Seorang Gembala Sidang (26)

Gembala Sidang dan Martabat Pelayanannya

Suatu kali Yesus mengatakan di awal pelayanannya menurut ‘kronologi’ Injil Matius bahwa manusia tidak hidup hanya dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah. Untuk mendaratkan kebenaran itu dalam kehidupan sehari-hari sangat tidak mudah. Sudah dua ribuan tahun sejak kata-kata itu diucapkan, manusia tetap memilih ‘roti’ dan bukan firman, tetap memilih ‘kesenangannya’ dan bukan kesenangan Tuhan, ‘agendanya’ dan bukan agenda Tuhan. Bukan hanya domba-domba yang kita layani yang akan membuat pilihan tragis tersebut, bahkan sejumlah rekan dan termasuk diri kita telah atau sedang membuat pilihan tersebut. Kita dapat saja ‘menggadaikan’ martabat pelayanan sebagai hamba Tuhan dengan cara memilih setia kepada uang daripada panggilan kudus, memilih setia kepada apa yang menggembirakan sesaat dan melonggarkan kesetiaan kepada apa yang bernilai kekal, atau setia kepada penyumbang dalam gereja bukan kepada gerejanya. Namun pilihan anda sebagai Gembala Sidang akan menunjukkan nilai-nilai kewibawaan anda sendiri. Hal terakhir yang kita memiliki dalam martabat kita adalah, memilih berdasarkan kehendak kita sendiri. Kita disuruh secerdas-cerdasnya dalam membuat pilihan karena itulah yang membedakan kita dari mahluk lainya di muka bumi ini. Binatang memilih berdasarkan nalurinya. Tetapi manusia membuat pilihan berdasarkan pertimbangannya.

Sebuah gereja dianugerahi Tuhan dengan berbagai jenis orang. Di dalamnya terdapat orang yang kekurangan dan orang yang kelebihan. Jumlah orang yang kekurangan umumnya lebih banyak dari yang berkelebihan. Mungkin itulah yang salah satu arti yang Yesus katakan bahwa “orang miskin akan selalu ada padamu.” Stok orang susah sangat banyak. Menjangkau orang susah dengan menggunakan kebalikan proposisi yang Yesus katakan bahwa ‘manusia tidak hidup dari roti saja’ akan dapat efektif.Sebab pada dasarnya manusia membuat pilihan secara naluriah, bukan secara akaliah. Hanya mereka yang benar-benar memiliki prinsip untuk dipegang sekalipun sehari-harinya berkekurangan, mereka yang ‘lebih bermartabat’ dalam memandang kemiskinannya, akan membuat pilihan yang lebih baik. Tetapi inilah fakta kemanusiaan, bahwa manusia lebih memilih kegelapan daripada terang.

Untuk menjangkau orang dari kelas menengah ke atas, tidak mudah. Persoalan ‘di sekitar’ orangyang punya uang kelihatan lebih rumit dari mereka yang tidak punya uang banyak. Walaupun tidak semua orang yang ‘kaya’ dalam sebuah gereja adalah benar-benar kaya, tetapi setiap orang yang berada di atas rata-rata jemaat, mau tidak mau akan digolongkan sebagai orang ‘kaya’. Dan karena jumlah jelas lebih sedikit dari mereka yang rata-rata dalam gereja, setiap ‘sodokan’ terhadap mereka akan sangat jelas kentara. Setiap orang akan langsung tahu jika suatu ucapan, kotbah, pernyataan menyinggung tentang orang kaya, maka mata jemaat yang sedang duduk akan melirik orang-orang tertentu yang dikategorikan mereka kaya. Atau mungkin lebih tepat mereka yang merasa kaya langsung tahu bahwa merekalah yang dimaksud. Sebagian orang yang ‘berduit’ telah meninggalkan gereja yang kelompok sederhananya jauh lebih banyak, karena ketidak sanggupan menanggung sorotan dan ‘tuntutan’ dari orang-orang sekitarnya. Mereka merasa akan lebih nyaman bagi mereka berada di sebuah gereja yang rata-rata ekonominya sudah baik atau menengah ke atas karena problem sorotan tidak kelihatan terlalu jelas. Jika keadaannya demikian, maka gereja mulai menghadapi persoalan baru yaitu bagaimana menjalankan roda pelayanan gereja secara biasa, serta persoalan lain yaitu munculnya ‘kaum kaya’ yang baru  yang berasal dari mereka yang di golongan menengah yang selama ini tertutup karena adanya orang-orang lain di atas mereka.

