Yang Belum Kita Tembus sebagai GSJA

a-341

Apa yang saya tulis ini hanyalah satu di antara sekian pendapat yang dapat dikemukakan tentang organisasi kita. Kita dilahirkan dan dibesarkan dalam kalangan GSJA. Lalu dari dalam kita mencoba mengkritisi apa yang belum bisa kita tembus sebagai sebuah organisasi. Kita merefleksi pada kecepatan tumbuh kembang organisasi kita dibanding dengan yang lain. Kita membandingkan spiritualitas yang ada dalam GSJA dengan spiritualitas kekristenan sekeliling kita. Kita membandingkan format personalitas gereja kita dibanding dengan personalitas gereja lain, dsb. Intinya, penting bagi kita menyadari siapa diri kita yang sebenarnya.

Banyak yang ditanyakan teman-teman sesama Pelayan Injil GSJA, apa bedanya GSJA dari GPdI, GBI, GBT, dan gereja-gereja Pentakosta lainnya? Selain sejarahnya telah melalui jalur yang berbeda, harus diakui bahwa GSJA adalah salah satu gereja beraliran Pentakosta yang lahir dalam setting sebagai berikut:

  1. GSJA muncul pada masa-masa pergolakan perang dunia kedua dan masa pergulatan politik Indonesia menuju kemerdekaan (1937-1943), pergulatan politik dalam negeri yang tarik menarik. Krisis kepemimpinan dan ketidak pastian membuat ‘palungan’ kelahiran GSJA di Indonesia terbentuk sedemikian, antara blessing and curse. Dengan kata lain – sesaat sebelum seorang anak akil balik, ia berjumpa dengan seorang dewasa yang kemudian menjadi panutan seumur hidupnya
  2. Suasana patriarkhal kepemimpinan misionaris luar negeri di mana misionaris lebih dilihat sebagai model kuat kerohanian dan bapa rohani yang lebih unggul dari orang lokal sehingga sekalipun terjadi perubahan kepemimpinan kepada nasional, tetap saja hirarkikal otoritas kepada misionaris secara tidak disadari tidak bisa hilang. Mungkin dari sejak awalnya, self-confidence kepemimpinan nasional tidak sekuat yang diharapkan. Lalu ciri tersebut mewarnai perkembangan GSJA sampai hari ini. Misionaris sebagai gembala sidang juga pernah kita lalui. Sehingga pada awal-awalnya, kepemimpinan adalah suatu warisan.
  3. Bercampur dengan nilai budaya Jawa. Bagaimanapun, kultur Jawa sangat mempengaruhi pola pengabdian GSJA sepanjang masa. Suasana kepemimpinan non-konfrontatif, sopan, dan jujur selalu menjadi isi penting perjalanan pelayanan para senior GSJA. Kita memenangkan jiwa dan mendirikan gereja dengan cara yang tidak konfrontatif. Mungkin itu juga sebabnya kita sering menyebut diri “jago gang”, artinya banyak gereja-gereja SJA berlokasi masuk gang, dan tidak di pinggir jalan besar atau jalan utama
  4. Membudayakan pola pikir Alkitabiah yang sehat. Ini adalah akibat pengaruh apa yang dikembangkan oleh Divisi Misi Asia Pacific GSJA Amerika yang profesional dalam pengelolaan pelayanan misinya. Sekolah Alkitab di Amerika masa-masa itu juga sedang dalam peralihan menuju kondisi intelektualisme yang lebih mapan. Penekanan kepada ‘intelectual adequacy’ dalam pelayanan serta pemecahan masalah berkaitan dengan dunia ketiga dalam misi di Amerika menelurkan jawaban-jawaban yang cukup memuaskan bagi pola pikir Barat. GSJA di Indonesia mewarisi pendekatan pemikiran yang lebih rasional seiring dengan meningkatnya mutu pelayanan para misionaris terutama dari Amerika. Ini turut mempengaruhi isi dan pembentukan Tata Gereja dan Peraturan Pelaksanaan yang kita miliki

Beberapa poin tersebut saya tulis dengan maksud supaya secara perlahan kita sampai kepada kesimpulan bahwa tingkat ‘gereget’ pelayanan GSJA sampai hari ini, masih harus diakui ‘meng-ekor pada gereja-gereja lain yang lebih maju dari segi jumlah dan pengaruh. Sekolah Alkitab memang sangat berpengaruh dalam membentuk masa depan pelayanan sebuah organisasi gereja. tetapi yang lebih penting adalah menyadari ‘budaya’ apa yang telah mewarnai kita sepanjang jaman. Bisakah kita mengganti dan mengubah ‘budaya’ tersebut sehingga lebih meng-absorp percepatan dan gereget kemajuan organisasi gereja.

