yang sudah kita katakan dan mengapa kita berkata demikian.

Sara sedang bersembunyi di dalam kemah, dan ia berpikir tidak ada seorangpun yang mendengar ia tertawa. Tetapi Tuhan yang Maha Hadir tahu ketidakpercayaan kita karena Ia ada dimana-mana. Tuhan, yang hadir dimana-mana, mengetahui keraguan kita ketika kita tidak percaya kepada-Nya

Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN. (Mzm 139:4)

 

6.Kadang-kadang kita berbohong kepada Tuhan, lupa bahwa ada dua orang yang tidak dapat kita bohongi; Tuhan dan diri kita sendiri.

Ketika Tuhan berkonfrontasi dengan Sara mengenai tertawanya, ia menyangkal dan berkata, “Aku tidak tertawa,” sebab ia takut? (Kej 18:15). Alkitab mengatakan bahwa kita semua pernah berdusta. Tetapi ada ironi jika seseorang mencoba untuk berbohong, karena orang yang tidak bisa Sdr bohongi adalah diri Sdr sendiri, Sdr tahu kebenaran dari apa yang sdr katakan kepada orang lain dan kepada diri anda. Orang lain yangjuga tidak dapat Sdr bohongi adalah Tuhan. Karena Tuhan adalah kebenaran, Ia berkonfrontasi dengan Sara atas kebohongannya. Kemurahan Tuhan bagi kita adalah memberikan hati nurani untuk membantu kita mengoreksi masalah kita.

Jauhkanlah jalan dusta dari padaku, dan karuniakanlah aku Taurat-Mu. (Mzm 119:29)

 

7.Mereka yang menjadi sahabat Tuhan mengetahui hati-Nya.

Tiga kali dalam Alkitab Abraham disebut sebagai sahabat Tuhan:

a.Bukankah Engkau Allah kami yang menghalau penduduk tanah ini dari depan umat-Mu Israel, dan memberikannya kepada keturunan Abraham, sahabat-Mu itu, untuk selama-lamanya? (2 Taw 20:7).

b.Tetapi engkau, hai Israel, hamba-Ku, hai Yakub, yang telah Kupilih, keturunan Abraham, yang Kukasihi (Abraham My Friend-NKJV) (Yes 41:8)

c.Dengan jalan demikian genaplah nas yang mengatakan: “Lalu percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Karena itu Abraham disebut: “Sahabat Allah.” (Yak 2:23)

Tidak ada orang lain di dalam alkitab yang disebut sahabat Tuhan. Karena itu umat Muslim menyebut Abraham sebagai El Kihil, sahabat Tuhan.

Seorang sahabat tidak menyembunyikan sesuatu dari sahabatnya, karena itu Tuhan membuka hati-Nya dan memberitahukan kepada Abraham apa rencana-Nya atas kota Sodom. Dan apa tanggapan dari Abraham? Dengan hati yang hancur, Abraham – sahabat Tuhan-masuk ke dalam hadirat Tuhan untuk bersyafaat bagi kota Sodom dan penduduknya.

(14) Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. (15) Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. (Yoh 15:14,15)

 

8.Tuhan yang sabar menjawab syafaat yang terus-menerus

Ketika kita melihat Abraham berhadapan wajah dengan Tuhan, dua kualitas terlihat nyata. Pertama, kegigihan Abraham, ia tidak berhenti terlalu cepat. Ia mulai dengan meminta Tuhan menyelamatkan kota jika Ia menemukan 50 orang benar. Lalu Abraham melanjutkan syafaatnya untuk jumlah yang menurun sampai mencapai 10.

Gambaran kedua yang kita lihat adalah kesabaran Tuhan yang mengijinkan seseorang untuk membela jiwa orang lain dihadapan-Nya. Tuhan tidak merasa tersinggung atau tidak sabar, Tuhan menanggapi iman Abraham ketika ia bersyafaat untuk jiwa-jiwa di Sodom.

Tetaplah berdoa.(1 Tes 5:17)

 

9.Kadang-kadang kita berhenti berdoa terlalu cepat.

Secara teknis, Abraham berhenti bersyafaat di hadapan Tuhan sebelum Tuhan berhenti menjawab. Kita hanya dapat berspekulasi, jika Abraham meminta Tuhan untuk menyelamatkan kota Sodom untuk 5 orang benar, apakah Tuhan akan menjawab? Kita tidak tahu karena Abraham berhenti terlalu cepat. Tuhan masih sedang berkata, “YA” ketika Abraham meninggalkan hadirat Tuhan.

Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. (Luk 18:1)

 

10.Orang dapat mempengaruhi Tuhan ketika berjumpa dengan Dia.

Biasanya, kita berpikir tentang pengaruh dari Tuhan atas diri kita ketika kita berjumpa dengan Dia. Tetapi jangan lupa, sebaliknya juga benar, kita dapat mempengaruhi Tuhan. Tuhan menjawab doa kita ketika alasan kita adalah untuk tujuan yang alkitabiah, hati kita murni dan iman kita kuat.

dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. (Yoh 14:13)

 

Pelajaran

  • Aku dapat dijumpai oleh Tuhan pada waktu yang tidak terduga.
  • Aku dijumpai oleh Tuhan untuk suatu tujuan
  • Aku tidak selalu menyadarinya ketika aku berada di hadirat Tuhan
  • Aku tidak dapat menyembunyikan ketidakpercayaanku dari Tuhan
  • Aku biasanya lupa bahwa Tuhan tahu segalanya mengenai aku
  • Aku tidak dapat berdusta kepada Tuhan
  • Aku dapat menjdai sahabat Tuhan dan mengenal Dia
  • Aku dapat membuat doaku didengar oleh Tuhan
  • Aku kadang-kadang berhenti berdoa terlalu cepat
  • Aku dapat mempengaruhi Tuhan dalam suatu perjumpaan.

 

Sumber: ENCOUNTERING GOD FOR SPIRITUAL BREAKTHROUGH, oleh Elmer L Towns

Alih Bahasa: Inawaty Suwardi, Rajawali Family Ministry

Artikel oleh: October 1, 2011   Kategori : Artikel KKA  Sebarkan 

Satu komentar

  1. Lazuardi tampubolon - April 12, 2012

    Seperti Abraham yg menjadi sahabat Allah karena kesalehannya kita sebagai orang kristen juga harus saleh dan kudus.
    JBU

Tulis Komentar Anda