Berbagai ‘persoalan’ di sekitar mereka yang akan saya sebut ini tidak selalu benar, tetapi hampir sebagian besar memang begitu.

Pertama adalah orang yang punya uang banyak biasanya lebih sensitif dalam melihat adanya kebutuhan-kebutuhan dalam sebuah gereja. Mereka tahu bahwa mereka akan berada di urutan pertama dalam daftar panggilan untuk bertindak. Mereka sensitif menyadari kedudukan mereka. Tetapi mereka dapat bertindak dengan beberapa cara: diam atau bertindak. Untuk mereka yang bertindak menurut himbauan umum seorang Gembala Sidang biasanya telah cukup lama menjadi sahabat bagi Gembala Sidang. Merekatidak berminat menonjolkan diri baik segaja maupun tidak sengaja. Mereka tunduk dibawah otoritas rohani seorang Gembala Sidang dan mendengarkan suaranya, turut menjaga kredibilitas Gembala Sidang dengan mendukung program gereja. Mereka menyatakan dukungan secara terbuka, melakukan dalam batas mereka, dan dapat juga mengirimkan uang diam-diam, menaruh kepercayaan kepada kepemimpinan dalam gereja, dan sekali lagi … telah cukup lama menjadi sahabat-sahabat sang Gembala Sidang. Merekalah orang-orang yang dalam satu arti telah membuat seorang Gembala Sidang gembira dan menikmati pelayanannya. Ia menemukan kesamaan pikiran dan kekuatan jika bersama-sama mereka. Ia tidak merasa ‘terhina’ atau ‘diserang’ jika salah satu dari antara mereka mengemukakan pandangan yang berbeda atau bahkan malah mengkritik. Kepercayaan kepada mereka begitu tinggi.

Untuk mereka yang ‘diam’ biasanya mereka bukannya tidak mau membantu. Tetapi mereka butuh cara lain selain himbauan biasa yang ditujukan kepada umum melalui mimbar. Mereka memerlukan pendekatan yang lebih personal dari seorang Gembala Sidang untuk melibatkan mereka dalam proyek yang ditetapkan oleh gereja. Mereka butuh pendekatan yang lebih ‘bermartabat’ menurut mereka yaitu melalui ‘permintaan dan permohonan’ langsung seorang Gembala Sidang kepada mereka. Mungkin hal ini disebabkan mereka sendiri kurang yakin bagaimana cara melibatkan diri. Mungkin juga hal ini disebabkan karena mereka kurang yakin apakah mereka benar-benar dibutuhkan untuk menjadi bagian dari solusi. Atau barangkali mereka benar-benar tidak tahu bahwa mereka sedang berada dalam garis antrian untuk menjawab kebutuhan tersebut.

Mulanya mungkin terasa canggung bagi seorang Gembala Sidang untuk menjalankan fungsi ‘bridging’ antara kebutuhan gereja yang ada dengan calon donatur dalam gereja. Anda berhadapan dengan berbagai kategori orang kaya ‘diam’ yang harus dihimbau agar bersedia melibatkan diri dalam berbagai solusi permasalahan dalam gereja, terutama dalam kaitan dengan dana. Anda sendiri dihinggapi rasa ‘bersalah’ karena merasa harus sedikit memaksa kepada mereka yang belum tergerak. Anda merasa menyakiti mereka jika membeberkan kenyataan kebutuhan karena itu seperti menuliskan tulisan tebal pada rangkaian kalimat biasa untuk meminta perhatian mereka. Ini lumrah terjadi kepada kita. Sebab kita juga tidak merasa nyaman jika seseorang sengaja datang dan membeberkan kebutuhannya sedangkan kita tahu kita sebenarnya dapat membantu. Jadi yang dibutuhkan di sini adalah kepekaan membedakan manakah mereka yang ‘diam’ yang masih baru dan yang sudah lama dalam gereja. Yang dibutuhkan di sini adalah kepekaan untuk membedakan orang. Ada yang bisa anda tangani, ada yang harus sesama jemaat yang menangani.

Jika mereka masih baru, anda menghadapi resiko bahwa mereka akan merasa ‘dipaksa’ untuk memberi atau membantu. Bisa jadi ini akan bukti bagi mereka bahwa dugaan mereka selama ini tentang gereja yang hanya urusannya ‘uang’ saja. Jika begitu, maka kemungkinan mereka meninggalkan gereja anda juga makin besar. Maka sebaiknya Gembala Sidang bijaksana dalam melibatkan orang atau bijaksana mengadakan proyek-proyek yang bakal melibatkan banyak orang karena pembiayan yang besar. Jangan remehkan hati kecil anda waktu memilih orang-orang yang butuh cara personal. Tuhan memberikan nurani kepada kita untuk merasa mana yang baik dan mana yang bakal menimbulkan masalah. Sebagai Gembala Sidang, anda sebenarnya cukup terlatih untuk membedakan orang-orang.