(Kemarin dalam sebuah acara informil  – Minggu 29 Nov. 09 – saya berjumpa dengan teman kita seorang PI DKI yang menyampaikan pemikiran dan pertanyaan tentang mengapa kita tak secepat gereja lain, mengapa SDM kita segini-segini saja, apakah mungkin mengubah style penggembalaan perkotaan menjadi “doing business & ministry”, sehingga tidak perlu tergantung pada jemaat, dsb. – hal-hal tersebut menggelisahkannya. Inilah mengapa penting untuk berbagi pengalaman dan pandangan melalui website ini.)

Saya tidak akan menyebut apa saja yang harus kita tembus sebagai GSJA untuk lebih tampil di baris depan kepemimpinan kekristenan dewasa ini. Kiranya teman-teman dapat menyebutkan dengan mudah apa-apa saja. Silahkan berpendapat demi kemajuan organisasi kita. Anda mungkni akan menyebut spirit of enterpreneurship, atau doa dan ima, atau faktor Roh Kudus, apa saja. Semoga anda bisa menuangkan pemikiran dan pengamatan anda dalam web kita. Kami sangat berharap web ini menjadi tempat di mana PI GSJA menuangkan pengamatan, karya dan pemikiran terbaiknya.

Silahkan tanggapi dan masukkan pandangan-pandangan anda!

Tuhan memberkati!

Artikel oleh: November 29, 2009  Tags: ,   Kategori : Artikel  Sebarkan 

19 Komentar

  1. Pdm. Roberto Hutapea - September 3, 2009

    secara pribadi sy sangat bangga menjadi pelayan dalam wadah gsja…sedikit pemikiran untuk kemajuan gsja….diluar negeri nama assamblies of god sangatlah terkenal, bahkan banyak tokoh2 rohani yg berpengaruh dalam keberadaan gereja didunia adalah orng gsja, sebutlah tommy barnet, brian houston(hillsong) dsb…secara jumlah jemaat, untuk aliran kharismatik gsja-lah yang terbesar didunia dengan jumlah jemaat lebih dari 60 juta jiwa( bisa dilihat di wikipedia)..bahkan gsja adalah akar dari kegerakan pentakosta di dunia…dan banyak hal lain yang sangat membanggakan…bagi saya ini luarbiasa…tapi untuk gsja indonesia…menurut saya…lebih cendrung “ngikut”…dan kurang memberi dampak bagi kegerakan yg sedang terjadi di indonesia…seringkal i saya diundang pelayanan( di wilayah balikpapan khususnya…)…ketika sy perkenalkan diri dari gsja…mereka cendrung bertanya,”gereja apa itu?” ” dimana alamat gerejanya?” gereja protestan atau pentakosta?”…padahal dibalikpapan gsja ada sudah puluhan tahun…saya juga tidak tahu kenapa ya….menrut saya kita ini kurang terbuka dan kuarang agresif seperti gereja2 lain…ya mungkin terlalu “jaim” …padahal kalau kita dengar kisah bapa2 pendiri gsja…mereka adalah orang2 yg sangat “agresif”…menjadi pendobrak sejarah….api pentakostanya itu lo…bulan yg lalu sy ada siaran dengan seorang hamba Tuhan terkenal dr gereja “B”..cerita punya cerita ternyata ia lahir baru di gsja di jakarta 20 tahun lalu…lalu sy tanya,”pengalaman apa yg bapak alami sehingga bpk lahir baru waktu itu?” lalu dia jawab…waktu itu sy diajak ibadah di salah satu gsja dijakarta, ketika saya masuk sementara penyembahan, dan saya merasakan hadirat Tuhan luarbiasa, membuat tubuh saya bergetar…’gerrrr’..sy alami damai luarbiasa?…lalu 20 tahun kemudian sy diundang pelayanan disitu, aneh sy tidak merasakan ‘gerrr’ lagi”….ya mungkin subyektif, tapi perlu direnungkan…gsja ini pembawa api pentakosta tapi sekarang apinya udah nggak “gerrr” lagi…ya sy berharap gsja sebagai gereja yg lahir dari kegerakan ini kembali berdiri didepan…ayo “agresif”…saya sendiri belajar nge’roh’ dari gereja lain…memang agak aneh, tapi justru itu yang dicari…lihat saja GBInya pak Niko, petrus agung, GBI KA Solo, bethany…gereja2 ini dampaknya luarbiasa khan…ayo kembali ke akar kita, kobarkan kembali api pentakosta!!!!!…api pentakosta telah menyala……

