“PESAN DARI ZIKLAG” (1 SAMUEL 30: 1-9: 17-21)

a-231

by Gani Wiyono

Nama sebuah tempat kadang bisa membangkitkan kenangan yang indah. “Barcelona,” bagi Susi Susanti dan Allan Budi Kusuma, tentu tak terlupakan karena di sanalah mereka meraih medali emas pertama bagi Indonesia melalui cabang bulutangkis pada tahun 1992.

Namun tidak selalu demikian! Penyebutan nama sebuah tempat kadang dapat membuka lama yang membangkitkan memori kesedihan dan duka lara. Auswitch, sebagai misal, bagi orang-orang Yahudi sarat dengan kenangan kelam. Hampir dua juta orang Yahudi tewas di sana selama berlangsungnya Perang Dunia Kedua di Eropa.

Ziklag, adalah nama sebuah tempat. Mungkin agak asing di telinga kita. Namun tidak bagi Daud! Apa yang terjadi di sana? Pesan apa yang bergema di sana bagi kita yang hidup pada awal abad XXI ini? Mari kita buka 1 Samuel 30

Episode Ziklag dimulai dengan kedatangan Daud beserta orang-orangnya ke Ziklag. Mereka tampaknya amat lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Alih-alih disambut dengan suasana yang menyegarkan dan membangkitkan semangat mereka disambut dengan sebuah pemandangan yang mengenaskan: Ziklag telah dibumihanguskan oleh orang-orang Amalek; Isteri-isteri beserta anak-anak dan sanak saudara meski tidak dibunuh, namun telah ditawan oleh bala tentara Amalek.

Sebuah luka batin yang lebar menganga dialami oleh para pria gagah ini. Sebuah kesedihan yang amat dalam terjadi. I Samuel ayat 4 mengambarkan kondisi ini dengan kata-kata yang ringkas namun tajam: “Lalu menangislah Daud dan rakyat yang bersama-sama dengan dia itu dengan nyaring, sampai mereka tidak kuat lagi menangis.” Terjemahan yang lain menulis: “Mereka menangis sampai tidak ada lagi kekuatan untuk menangis”

Daud, pria yang disebut berkenan di hadapan Allah, mengalami sebuah pengalaman pahit, bahkan amat pahit. Jadi Pesan pertama dari Ziklag adalah: Umat Allah, Saya dan Anda, tidak kebal dengan pengalaman yang pahit, bahkan sangat pahit.

“Mereka menangis sampai tidak ada lagi kekuatan untuk menangis”. Suatu saat dalam kehidupan kita yang mungkin diawali dengan hasil dari sebuah tes medis (ada penyakit yang mematikan); sebuah telefon di malam hari yang membawa berita duka; sebuah surat yang berisikan berita pemberhentian dan penolakan: sebuah SMS yang berisikan pemutusan hubungan cinta kasih yang telah lama terjalin yang membuat anda patah hati; Sebuah berita dari kantor polisi tentang penahanan orang-orang yang anda kasihi.

Pesan pertama dari Ziklag diharapkan membangunkan kesadaran orang-orang Kristen yang tersihir oleh tipu daya Injil kemakmuran dan Injil Kesehatan. Injil yang memberitakan bahwa orang Kristen sejati tidak mungkin mengalami pengalaman-pengalaman pahit semacam sakit-penyakit, hubungan yang retak, kegagalan dan kemiskinan. Injil yang telah mempersempit ruang penggembalaan Allah hanya sebatas pada padang yang berumput hijau dan air tenang; Injil yang teah membuang “lembah kekelaman” sebagai ruang penggembalaan Allah. Injil yang menyanyi:

Ketika Aku berada di padang rumput hijau,

Allah itu baik, mengasihi, dan memberkatiku

Ketika aku berada di padang gurun gersang,

Allah itu tidak peduli dan mengutuki

Ketiika aku berada di dalam nikmat berbaring,

Allah itu pemelihara dan penjagaku

Ketika aku berada di dalam sakit berbaring,

Allah itu tuli dan marah kepadaku.

Injil yang lupa dengan kata-kata Yesus dalam Yohanes 16:33 “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan (kesulitan –terjemahan lain), tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.”