Jangan pernah menggunakan cara di atas untuk kebutuhan pribadi anda. Anda hanya menghancurkan kepercayaan orang kepada anda saat kebutuhan anda sendiri yang anda minta. Untuk pokok ini, kita butuh cara lain yang lebih baik.

Untuk mereka orang lama yang masih ‘diam’ ketika sebuah kebutuhan  begitu nyata, maka anda harus menyisihkan waktu dan sabar untuk meyakinkan mereka melalui kedatangan anda atau meminta waktu bertemu mereka. Mulailah ajak mereka terlibat dengan jumlah pemberian yang sangat mungkin dilakukan oleh mereka. Memang jika anda tidak sabar anda akan meminta mereka melibatkan diri dalam jumlah besar. Tetapi sekali lagi, kesabaran anda akan sangat berguna untuk membuat orang semakin yakin bahwa mereka dapat secara alamiah dapat terlibat secara bermartabat. Anda akan menemukan bahwa sesungguhnya setiap orang lama yang masih ‘diam’ adalah mereka yang butuh kesabaran seorang Gembala Sidang untuk membuka hatinya, wawasannya dan kemurahan hatinya.

Membuat orang terlibat dalam solusi kebutuhan gereja adalah sebuah pekerjaan seni kepemimpinan. Penggunaan otoritas rohani secara serampangan tidak akan membuahkan hasil yang baik dalam jangka panjang bagi seorang Gembala Sidang. Anda benar-benar diuji untuk sabar menghadapi orang-orang lama yang belum tergerak.

Sisi lainnya yang mungkin berbeda adalah manakala anda berjumpa dengan beberapa orang dalam gereja anda yang memberi berdasarkan ia tergerak atau tidak. Mereka tidak segan-segan memberi dalam jumlah besar, menjadi ‘surprises’ dalam perjalanan gereja anda. Mereka mengisi gereja anda dengan hal-hal yang tidak terduga, gereja anda sementara waktu akan menjadi lebih semarak. Mereka berkata bahwa mereka akan membantu tergantung gerakan hati mereka. Jika mereka tidak tergerak, sekalipun anda mengemukakan pentingnya ia terlibat, dengan enteng mereka berkata bahwa mereka tidak dapat membantu karena merasa tidak tergerak. Sebagai Gembala Sidang, anda benar-benar berada dalam kuali penggorengan karena anda tidak dapat memprediksi apakah himbauan anda akan diterima atau tidak.

Orang-orang ini adalah para penggembira dalam gereja kita, tetapi umurnya biasanya tidak panjang. Secara sistematis mereka dapat saja menimbulkan persoalan bagi gereja anda juga.

Orang yang punya duit banyak dari jenis ini, atau sebutlah mereka orang-orang kaya dalam gereja, terdiri dari dua jenis orang. yang pertama adalah mereka yang kaya karena posisi tinggi dalam sebuah perusahaan. Mereka biasa bekerja dengan sistem, aturan dan berpikir sebagai seorang yang harus menjaga kelangsungan sebuah perusahaan. Ia biasa mengikuti seminar-seminar dan berada di tengah-tengah kepentingan-kepentingan, kepentingan perusahaan, kepentingan karyawan, maupun kepentingannya sendiri. Mereka adalah pimpinan tetapi sekaligus adalah karyawan juga, karena mereka bukan owner perusahaan tersebut. Seberapapun pengaruh mereka, mereka berada di tengah berbagai kepentingan tersebut. Ia biasa dengan punishment dan reward. Ia biasa dengan berbagai pertimbangan kenaikkan gaji menurut prestasi. Pokoknya, mereka membantu gereja dan sadar bahwa sistem adalah baik untuk menjaga kelangsungan hidup sebuah organisasi. Mereka tidak memasalahkan pemberian mereka disalurkan melalui gereja. Tokh mereka juga sudah sibuk dengan berbagai pekerjaan mereka. Mereka akan termasuk para pendukung pelayanan Gembala Sidang yang menyenangkan.