  2. Budi Setiawan - September 3, 2009

    Pemikiran yang bagus, memang kenyataannya demikian, apa penyebabnya ‘gerrr’ tadi tidak gereget lagi, api pentakosta kurang berkobar atau bagaimana? mungkin ada teman teman lain yang mau sharing pendapat dan mengajukan poin poin seperti teman kita mr. Roberto Hutapea. Very good!

  3. Pett - September 4, 2009

    Hello,
    Everything dynamic and very positively! 🙂
    Thank you

  4. Yuana Markus - September 5, 2009

    Pak Budi, pa kabar?? mau iseng2 aja, “menukarkan pikiran” hehehe…
    Satu hal yang langsung datang di pemikiran saya setelah membaca tulisan Pak Budi adalah: faktor kepemimpinan.
    (1). Gereja-gereja lain yang kita pandang lebih maju di Indonesia saat ini mempunyai kepemimpinan kharismatik yang sangat kuat.. dan bukan hanya kuat dalam hal-hal “rohani” saja, tetapi background mereka yang sangat beragam itu mempunyai nilai tambah yang cukup signifikan. Nah, kalau kita kebanyakan dari background “sekolahan” semua dengan kemampuan yang “rata-rata” (2). Gereja-gereja yang lebih maju tersebut mempunyai “support system” yang sangat kuat dan profesional. Tidak asal punya visi dan misi yang berhenti di slogan. Dalam hal ini, mereka mampu membentuk team-team pelayanan yang kuat dan mandiri. (3). Kepemimpinan GSJA masih cenderung “one man show”. Kata-kata Gembala Sidang seolah-olah seperti kata-kata “tuhan” yang tidak bisa salah. Terlalu sulit belajar dan menerima hal-hal baru; apalagi kritikan. (4). Mungkin juga mental “dijajah” masih terlalu melekat karena terlalu lama bergantung kepada para missionaries. Seperti kata Anda, kurang “spirit of enterpreneurship”, inovasi, dan kreatifitas. Dan terakhir, maaf, saya baru bisa Om Dow (omong doang) belum bisa membuktikan apa-apa.. hehehe… Salam sukses! PeaCe!!

  5. Budi Setiawan - September 5, 2009

    Betul sekali pengamatanmu, bagus, rupanya sudah lama pengamatan ini disimpan ya, saya berharap teman teman lain turut membaca berbagai komen ini. Thanks my friend!

  6. Dirnov - September 5, 2009

    Interesting, I`ll quote it on my site later.
    Thank you

  7. Ferry Tabaleku - September 10, 2009

    Melengkapi beberapa komen diatas, saya sependapat dengan Pemikiran yang telah diutarakan diatas. 1, Tata Gereja & PP gsja perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman. 2. SDM & spiritual lifenya dipersiapkan – bukan asal saja(contoh tenaga nasional yang berpotensi perlu di orbit melalu KKR dan Seminar antara gereja). 3. Mau belajar dari gereja yang lain. 4. Siap tampil dalam event berskala nasional atau regional. 5 Membangun hubungan kerjasama baik dengan berbagai gereja,6. Libatkan kaum profesional dalam gereja lokal sampai kepada pengembalaan.

  8. Haposan Pardede - September 12, 2009

    Syalom Pak Budi, saya hanya ingin menambahkan hal yang sudah Bapak uraikan diatas, bahwa banyak jemaat dan mungkin Pelayan dari GSJA yang terlalu banyak berfikir dan berhitung(Kurang mengandalkan Tuhan), sehingga terkesan kurang Berani, jadi sebaiknya kita harus lebih Militan khususnya dalam pegembangan dan pertambahan jemaat. Saya melihat gereja lain yang lebih Militan dan cenderung berani mis: GBI, Namun satu hal yang istimewa dari gereja kita dalam pengembalaan jemaat yang sudah ada lebih terawat tidak seperti gereja lain yang sealiran. Jadi sebaiknya kita ambil halyang baik dari gereja lain, agar lebih Militan>>>>>>> Tuhan memberkati

  9. Budi Setiawan - September 13, 2009

    Oke bro, benar juga yang kamu bilang, bahwa kita cenderung kurang militan dan kurang berani. Setuju, memang harusnya kita melayani dengan lebih mengandalkan Tuhan. Haleluya!

