Seorang Gembala Sidang (22)

a-118

Kapan Saat Terbaik Menyerahkan Tongkat Kepemimpinan Anda?

“Tak ada waktu yang sempurna, yang ada adalah perhitungan yang baik.”

Saya belum pernah melewati saat ketika harus menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada orang lain lalu memasuki masa pensiun. Yang pernah saya lalui adalah ketika hati saya telah merasakan pindah ke tempat lain, kemudian saya mengutarakannya kepada teman-teman sejawat saya dan para pemimpin rohani yang biasa bekerja dengan saya. Tentunya anda bisa membayangkan betapa terkejutnya teman-teman kami ketika saya mengutarakan isi hati bahwa beban hati ini sudah berpindah. Mungkin sisa-sisa gaya Pentakosta saya masih menguasai pikiran dan hati saya saat itu sehingga saya berani mengungkapkannya. Tetapi yang lebih besar dari semua itu adalah keterbukaan dan ketulusan yang selalu saya jaga dalam berhubungan dengan orang lain.

Meninggalkan sebuah gereja untuk memenuhi dorongan hati pergi ke tempat lain bukanlah keputusan yang gampang tetapi mudah prosesnya.

Betapapun mengejutkannya sebuah keputusan, saya memikirkan mengenai dorongan hati. Sebab jika hati anda sudah tidak lagi berada di sebuah tempat, maka meneruskannya adalah sebuah perjuangan yang berat. Seperti berjalan di padang gurung tanpa bisa melihat batas akhir perjalanan anda. Ketidak yakinan adalah siksaan, dalam bahasa Alkitab “dan segala sesuatu yang tidak beradasarkan iman, adalah dosa,” Roma 14:23b.

Di pihak lain anda mungkin  terbayang rasa takut yang harus ditanggulangi karena ‘ketidak-enakan’ keputusan anda. Anda dibayangi oleh ‘pengkhianatan’ atas kesetiaan jemaat. Selama ini anda meminta mereka setia walaupun tidak jarang anda harus rela melihat begitu mudahnya orang dapat meninggalkan anda. Anda harus mengatasi perasaan dan pikiran ‘tertolak’ dan ‘ditinggalkan’. Di situlah air mata seorang gembala biasanya tersendat. Ia harus tegar tetapi luka dalam hati adalah kenyataan.

Hanya saja anda tidak boleh melupakan satu hal yang sangat sederhana sejak awalnya bahwa setengah dari pelayanan kita dapat memberikan rasa sakit, tetapi setengahnya lagi haruslah sukacita dan kekuatan. Jangan lupakan hal ini. Kedua-duanya berada dalam keputusan anda untuk menghadapi dan mengambil kesempatan. Tidak ada orang yang lebih ‘care’ kepada anda, siapapun, selain diri anda sendirilah. Keluarga anda dapat berpikir yang berbeda, tetapi naluri anda sebagai seorang suami yang baik, ayah yang baik serta kepala rumah tangga jangan sampai hilang. Anda memikirkan mengenai diri anda sendiri, pasangan anda dan keluarga anda sebab merekalah orang-orang terakhir yang anda inginkan berada di sekitar anda ketika anda akan dipanggil Tuhan. Dalam kenyataan yang paling ‘buruk’ adalah bahwa mereka yang paling setia pada akhirnya adalah diri anda sendiri dan keluarga anda. Jadi jika anda akan membuat keputusan, buatlah keputusan yang terbaik bagi diri anda dan keluarga anda.

Bagaimana dengan orang-orang lain dalam pelayanan anda yang selama ini anda andalkan? Saya tidak mengecilkan hati anda. Saya hanya ingin mengingatkan anda, bahwa setelah anda memberikan segala sesuatu yang terbaik dari diri anda dan kesehatan anda, dari hati anda, dan visi anda, ingatlah bahwa anda tak bisa memaksa mereka untuk ‘berhutang-budi’ kepada anda. Siapkanlah hati anda untuk “tidak diterima-kasihi” oleh orang lain, juga oleh orang-orang yang anda andalkan.

