Tantangan Kepemimpinan di DKI

Indeks Pembangunan Manusia DKI menurut data Pemerintah adalah yang tertinggi, yaitu 77  – di antara propinsi-propinsi lain. Ini menandakan bahwa DKI menjadi tempat berkumpulnya mereka yang telah berjuang dalam pendidikan, ekonomi, dan pengaruh, dsb. Propinsi DKI Jaya adalah propinsi yang menerima konsekuensi menguntungkan dari “menjadi ibu kota negara”. Dengan tingkat kemiskinan dan buta huruf terendah berarti DKI sudah nyaris lepas dari kekurangan SDM. Segala sesuatu yang menyangkut peningkatan kemampuan individu dalam seluruh pengertian, tersedia di kota Jakarta.

Kesadaran bahwa DKI akan selalu menjadi tolok ukur tertinggi di mata dunia luar waktu mereka melihat Indonesia membuat propinsi ini tidak tanggung-tanggung dalam mempertahankan keunggulannya. DKI adalah perjumpaan masyarakat unggulan, tempat pemusatan kualitas yang baik dan terbaik, pusat pemerintahan, dsb. Di lain pihak, pelayanan perkotaan yang dilakukan oleh berbagai denominasi memakai sistem yang benar-benar berbeda dari apa yang selama ini dimiliki oleh GSJA.

Keadaan ini secara tidak langsung mempengaruhi gereja-gereja yang ada. Lihatlah tingkat pendidikan PI GSJA terbaik ada di DKI, kondisi gereja yang merata baik ada di DKI dan komposisi pendidikan rata-rata jemaat terbaik dalam soal SDM-nya juga ada di DKI. Semua itu adalah konsekuensi logis sosiologi masyarakatnya. Gereja menerima orang dengan SDM yang baik, gereja hampir dikatakan tidak terlibat banyak dalam pembentukan SDM yang baik di DKI. BPD masih dirasakan berada selangkah di belakang pertumbuhan gereja yang ada. Ini bukan kritik terhadap Badan Pengurus Daerah, tetapi ini adalah gambaran betapa sulitnya menemukan jenis kepemimpinan yang diperlukan bagi gereja-gereja di DKI.

Sumber keuangan terbesar di DKI adalah dikarenakan gereja-gereja yang menjadi penyumbang utama dari persepuluhan yang ada. Korelasi antara usaha Badan Pengurus Daerah dan pertumbuhan gereja lokal masih  kurang signifikan dikarenakan gereja-gereja ini adalah gereja-gereja yang bertumbuh karena SDM gereja lokal. Belum terlihat korelasi penting antara SDM Badan Pengurus Daerah-nya dengan pertumbuhan gereja-gereja yang ada. BPD DKI masih mengusahakan agar kehadirannya sebagai BPD dapat turut memfasilitasi pertumbuhan dan berpartisipasi dalam perubahan menuju kemandirian sistem pertumbuhan gereja lokal.

DKI membutuhkan kepemimpinan yang benar-benar merefleksikan kapasitasnya sebagai Daerah dengan SDM yang baik. Mereka yang memiliki pengalaman pertumbuhan gereja yang baik, sudah sepatutnya mendapat kesempatan memberikan pengaruh kepada Daerah ini  secara signifikan. Tanda bahwa Daerah ini memiliki SDM yang baik adalah bahwa perkembangan gereja-gereja di DKI harus termasuk yang terdinamis, peningkatan pendidikan para PI termasuk yang merata tinggi, sehingga proses keputusan serta program-program Daerah harus dapat menunjukkan jitunya pemetaan masalah dan potensi perkembangan yang ada. Ditambah dengan kemampuan untuk berjumpa dengan organisasi gereja lainnya ditingkat ibu kota dengan level percaya diri yang baik.

Seyogyanya Daerah dimana potensi terbesar GSJA itu ada, menjadi perhatian setiap orang yang melayani di dalamnya. Apa yang bakal terjadi dengan GSJA di DKI 3 tahun mendatang? 7 tahun mendatang, dan 15 tahun mendatang? Semoga Tuhan menyertai kita semua!

Artikel oleh: April 7, 2010  Tags:   Kategori : Artikel  Sebarkan 

Satu komentar

  1. Pdt.Gatut Wiyono - April 14, 2010

    Tentu, namun, kita tidak boleh silau dengan keunggulan2 kota. Kota besar adalah lambang pencapaian usaha keras, keangkuhan,kesombongan,individualistis, egosentris. Pelayanan gereja di kota tetap harus bertumpu kepada :bukan oleh gagah..bukan kuat…melainkan oleh Roh. Ingat di kota banyak setannya …waspadalah…waspadalah.. Tetap rendah hati ,jujur, cinta Tuhan dan rajin Selamat melayani di kota besar Hidup GSJA DKI GBU

Tulis Komentar Anda