  10. Robby A. Buyung - September 15, 2009

    Saya juga ikut-ikutan nambah. Banyak Pelayan Injil di gereja kita yang sangat bergantung kepada semua yang di atas (BPP,Dep.Misi, Dep.SM,KM,KW,KP,Depsos dll) tetapi tidak lagi serius kepada yang di atas sana yaitu Yesus Kristus kepala gereja Tuhan kita. Memang ada yang mengatakan bahwa semangat dan fanatisme suatu organisasi merosot bilamana sudah pada generasi ketiga, termasuk Gerakan Pentakosta/Kharismatik. Tetapi saya tidak pesimis. Bila kita bergantung sepenuhnya kepada Tuhan, dengan semangat cinta Tuhan, rendah hati, jujur dan disertai dengan roh yang menyala-nyala dalam melayani Tuhan,kita akan menembus apa yang selama ini belum kita tembus. Segala kemuliaan bagi Yesus Tuhan kita.

  11. Marko L. - October 12, 2009

    Syalom!Kalau menurut saya, GSJA perlu meningkatkan SDM setiap pelayan injilnya dan bila perlu diberikan konsep pelayanan yang jelas. Misalnya, konsep pelayanan kota bagi pelayan yang di kota dan konsep pelayanan pedesaan bagi yang berada di desa.
    Mengenai GSJA “jago gang” itu betul menurut pengamatan saya selama ini khususnya di Kota Kupang-NTT. GSJA lebih cenderung membangun gereja di gang daripada di jalan besar. Sementara tempat-tempat strategis lebih banyak GBI-nya. Padahal dengan membangun gereja di tempat strategiskan lebih efisien dari segi jangkauan. Juga, masih minimnya promosi. Misalnya, melakukan aktifitas sosial, kepemudaan, dan olahraga serta hal-hal lainnya yang bersifat sosialisasi diri dari gereja. Thx GBU

  12. heri widagdo - October 13, 2009

    Saya menyimpulkan dari yg bp budi tulis di atas kita gsja lambat ganti transmisi di setiap era-nya, kita kelamaan membuka di t4 strategis; tapi rasa optimis musti ada karena basic teologi gsja kan jelas tinggal BPP memberdayakan pasukan PI di seluruh indonesia dan STT kita perlu mempersiapkan calon PI yang handal di t4 strategis. Ya apa barangkali memang kita dipanggil utk tdk menonjol ya, soalnya waktu APYAC di jkt; la itu kan “punyanya gsja ya” tapi di daerah di pekanbaru t4 saya melayani itu promonya bukan gsja yg di dpn, tapi gereja laen (gak enak menyebut disini) ya ini bukan masalah klaim2man produk … tapi perlu kita renungkan. Moga komen saya yg masih jauh dr bagus ini juga ada gunanya … dan bagi saya pribadi sebelum urun rembug ini saya ingat apa yg dikatakan ebit ” tengoklah ke dalam … sebelum bicara …. maju ters gsja GB. salam hormat heri widagdo

  13. Budi Setiawan - October 13, 2009

    betul memang, itu harus diakui, pengamatan yang bagus mr Herry W, gusti berkahi ya!