Ingatlah jika anda harus berhenti dari suatu pelayanan, tidak berarti mereka akan ikut berhenti dan harus berhenti. Mereka memiliki kehidupan dalam rencana Tuhan yang bukan di bawah kekuasaan anda. Mereka akan ‘meninggalkan’ anda. Tetapi orang-orang yang lebih lama akan bertahan dengan tidak meninggalkan anda dengan mudah adalah keluarga anda sendiri.

Saya tidak mengingkari adanya keadaan di mana beberapa jemaat ternyata lebih setia daripada keluarga kita sendiri. Tetapi inilah suatu realita yang harus anda terima dari sejak awal pelayanan anda, bahwa anda harus tetap memegang kendali diri anda sendiri, dan memutuskan untuk masa depan anda dan keluarga anda, itulah tanggung jawab yang paling pantas anda kerjakan dalam hidup.

Inilah yang saya maksudkan bahwa sekalipun dalam beberapa kejadian jemaat yang kita layani lebih setia daripada keluarga kita sendiri, tetapi secara umum keluarga kitalah yang paling setia menemani kita. Sehingga sudah sepatutnya anda memikirkan soal keluarga anda dengan lebih serius.

Di dalam Alkitab, para nabi di Perjanjian lama punya kisah beragam yang unik. Di antaranya ada istri nabi yang terlibat hutang, yang lari dengan pria lain, atau malah yang tidak disebutkan sama sekali, anak-anak yang tidak mengikuti jejak ayahnya, nabi yang kurang mendidik anak-anaknya, dan sebagainya. Keluarga nabi juga tidak luput dari masalah. Mereka yang melayani Tuhan, tidak kebal terhadap masalah-masalah yang juga terjadi di antara orang-orang pada umumnya. Artinya, jika masalah yang muncul tidak dikelola dengan baik maka kerusakannya adalah sama dengan apa yang bisa terjadi pada setiap keluarga.

Kita berada di sebuah organisasi gereja yang secara konsisten selalu memperbaiki diri tetapi tetap saja menemukan sejumlah masalah yang sulit diselesaikan terutama menyangkut keluarga gembala. Kehancuran, kebobrokan, kepahitan dan kekecewaan banyak mengisi hati para gembala dan keluarga mereka karena mereka telah secara gegabah mempercayakan diri mereka kepada orang-orang. Kemudian orang-orang itu meninggalkannya, berpindah ke gereja lain, mengalami konflik hubungan, akhirnya memilih berpisah menyisakan kepedihan hati.

Kekecewaan bisa disebabkan juga oleh karena kita berharap secara keliru kepada organisasi gereja di mana kita melayani. Kita berpikir bahwa organisasi akan memberikan perlindungan yang cukup kepada kita dan keluarga kita. Jika organisasi itu cukup kuat, tidak menjadi masalah soal keberlangsungan hidup dan keluarga kita pasca pelayanan. Tetapi hampir semua organisasi tidak akan dapat memenuhi semua keinginan anda ketika anda pensiun dalam pelayanan. Sehebat apapun organisasi gereja anda. Sifat dari pekerjaan kita sendiri menunjukkan bahwa kita tidak bisa berharap kepada manusia dan organisasi. Anda harus merencanakan masa depan anda sejak sekarang jika anda masih punya kesempatan. Kalimat “Allah yang akan mengurus anda” sudah saatnya harus diredifinisi dengan ‘kecerdasan dan ketulusan merencanakan masa depan anda.” Kemudian anda memohon berkat Tuhan atas rencana masa depan anda dan keluarga anda, percayakan rencana anda, begitulah arti kata “Allah yang akan mengurus anda.”

