Menanamkan Sifat Fasilitatif Badan Pengurus Daerah

d-024

Dalam kepemimpinan ada berbagai jenis, tergantung situasi dan komposisi orang-orang yang dipimpin. Kemampuan untuk menggunakan semua gaya kepemimpinan direktif, supportif, partisipatif dan delegatif – itulah yang disebut kepemimpinan. Melakukan salah satu gaya kepemimpinan sepanjang masa hanya bisa disebut “pemimpin”. Tetapi untuk menyebut kepemimpinan, diperlukan seni menggunakan segala gaya kepemimpinan berdasarkan konteksnya untuk membawa manfaat terbesar bagi perusahaan dan karyawan serta masyarakat (dan alam). Kejelian melihat berbagai level orang-orang yang dilayani adalah tuntutan utama kepemimpinan yang dikembangkan seseorang.

Benturan dan masalah biasanya timbul karena terhentinya seorang pemimpin dari kemampuan untuk mengunakan gaya kepemimpin lain di konteks yang berubah. Setiap pemimpin yang menjalankan kepemimpinan dianugerahi Tuhan kemampuan untuk ‘memenuhi tuntutan perubahan’. Inilah yang membuat seni kepemimpinan memiliki hari depan yang cerah. Tidak ada yang bisa merontokkan kepemimpinan. Kepemimpinan adalah soal pengaruh – menurut Maxwell. Kepemimpinan lahir dari karakter yang anda bangun selama bertahun-tahun. Seberapa besar hikmat yang anda peroleh, akan sangat tergantung dari seni kepemimpinan yang anda tunjukkan juga.

d-026

Orkestra gaya kepemimpinan adalah kepemimpinan itu sendiri. Masalah dalam kepemimpinan tidak selalu diakibatkan ketidak percayaan orang terhadap kepemimpinan seseorang. Masalah biasanya menjadi petunjuk bahwa gaya kepemimpinan sebaiknya dirubah. Saya sering menyebutnya bahwa “Kegersangan pelayanan bukanlah tanda untuk mengganti pekerjaan tetapi untuk mengganti caranya melayani!”

Bagaimana dengan ‘sang pemimpin’ itu sendiri?

Ada 3 (tiga) mitos yang berkembang di masyarakat tentang kepemimpinan, yaitu mitos the Birthright, the For All – Seasons , dan the Intensity.

Mitos the Birthright berpandangan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dihasilkan (dididik). Mitos ini berbahaya bagi perkembangan regenerasi pemimpin karena yang dipandang pantas menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari sananya dilahirkan sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan sebagai pemimpin tidak memiliki kesempatan menjadi pemimpin

Mitos the For All – Seasons berpandangan bahwa sekali orang itu menjadi pemimpin selamanya dia akan menjadi pemimpin yang berhasil. Pada kenyataannya keberhasilan seorang pemimpin pada satu situasi dan kondisi tertentu belum tentu sama dengan situasi dan kondisi lainnya.

Mitos the Intensity berpandangan bahwa seorang pemimpin harus bisa bersikap tegas dan galak karena pekerja itu pada dasarnya baru akan bekerja jika didorong dengan cara yang keras. Pada kenyataannya kekerasan mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja hanya pada awal-awalnya saja, produktivitas seterusnya tidak bisa dijamin. Kekerasan pada kenyataannya justru dapat menumbuhkan keterpaksaan yang akan dapat menurunkan produktivitas kerja. (Pakde Sofar, 2008)

Kemampuan seseorang memimpin dapat dideteksi oleh mereka yang ada di sekitarnya, yang ada di bawahnya dan yang ada di atasnya. Dalam kepemimpinan rohani, istilah ‘pengurapan’ bagi seorang pemimpin hanyalah simbol, restu pemilihan yang telah terjadi, maupun kuasa penyertaan Tuhan. Tetapi proses pemilihan yang dilakukan Tuhan adalah denganberbagai cara misalnya melihat potensi diri yang tidak dilihat oleh orang itu sendiri. Dalam Alkitab, baik Musa, Yosua, dsb. adalah orang-orang yang dalam diri mereka memiliki potensi kepemimpinan. Atau melalui latihan yang diberikannya, misalnya para rasul pada jaman Yesus, dst. Allah menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan, membangkitkan dan menjadikan pemimpin bagi suatu masa.