  14. Dave sondakh - October 15, 2009

    Salam Semangat!!!!!
    Tulisan Sekum kita sangat menggugah dan membangkitkan suatu semangat untuk evaluasi diri,koreksi diri, lahirkan inovasi baru bagi kemajuan GSJA yang kita cintai.
    Tanggapan ini, tanpa menghilangkan peranan Roh kudus yang absolute dalam hidup dan pelayanan gereja kita.
    Beberapa hal yang mungkin dapat menjadi bahan pemikiran yang memerlukan kajian lebih dalam dan luas;
    1. Kepemimpinan. Kita memiliki banyak pemimpin yang punya gagasan/ide/konsep yang sangat luar biasa bagusnya. Tetapi tidak ditunjang ataupun mencari oleh orang-orang (bawahan, rekanan) yang bisa “menterjemahkan” menjadi sesuatu yang praktikal.Memerlukan para eksekutor-eksekutor yang handal. Lebih baik 1 konseptor dengan 10 eksekutor, dari pada 10 konseptor dengan 1 eksekutor.
    2. Manajemen yang profesinal. Jikalau para pelaku bisnis dunia (bisnis sementara di dunia)begitu seriusnya menerapkan manajemen yang profesional, apalagi kita dalam bisnis surgawi (kekal). Pembekalan manajemen yang profesional (bukan manajemen abal-abal)bagi para hamba Tuhan sangatlah diperlukan. Pimpinan pusat dan daerah sangat diharapkan berperan aktif dalam hal ini.
    Sehingga meminimalkan terjadi salah prosedur, salah aksi, salah hasil,salahin orang lain.
    Setuju dengan tanggapan Yuana tentang level “Support sistem” yang perlu kajian lebih serius.
    3. Kebanggaan historis teologis. (merasa teologi kita sangat advance dikalangan pentakosta)yang lupa melihat kompleksitas perubahan, perkembangan budaya dan kebutuhan masyarakat post modern. Istilah ” dulu kami berhasil karena melakukan dengan cara A, jangan dirubah dong…. nanti warnanya kelihatan tidak GSJA ”
    Mari kita hasilkan modifikasi aplikasi teologis yang semakin praktis dan dapat menjawab kebutuhan manusia modern bagi Kristus.
    4.Atmosfir hubungan.
    Atasan dan bawahan. Diperlukan spirit Bapa dan Anak. Bapa memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan pendapat tanpa merasa dilawan atau dimusuhi. Beda pendapat tidak berarti musuh. Anak juga tidak harus merasa dimusuhi jika pendapat/gagasannya ditolak. Kebebasan mengeluarkan buah pikiran tanpa intimidasi, melainkan sebagai proses edukasi dan pendewasaan.
    Antara jajaran pemimpin, terdapat “atmosfir” persahabatan yang tulus. Keragaman pribadi, pikiran, metode, menjadi kekayaan dan kekuatan bagi kemajuan kita bersama. Belajar dari SBY presiden kita, berinisiatif lebih dulu membuka diri, mendekati bahkan memberikan peluang kepada rival politiknya ikut membangun bangsa Indonesia.
    Mari kita satukan, sinergikan, semangatkan, keragaman kita menjadi kekuatan bagi kemajuan GSJA.
    Maju terus kawan…..jadikan GSJA sebagai tangan Tuhan yang ikut mentransformasi bangsa.
    Menanti tanggapan

  15. Budi Setiawan - October 17, 2009

    Bagus, ide cerdas dalam pengamatan bro, sebenarnya itu sudah jadi sebuah artikel, akan saya pertimbangkan untuk mengubahnya menjadi sebuah artikel ya, hebat juga mr. Devie

  16. T.M. Sitinjak - November 30, 2009

    Salom pak Budi Yth dan kawan sekerja Allah yang saya hormati. Atas berkat dan rahmat Tuhan Kita Yesus Kristus saya memberanikan diri untuk memberi sedikit comment. Saya menyadari diriku bukanlah siapa-siapa di hadapan Tuhan, seperti ada lagu yang mengatakan “Siapakah aku ini Tuhan…” dan juga di hadapan bapak-bapak pengurus GSJA.

    Kembali pada pokok permasalahan, bagaimana GSJA yang kita cintai ini bisa maju dalam segala masa, berpengaruh di bumi dan di surga, di tiru (dicontoh atau di teladani) oleh pengikut Kristus dan semua denominasi gereja, berkembang atau bertumbuh secara kualitas dan kuantitas, dan tetap eksis atau tampil di depan semua denominasi gereja yang ada dimuka bumi ini. Saya beranggapan bahwa ini adalah cita-cita yang mulia yang perlu kita dukung dan doakan.

    Nah…untuk menjawab permasalahan di atas, saya kira di Pusat banyak orang-orang pintar, orang-orang yang qualified (punya kualifikasi). Kalau masalah SDM, saya kira GSJA tidak kalah dengan gereja lain. Malah SDM-nya GSJA banyak dipakai di gereja lain dan masalah spiritual life-nya termasuk kategori baik. Cuma memang saya akui…. Saya belum melihat pelayan Injil (PI) atau personil gereja kita yang memiliki charisma seorang pemimpin (leader) aras nasional .