Jenis orang lainnya yang kaya adalah mereka yang memiliki sendiri sebuah usaha, mereka adalah owner dari perusahaan mereka. Mereka memiliki karyawan yang benar-benar karyawan mereka. Mereka telah punya pengalaman bermacam-macam, ada yang menjadi ‘bapak’ bagi semua karyawannya, atau malah ada juga yang agak ‘menindas’ karyawan-karyawannya. Tetapi siapa yang berani melawan mereka kalau mereka adalah pemilik perusahaan yang dapat memberhentikan para pegawai, menggantikannya dengan orang lain. Siapa yang sanggup melawan kekuasaan owner? Tentu tidak ada. Kecuali jika karyawannya sudah siap untuk diberhentikan, ia mungkin berani menunjukkan perbedaan. Tetapi dari sekian sifat-sifat bawaan pada mereka, yang akan kelihatan juga dalam berbagai pendekatan mereka adalah bahwa kadang-kadang mereka lupa bahwa dalam gereja, sesama orang percaya bukanlah karyawan, Gembala Sidang bukanlah karyawannya, staff gereja bukanlah karyawannya, gereja bukanlah miliknya, dsb. Ada yang secara serampangan sadar melakukannya terhadap orang lain, ada yang tidak sadar tetapi tetap saja masuk kategori serampangan.

Kerepotan utama seorang Gembala Sidang jika berjumpa dengan orang-orang seperti ini adalah bahwa ia sulit menghadapi ‘kejeniusan’ mereka dalam memikat hati banyak orang dengan berbagai kejutan. Mereka sangat efektif muncul pada saat sedang dibutuhkan, mereka gemar menabur perbuatan yang akan menarik banyak simpati yang biasanya bukan untuk kepuasan Tuhan melainkan untuk kepuasan mereka. Mereka terobsesi oleh figur ‘kebapakan’ tanpa memikirkan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Mereka akan seperti gelombang yang naik sementara perahu Gembala Sidang mungkin sedang berada di bawah. Mereka dengan bebas menggunakan kewenangan mereka atas harta milik mereka, mereka benar-bear independen. Mereka mampu menonjolkan kekurangan gereja anda, pelayanan anda dan kewibawaan anda hanya karena anda memang tidak menguasai yang satu itu, yaitu ‘uang’. Sedangkan mereka menguasainya sebagai owner perusahaan mereka sendiri.

Mereka memperdebatkan tentang persepuluhan karena mereka merasa tidak seharusnya gereja menerima sekian banyak persepuluhan mereka untuk diberikan begitu saja kepada gereja. Mereka merasa uang itu perlu ‘diatur’ dengan cara yang lebih baik. Bayangkan jika jumlah persepuluhan yang mereka berikan cukup besar sedangkan mereka tidak ‘berkuasa’ lagi atas uang tersebut karena kemudian gereja yang lebih menentukan penggunaannya. Lepasnya kekuasaan dari tangan mereka sulit direlakan karena memang Alkitab berkata, di mana ada hartamu di situ hatimu berada. Mereka mungkin akan berdalih bahwa tidak selalu persepuluhan diberikan kepada gereja. Mereka akan meyakinkan bahwa membagi-bagi kepada mereka yang memerlukan juga bisa menggunakan persepuluhan. Sebagai Gembala Sidang, anda hanya menangkap satu hal dari semua argumentasi mereka, yaitu bahwa mereka tidak rela kehilangan kendali kepada uang mereka. Tidak ada persepsi lain yang lebih matang dari hal ini. Inilah akar dari masalah yang bisa timbul berikutnya.

Sebagai Gembala Sidang mungkin anda dihinggapi sejenis kekuatiran. Itulah kekuatiran bahwa anda harus berhadapan dengan sejenis ‘tirani’ kekuasaan yang sangat sulit ditembus. Kenikmatan mereka adalah menggunakan segala sumber kelebihan mereka untuk sesuatu yang mendatangkan kepuasan bagi mereka. Dan anda tidak dapat mengendalikan mereka. Anda benar-benar harus berada dalam posisi ‘waiting’ tanpa bisa berinisiasi. Sebagai Gembala Sidang yang biasa bekerja sama dengan para diaken anda dalam memutuskan bagi gereja anda, kemudian mejumpai diri anda sedang ‘duduk diam’ menunggu ‘kemurahan hati’ orang yang tergerak. Sebagian orang memilih untuk benar-benar rela ‘merendahkan diri’ sampai-sampai berusaha merebut hati mereka agar timbul ‘gerakan’ hati ke arah mereka baik kepada pribadi mereka sendiri maupun kepada gereja mereka. Apa yang dipertaruhkan di sini? martabat pelayanan mereka.