Kedekatan dengan Allah bukan jaminan bahwa kita akan bebas dari kesulitan dan kepahitan. Pengalaman Jerry Sittzer, penulis buku A Grace Disguised, menjadi bukti nyatanya. Suatu hari dalam perjalan pulang dari pelayanan dan kunjungan di penampungan orang-orang Indian di pedesaan Idaho, minibus yang ia tumpangi bersama keluarganya ditabrak dari depan oleh sebuah mobil yang dikemudikan oleh pemabuk. Hari itu Jerry mengalami “Ziklag”. Ibunya, Isterinya, dan salah satu anaknya tewas di depan matanya. Jerry menuliskan pengalamannya: “Perempuan yang telah saya nikahi selama dua puluh tahun meninggal; kesayangan saya, Diana Jane, anak kami yang ketiga, meninggal; ibu saya, yang telah melahirkan dan membesarkan saya, meningga. Tiga generasi pergi dalam sekejab!”

Itulah pesan pertama dari Ziklag: Anda dan saya rentan dengan pengalaman-pengalaman pahit dalam hidup ini.

Kini marilah kita kembali kepada 1 Samuel 30. Secara khusus kita lihat kembali ayat 6, “Dan Daud sangat terjepit, karena rakyat mengatakan hendak melempari dia dengan batu. Seluruh rakyat itu telah pedih hati, masing-masing karena anaknya laki-laki dan perempuan.” Bagian ini menarik untuk ditelaah. Dalam saat-saat yang penuh duka, orang-orang ini bukannya menguatkan Daud: sebaliknya, mereka menyalahkan Daud sebagai sumber malapetaka ini. Bahkan yang lebih parah lagi mereka hendak merajam Daud dengan batu. Apakah dengan melempari Daud dengan batu masalah selesai! Tentu saja tidak! Tapi begitulah kecenderungan manusia, dalam situasi yang traumatis, logika kerapkali menjadi pudar, dan kebutuhan untuk mencari kambing hitam menjadi sesuatu yang benar-benar riil.

Pernakah anda mengalami pengalaman yang serupa? Ketika malapetaka dan kesulitan datang, bukannya kita saling menguatkan; kita justru saling menyalahkan. Sudah tak terhitung berapa banyak keluarga yang hancur gara-gara “blame-game” semacam ini. Ketika suami di PHK atau gagal dalam usaha, bukannya memberi dukungan, sang isteri malah menyalahkannya; Ketika anak terjatuh dan dirawat di rumah sakit, bukannya memberikan dukungan emosional kepada sang isteri yang tengah gelisah dan kalut, si suami menyebut dia sebagai ibu yang tidak becus menjaga anak. Sebuah pertanyaan besar: Apakah dengan terlibat dalam “blame-game” ini masalah selesai? Tidak! Sama sekali tidak!

Inilah pesan kedua dari Ziklag: Waspadalah! Dalam situasi yang sulit dan traumatis sering logika (akal sehat) menjadi pudar karena pengaruh dari nafsu kita mencari kambing hitam!

Mungkin kita perlu belajar dari keluarga almarhum Ronni Patinasarani. Ketika kedua anaknya, Benny dan Yerri terperangkap dalam penggunaan obat-obatan terlarang, keluarga ini tidak saling menyalahkan; Mereka saling merapatkan barisan, membangun kekuatan untuk mempercepat pemulihan. Dengar kesaksian dari Ronni Pattinasarani:

“Saya minta sama istri saya bahwa kita jangan malu. Bahwa ini bukan aib. Ini musibah. Ini masalah sampai anak-anak kita pake. Ini bukan salah anak-anak kita sebenarnya, tapi salah kita, orang tua. Setiap pagi doa saya cuma dua yang saya minta sama Tuhan. Pertama adalah kesehatan, yang kedua kesabaran….”

Setelah mengalami perjuangan yang cukup panjang dan melelahkan kini akhirnya kedua anak tersebut, Benni dan Yerry, telah sembuh total.

Kembali kepada teks yang kita baca, ayat 6 diakhiri dengan kalimat yang begitu menarik: Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya. Di saat dunia sepertinya mau runtuh; di saat orang-orang begitu loyal kepadanya, mulai runtuh loyalitasnya, Alkitab mencatat Daud semakin menyandarkan hidupnya kepada Allah.

Inilah Pesan ketiga dari Ziglak: Di saat badai kehidupan menerpa, jangan berlari dari Allah, berlarilah kepada Allah. Ini memang tidak selalu mudah bagi banyak orang. Sudah tak terhitung orang-orang percaya yang kehilangan imannya (menjauh dari Allah) ketika berhadapan dengan pengalaman pahit. Salah satu di antaranya adalah orang yang bernama Richard yang muncul dalam karya Philip Yancey, Kecewa dengan Allah. Richard adalah mahasiswa teologi di Wheaton College Graduate School. Dia kehilangan imannya ketika mengalami “Ziklag” dalam hidupnya ketika ia gagal memperoleh pekerjaan hingga akhirnya hutangnya menumpuk; yang lebih parah lagi, tunangannya yang bernama Sharon memutuskan hubungan tanpa alasan yang jelas. Richard telah berlari menjauhi Allah ketika Ia berkata: “Saya merasa bertobat, tetapi bertobat meninggalkan Allah.”