    Saya masih ingat dulu Pak Pdt. Pontas Pardede, PhD yang pernah memimpin PII sekarang PGLII. Beliau mampu menerobos level itu. Artinya apa? Bahwa sesungguhnya kita mampu, kita BISA dan pasti BISA. Tapi dibutuhkan pemimpin yang punya charisma, kuat terhadap tekanan. Tekanan bisa datang dari dalam, bisa juga datang dari luar.
    Persoalan mengenai ada rekan kita yang “belajar nge’roh’ dari gereja lain…” saya tidak mau menanggapinya. Tapi yang kurasakan rohku mengalami damai sejahtera di GSJA. Kalau ini di bahas saya kuatir akan menimbulkan polemic.

    Terima kasih dan Tuhan memberkati pengurus Pusat GSJA kita. Amin.

  17. keliek andreas - December 1, 2009

    Yang terkasih dalam Tuhan Yesus, Bapak Budi
    ikutan ya pak Budi, semoga yg sedikit ini dapat menjadi bahan untuk sumbang saran.

    menjadi maju, mesti punya tiga syarat :
    1. Kesempatan
    2. Kemauan
    3. Kemampuan

    salah satu dari ketiga hal tersebut, menurut saya jelas tidak dapat dipisahkan yang satu dengan lain, artinya :

    ad.1…saya rasa Tuhan begitu baik untuk semua Gereja termasuk GSJA, sebab Tuhan memberikan kesempatan yang sama, tinggal bagaimana memanfaatkan momentum tersebut untuk wahana memajukan GSJA. Masalah SDM secara pribadi saya melihat banyak hamba Tuhan yang punya latar belakang sekuler dan saya yakin mereka kalau dihimpun bukan saja sebagai seorang hamba, tetapi juga mampu sebagai cendekiawan yang dapat membantu kemajuan GSJA. Apalagi sekarang mau tidak mau harus ikut perkembangan teknologi

    ad.2…membandingkan GSJA dengan gereja lain, akan menjadikan batu sandungan buat kita semua, karena kalau GSJA membadingkan dengan gereja lain (dlm tanda kutip) lebih maju, maka ketika iman kita kuat maka itu akan menjadi suport GSJA untuk tidak tertinggal, namun sebaliknya jika kita yang membandingkan dengan gereja lain imannya tidak kuat maka yang timbul adalah menjadi apatis. Dan GSJA tidak akan bisa berbuat apa-apa.
    Oleh sebab itu kemauan keras mesti dibangun diantara kita semua yang ada dalam Wilayah GSJA. Sering adakan seminar yang bertajuk membangun GSJA

    ad.3….yang ketiga ini yang buat saya lebih menentukan sekali, ada kesempatan dan kemauan kalau tidak ditunjang dengan kemampuan sama juga sia-sia.

    3.1 kemampuan SDM-nya GSJA
    3.2 kemampuan Finansial
    3.3 kemampuan untuk me-manage asset yang sudah ada maupun yang sedang dan akan dibangun

    Tuhan memberkati Pelayanan Pak Budi

  18. Samuel Harsono - December 5, 2009

    Sampai saat ini saya amati GSJA berusaha mendewasakan jemaatnya,lewat pelajaran yang secara terpusat ,diajarkan lewat pertemuan2 HF,itu adalah hal yang sangat positif untuk lebih mendalami apa yang TUHAN ajarkan u/ kita lakukan. yang saya tinjau kurang adalah konstribusi kepada dunia luar.itu dapat kita lihat pada web site GSJA ,cuma ada Penerbit Gandum Emas ,tidak ada sekolah Umum,Rumah sakit, dll, Untuk lebih menjangkau mereka yang belum mengenal Kristus ,kegiatan sosial sangat diperlukan, dan ini juga memenuhi perintah Tuhan.dalam hal mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri.kamiharap dalam program2 gereja selanjutnya kita harus terjun kedalam dunia tetapi,tidak serupa dengan dunia.GBU .

  19. Djunel - December 9, 2009

    start mempengaruhi langkah berikutnya,
    Gereja lain ” A,B,C,D..” memulai dengan gebrakan yang besar (membutuhkan segala sesuatu yang besar) tidak heren sehingga kemudian terbangun gereja yang besar. Orang bilang kalau mau mancing ikan besar dan banyak perlu segala sesuatu yang lebih besar. Sesudah terbangun gereja yang besar kemudian baru bikin yang kecil / cabang-cabangnya.
    GSSJA kebalikannya, merintis gereja kecil-kecil dan menunggu proses untuk menjadi besar.
    Walau bagaimanapun tetep loyal GSJA.

Tulis Komentar Anda