Jika seorang Gembala Sidang sudah sampai ke taraf di mana ia memilih untuk ‘menyenangkan hati orang’ demi sebuah tujuan, bukan mengubah cara merebut hati orang, tetapi berani menundukkan diri, ‘menjual diri’ nya asalkan uang mengalir, ini adalah kecelakaan yang fatal dalam pelayanan. Ia kehilangan kewibawaan untuk menyampaikan firman Tuhan, ia kehilangan kewibawaan rohani untuk memberikan tuntunan kepada jemaat Tuhan, dsb. Seorang Gembala Sidang harus dapat mempertahankan martabat pelayanannya dengan ‘menolak’ untuk ‘menjual diri’nya. Ia harus memilih untuk menunda proyeknya, membatalkan rencana sekalipun asalkan independensi anda dalam menyampaikan kebenaran Allah tidak terganggu. Anda sebaiknya memilih hidup lebih sulit dan butuh waktu lebih lama dengan resources yang ada, demi menjaga kewibawaan anda dalam menyampaikan pesan Allah bagi dunia ini. Hanya anda Gembala Sidang yang mengerti apa yang saya maksudkan. Anda bisa saja tetap kasar kepada mereka yang membantu anda, tetapi anda tidak akan dapat terus menerus hidup dengan dua hal yang memiliki kutub yang berbeda, yang satu adalah keuntungan anda, dan yang satunya adalah kebenaran. Kebenaran selalu menuntut pengorbanan dari para pemegangnya.

Untuk memilih jalan ini, anda harus berdoa agar diberikan kekuatan dan keberanian untuk menentukan posisi anda di dalam Tuhan, bukan di dalam keuntungan, harta benda dan manusia. Anda ditetapkan untuk memilih Tuhan, bergantung kepada Tuhan, dan menyampaikan firman Allah sesuai dengan keinginan Tuhan. Jalan kebahagiaan anda adalah berpihak kepada Tuhan. Jalan keselamatan kita para Gembala Sidang adalah jalan sepi yang belum tentu orang pahami, tetapi anda sadar bahwa hanya di situlah anda bisa mendengarkan suara Tuhan dengan baik.

Artikel oleh: May 3, 2010  Tags:   Kategori : Artikel Gembala Sidang  Sebarkan 

3 Komentar

  1. RA - May 4, 2010

    Yes, persis, good, correct.

    Diberkatilah kiranya semua para hamba-hambaNya yg dipilih dan dipanggilNya menjadi seorang Gembala Sidang.
    Di tengah jalan yang sepi itu, hikmat yang sempurna dari tempat Yang Maha Tinggi, dilimpahkannya bagi mereka. Amin.

  2. Rudi Wirjan - May 4, 2010

    Isi dari artikel tsb adalah fenomena yg terjadi di berbagai gereja. Sangat perlu dicermati oleh para Gembala Sidang,banyak Gembala yang rela menjual martabatnya hanya oleh karena orang2 tertentu yg kita kategorykan ” kaya”.Ketika rasa perlu di support dalam hal financial maka martabat dan integeritas Gembala jadi terkikis pelan2 ,artikel ini mengingat kan kita ” Hai Gembala, kembali kepada panggilan Agung Tuhan Kita ” . Terkadang terpikir oleh saya, ork kaya memanfaatkan gereja untuk suatu popularitas diri/ kemuliaan diri terselubung atau kah Gembala yang memanfaatkan jemaat yg kaya?? Pada kenyataannya sulit dibedakan. Ada beberapa gembala yang secara tidak sadar “mencukur” bulu dombanya yg tebal ( Yeh 34 )sampai habis2an demi sebuah motivasi.Mungkin berawal dari beberapa kejadian ini membuat beberapa gelintir org yg tidak mature jdi terkontaminasi untuk menunjukkan ke “kaya” an nya dgn show menunjukan “mengganti” posisi gembalanya .
    Mari para pelayan Tuhan, jaga martabat dan integeritas kita dengan setia dan taat pada Gembala Agung dengan tidak tergiur pada rayuan “UANG” yg memang kita sangat perlukan,untuk kehidupan kita…tapi dengan elegant menjadikan dia adalah alat untuk tujuan tertentu.
    Artikel nya mantap dan bermanfaat untuk kita teliti dgn baik.

  3. yusuf nifu - May 4, 2010

    syalom dalam KRISTUS, setiap orang yang percaya pasti ada pergumulannya baik untuk dirinya sendiri atau untuk keluarganya atau terhadap sesamanya manusia, apalagi sebuah gereja dengan begitu banyaknya jemaat, pasti ada kelebihan dan kekurangannya baik rohani atau sosial, tapi perlu kita mengerti dan pahami bahwa semuanya sama di mata TuhaN.

Tulis Komentar Anda