Kepemimpinan dan Badan Pengurus Daerah

Kepemimpinan mendapat pengakuan dari para Pelayan Injil yang ada di Daerah tersebut. Karenanya sifat yang kemudian dikembangkan dalam kepemimpinan di Daerah adalah kepemimpinan akibat pengakuan yang memiliki tugas mendatangkan hal terbaik bagi konstituen dan Daerah yang diwakilinya. Inilah akar DNA fasilitatif BPD.

Makin hari kepemimpinan di arena sekuler (jika masih dapat digunakan istilah tersebut) sedang menuju ke arah kepemimpinan pelayan. Seiring dengan makin cerdasnya individu, makin mencuatnya hak individu, makin mapannya hidup orang dan mengutamakan derajat dan martabat, makin setaranya hubungan, makin sadarnya kemampuan diri, maka kepemimpina telah hampir dapat dikatakan mengalami ‘ekuivalensi’. Artinya titik di mana level antara orang dilayani dan yang melayani mencapai titik temu yang seimbang. Ekuivalensi yang sesungguhnya mungkin sulit dicapai, tetapi sifat dan jenis kepemimpinan mendapat angin baru seiring dengan perkembangan peradaban kemanusiaan.

Kata ‘memimpin’ yang ada dalam Tata Gereja dan Peraturan Pelaksanaan harus dibaca dengan perkembangan konsep kepemimpinan. Badan Pengurus Daerah di seluruh Indonesia berada dalam titik kritis pertemuan antara beberapa hal: panggilan diri, pilihan orang, tuntutan perubahan, dan visi perubahan. Tetapi beberapa asas kepemimpinan tidaklah berubah: misalnya bahwa kepemimpinan harus mendatangkan kecerdasan luas bagi konstituennya.Dalam skenario Badan Pengurus Daerah, doa dan pekerjaannya adalah agar setiap Pelayan Injil yang ada menjadi lebih sungguh-sungguh, menjadi lebih cerdas, menjadi lebih bertanggung jawab, menjadi lebih baik, makin lebih mampu dan terampil, makin lebih bisa membangkitkan potensi diri, makin bisa ‘menyelamatkan’ masa depannya sendiri, dsb.

Untuk penciptaan Sumber Daya Manusia yang baik di kalangan GSJA di Indonesia ada beberapa hal yang perlu dilakukan:

Betapa pentingnya untuk membangkitkan kesadaran para Pelayan Injil tentang bagaimana Rapat Daerah menjadi ‘kekuasaan’ tertinggi di Daerah yang menentukan arah, kebijakan, program kerja, dsb. Pada Rapat Daerah-lah Badan Pengurus Daerah mempertanggung jawabkan hasil kerja mereka sealam periode kepercayaan yang ada. Hampir semua Badan Pengurus Daerah bekerja dengan pengertian ini hanya masih perlu memperkuatnya.

Tugas untuk mengisi pertemuan-pertemuan Daerah menjadi pertemuan yang menggairahkan dan sangat partisipatif secara akal/ide, tenaga/daya, dsb adalah mimpi banyak pelayan Injil. Memperkuat Badan Pengurus Wilayah baik dari segi keuangan, kepemimpinan dan keberhasilan adalah cara termudah untuk melahirkan kepemimpinan lain. Semakin dekat program diarahkan kepada pencerdasan dan pelatihan kepada gereja lokal yang menjadi ujung tanduk pelayanan, makin bagus arah kepemimpinan berjalan. Semua program yang baik dari Badan Pengurus Daerah harus bermuara kepada penguatan, pengayaan dan keberhasilan gereja-gereja lokal yang dipimpin oleh para Pelayan Injil di Daerah tersebut. Caranya mungkin langsung atau tidak langsung, tetapi muaranya tetaplah sama.

Semakin banyak pendewasaan, kepercayaan, dan pelatihan di arahkan kepada tingkat-tingkat kerja terbawah, semakin baik Sumber Daya Manusia-nya dipersiapkan. Dalam hal inilah DNA fasilitatif Badan Pengurus Daerah ditanamkan di Daerah tersebut. Di tingkat manapun, diperlukan pemimpin yang baik dalam arti yang sesungguhnya. Yang dapat menyingkirkan rintangan kepemimpinan pada tataran setara, kebawah dan ke atas.

