KISAH INSPIRATIF

Saya dikirimi sebuah kisah singkat yang baik untuk direnungkan:

Frank Havens

“Bill Havens, seorang pendayung hebat berkaliber internasional, dalam masa karantinanya menjelang piala dunia mendayung menerima kabar bahwa istrinya akan segera melahirkan. Setelah mendengar kabar tersebutia memilih untuk pulang dan tidak mengikuti kejuaraan dyunia dan memutuskan untuk menunggui istrinya yang akan melahirkan.

Belasan tahun kemudian, di tahun 1952, Bill menerima telegram dari putranya, Frank Havens yang pada saat itu baru saja memenangkan medali emas cano 10.000 meter pada olimpiade di Finlandia.

Telegram itu berbunyi:

“Ayah, terima kasih karena telah menunggu kelahiran saya. Saya akan pulang membawa medali emas yang seharusnya ayah menangkan beberapa tahun yang lalu. Anakmu tersayang, Frank.”

Pesan moralnya adalah bahwa kita bisa belajar bagaimana kehadiran keluarga berdampak sangat besar bagi anggota keluarga tersebut.

Bekerja tidak akan memberikan investasi lebih permanen jika dibandingkan dengan memberikan waktu yang cukup untuk anak dan keluarga. Usia 55 tahun merupakan akhir dan perhentian berkarya, namun karya yang diinvestasikan dalam kenangan anak tidak akan berakhir hingga maut yang memisahkannya. Pilihan, tentu ada dalam diri masing-masing, namun Bill Havens dalam cerita diatas telah memilih yang terbaik. Sekaligus mengingatkan kita pada pernyataan Patrick M. Murley yang spektakuler,

“ saya lebih memilih untuk tidak menjadi siapa-siapa, asalkan bisa menjadi seseorang yang berarti bagi anak-anak saya”.

Mungkin lagu yang pernah kita dengar sebelumnya dapat kita dengar kembali dari alam sana menjadi senandung terindah ketika anak-anak yang kita kasihi menyanyikan lagu bagian reffnya Rinto Harahap :

“untuk ayah tercinta aku ingin bernyanyi. Walau air mata dipipiku. Ayah dengarkanlah, aku ingin bertemu. Walau hanya dalam mimpi”.

Theodore Roosevelt, mantan presiden AS pernah berkata berkata,

“Aku lebih suka melewatkan waktu bersama dengan keluargaku daripada dengan petinggi-petinggi dunia manapun.”

Pada akhirnya kita akan sampai pada suatu titik dimana pada dasarnya semua yang kita lakukan, semua jerih lelah kita dalam pekerjaan, semua untuk mereka keluarga yang kita cintai. Pada akhirnya, kita akan menemukan bahwa jabatan, prestasi, dan promosi tidaklah sseberarti kebersamaan di antara keluarga. jadi relakah anda menukar kehangatandalam keluarga anda dengan kesibukan dalam pekerjaan andfa yang mungkin sudah sangat berlebihan?

Selalu ada hasil yang terbaik dari kerja keras yang terbaik pula. Keluargamu adalah yang terbaik dari segala urusan yang terbaik.

Artikel oleh: December 6, 2010   Kategori : Bahan Khotbah, Kesaksian  Sebarkan 

2 Komentar

  1. Udin Timothy Sinaga - December 6, 2010

    Saya sangat setuju Pak Budi keluarga adalah Number One dalam hidup kita, dalam pelayanan kita sebagai Gembala Sidang. Kita harus mencurahkan perhatian kita untuk mengurusi keluarga, anak-anak kita karena mereka adalah aset yang sangat menentukan masa depan kita.

  2. bram - December 11, 2010

    apa gunanya pekerjaan yg sukses jika keluarga dibaikan dan mengalami kehancuran,dimata org lain kita sukses namun didalam keluarga sebernanya tdk memiliki peran sebagai imam. Boleh menjadi pengkhotbah yg besar, tetapi jgn lebih besar perhatian melebihi keluarga,pelayanan yg berhasil adalah keluarga yg sejahtera bukan pelayanan yg makmur.

Tulis Komentar Anda