Mengapa kita perlu berlari kepada Allah ketika pengalaman Ziklag terjadi? Jawabnya, karena Allah adalah satu-satunya Pribadi yang dapat memulihkan hidup kita. 1 Samuel 30:7 -21 memberikan catatan bagaimana Allah mengubah ratapan menjadi tarian. Daud berhasil mengalahkan orang-orang Amalek dan mendapatkan kembali keluarga, kaum dan harta bendanya,

Selalu ada harapan bagi orang percaya yang berpaling kepada Allah ketika kemalangan tiba. Kadang Allah berkarya dengan begitu radikal, hingga yang kehilangan memperoleh kembali apa yang hilang. Seperti pengalaman Daud, dan pengalaman Ayub. Namun kadang tidak selalu demikian. Apa yang hilang tetap hilang, namun kita diberi sebuah kekuatan supernatural untuk menanggungnya hingga hidup kitapun mengalami pemulihan. Dengar kesaksian Jerry Sitzer setelah Allah memulihkan dirinya dari pengalaman traumatis yang saya singgung dalam bagian pertama dari khotbah ini:

Dukacita yang saya rasakan manis sekaligus pahit. Jiwa saya masih berduka; namun saya bangun setiap pagi dengan penuh sukacita, tidak sabar menantikan apa yang akan hadir bersama hari baru tersebut, tidak sabar menantikan apa yang akan hadir bersama hari tersebut. Tidak pernah saya merasakan kesakitan sebesar yang saya alami dalam tiga tahun terakhir; namun tidak pernah sebelumnya saya mengalami kesukaan demikian besar atas anugerah kehidupan hari lepas hari yang saya terima. Tidak pernah saya merasa begitu hancur; namun tidak pernah saya merasa begitu utuh. Tidak pernah saya begitu menyadari kelemahan dan kerapuhan saya; namun tidak pernah saya demikian puas dan merasa begitu kuat. Tidak pernah jiwa saya mengalami kematian seperti ini; namun tidak pernah jiwa saya lebih hidup daripada saat ini. Apa yang sebelumnya saya pandang berseberangan –dukacita dan sukacita, penderitaan dan kesenangan, kematian dan kehidupan – kini menjadi bagian-bagian yang membentuk keseluruhan. Jiwa saya telah ditarik mengembang. Di atas segalanya, saya semakin menyadari akan kuasa kasih karunia Allah dan kebutuhan saya akan hal itu. Jiwa saya telah bertumbuh karena disadarkan oleh kebaikan dan kasih Allah. … Hidup saya sedang diubahkan. Meskipun saya mengalami kesakitan, saya percaya hasilnya pasti akan indah.”

Itulah kebenaran dari pesan Ziklag: Tidak ada suatu waktu di mana Allah kekurangan kuasa untuk memberikan apa yang anda butuhkan untuk mengalami pemulihan. Tuhan memberkati.


Artikel oleh: December 1, 2009  Tags:   Kategori : Bahan Khotbah  Sebarkan 

4 Komentar

  1. heri widagdo - May 20, 2010

    Amin, setuju kita hrs beritakan Injil seutuhnya; terima kasih … melalui pesan ziklag ini saya dikuatkan ….

  2. Mullop Banjarnahor - October 7, 2010

    wah, nama ZIKLAG ini memang asing buat saya pribadi. ziklag memiliki pesan yang luar biasa dan dapat digunakan sebagai bahan yang baik untuk membantah ajaran injil kemakmuran dan ini merupakan bahan khotbah yang baik. sip dah.

  3. Remon Mantik - May 4, 2011

    Puji Tuhan!!!!! terima kasih Tuhan Yesus…terima kasih pak Gani, sangat memberikan kami kekuatan baru untuk melangkah lagi,,, lebih giat lagi dalam melayani, mengiring Tuhan Yesus… di ladang pelayanan..
    suka duka kami lewati semuanya hanya untuk memuliakan nama Tuhan Yesus.. Kristus.. doakan kami selalu.
    Tuhan Yesus berkati
    Remon, Jenny , Nataya & Faith Mantik

  4. Reinhard hatane - September 1, 2012

    Makasih pak menguatkan sekali..God Bless

Tulis Komentar Anda