Semoga bahan ini berguna dan memberkati kita semua!

Artikel oleh: February 16, 2010  Tags:   Kategori : Artikel  Sebarkan 

2 Komentar

  1. suwandoko - March 2, 2010

    Kepemimpinan yang diteladankan oleh Tuhan Yesus adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Mat 20:20-28. Anak Manusia datang untuk melayani, bukan dilayani. Tuhan Yesus tidak menunggu (dan tidak mungkin) murid-murid-Nya menjadi “ekuivalen” dengan diri-Nya. Tetapi, Dia tetap melayani mereka. Kepemimpinan adalah pengaruh dari pemimpin untuk mentrasnformasi orang yang dipimpin menjadi pribadi yang dikehendaki Tuhan (bukan pemimpin). Ini definisinya kepemimpinan Robert Clinton.
    Kalau tugas BPD memfasilitasi seperti dijelaskan di atas, GSJA sebagai organisasi yang berkembang. Seharusnya, gereja-gereja lokal yang berkembang menurut ciri kekhasannya masing-masing di dalam kepemimpinan para gembalanya. Tidak diseragamkan dengan aturan organisasi. Jadi, walaupun dalam tanda petik “kekuasaan”, hal itu tidak sejalan dengan “pengaruh”. Bukankah hakekat GSJA adalah persekutuan ? Ini pandangan saya. Thanks kalau ini dimuat.

  2. Adi Prapto Nugroho,ST - August 13, 2010

    Saya rasa kurang pas kalau segala sesuatu ditanggapi dengan ayat2. Bukankah kepemimpinan itu sendiri sudah ada prinsip2 nya di Alkitab ? Prinsipnya aja lha disadari. Organisasi itu
    urusan mudah, orang bodoh pun bisa melakukannya. Tapi kepemimpinan itu yang perlu belajar
    terus menerus.

    Komentar Bp.Suwandoko sbb :
    Kalau tugas BPD memfasilitasi seperti dijelaskan di atas, GSJA sebagai organisasi yang
    berkembang. Seharusnya, gereja-gereja lokal yang berkembang menurut ciri kekhasannya
    masing-masing di dalam kepemimpinan para gembalanya. Tidak diseragamkan dengan aturan
    organisasi. Jadi, walaupun dalam tanda petik “kekuasaan”, hal itu tidak sejalan dengan
    “pengaruh”. Bukankah hakekat GSJA adalah persekutuan ?

    Saya rasa ga nyambung dengan ulasan artikel ybs pak. Kita kan bicara organisasi (dalam
    lingkup BPD) bukan kepemimpinan gereja lokal. Justru dengan sikon GSJA yang ada (jika bapak mengetahuinya), kepemimpinan gereja lokal umumnya ter-tradisi begitu rupa dan membuat BPD menjadi tidak bergairah. Saya melihat artikel ini adalah upaya untuk mendorong agar BPD hendaknya “berdiri” pada integritas / keberadaan yang berbeda dengan gereja lokal itu sendiri (krn isinya BPD kan para pemimpin gereja lokal juga).

    Dalam satu sisi, artikel ini “baru memulai” apa yang seharusnya sudah lama dibuat dalam
    tubuh GSJA itu sendiri, jika nanti sudah berkembang pada tingkat tertentu, baru kita dapat
    mengatakan artikel ini hanyalah bacaan ringan semata-mata yang sudah ada di semua lahan
    organisasi manapun juga. Tapi artikel ini penting, bahkan sebenarnya masih perlu banyak hal
    yang perlu di ungkapkan mengingat GSJA sangat lemah dalam lingkup ber-organisasi.

    Disinilah diperlukan orang2 yang berpengalaman berorganisasi berkumpul dengan orang2 yang
    berpengalaman memimpin dalam ranah Pentakosta untuk mengerjakan segala sesuatu nya dengan rapi dan teratur itulah yang saya bisa sandingkan dengan istilah Bp.Suwandoko dengan “GSJA adalah persekutuan”.

    Terima Kasih.GBU.

Tulis Komentar Anda