Jangan merampok uang gereja atau memakai dalih apapun untuk menyelamatkan diri anda. Yang anda harus lakukan adalah benar-benar mengatur hidup anda dan tidak berandai-andai semua orang akan memahami kesulitan anda. Tindakan paling bijaksana yang bisa saya sarankan adalah belajarlah untuk mempersiapkan diri untuk tidak bergantung dari orang lain. Bukan berarti kita menghilangkan unsur ‘kepercayaan’ kepada sesama orang Kristen atau terhadap umat yang kita layani.

Kita tidak akan kehilangan hubungan yang ‘manis’ dan ‘baik’ dengan jemaat waktu kita memutuskan untuk tidak bergantung kepada orang lain. Kita malah mendewasakan diri dan keluarga kita untuk siap menghadapi kenyataan pelayanan.

Jika anda ingin membangun rumah pribadi, pastikan anda tidak membangunnya di atas tanah milik gereja karena biasanya akan timbul masalah dan kerepotan bagi organisasi jika anda sudah tidak lagi melayani di situ atau jika anda sudah meninggal dunia. Belajarlah jujur dengan berkat yang anda terima! Jika itu bukan untuk anda pribadi kembalikanlah kepada Tuhan karena itu milik Tuhan. Tuhan kita yang adil akan memperhatikan umatNya, terutama hamba-hambaNya.

Sepanjang anda benar dan tulus, akan selalu terbuka jalan bagi anda untuk membangun rumah bagi keluarga anda. Anda harus percaya dalam hal ini. Kejujuran dan kebenaran akan membuahkan hasil. Jangan pernah mencoba untuk mencuri uang Tuhan, karena akibatnya sampai ke kehidupan setelah kematian anda.

Dalam hal inilah saya ingin meletakkan perspektif berkaitan dengan calon pengganti kita. Mempersiapkan anak kita sebagai pengganti kita adalah baik apalagi jika dipersiapkan dengan baik dan matang. Proses akan membuktikan apakah persiapan kita matang atau tidak.

Dalam gereja-gereja yang secara alamiah mengalami regenerasi biologis, dari orang tua kepada anak, dapat menimbulkan sejumlah persoalan. Orang tidak menolak anak kita yang kita persiapkan. Yang mereka tolak adalah kekuasaan yang semena-mena tanpa mempertimbangkan panggilan dan talenta. Kekecewaan orang biasanya berasal dari kekecewaan karena anda telah mengabaikan prinsip ‘mencari yang terbaik’ yang selama ini anda ajarkan melalui kotbah-kotbah anda. Anda dianggap dengan begitu ‘enteng’ dan ‘mudah’ menempatkan orang, siapapun orangnya, dengan tidak mengkajinya secara matang apakah anak yang anda persiapkan memang telah ‘layak’ menggantikan posisi anda. Mungkin mereka bukan menyerang anak anda. Mereka menyerang kualitas keputusan anda. Anda dianggap telah membutakan diri dan menyerahkan diri kepada agenda anda sendiri. Di sinilah masalah timbul dan mencederai anda sendiri.

Seorang gembala yang berjiwa besar, bukan memikirkan ‘legacy’ nama besar atau keturunan. Dalam soal kepemimpinan, ia harus benar-benar melepaskan ‘kuda-kuda’ di arena dan mempersilahkan orang menilai dan mengujinya. Ia mengusahakan yang terbaik bagi jemaatnya. Segala sesuatu yang mendatangkan kebaikan tertinggi bagi jemaat, itulah dasar keputusannya yang terbaik.

Saya tidak mengatakan bahwa jika proses ini dilalui maka segalanya akan berlangsung ‘smooth’! Ingatlah apa yang saya katakan sebelumnya di bagian lain, “sepanjang anda dapat menjelaskannya, tidurlah dengan tenang!”. Anda akan masih temukan orang tidak suka dengan apa yang terjadi! Jika orang tidak suka dengan kita, apapun yang baik yang kita buat akan dianggap salah oleh mereka. Ini adalah sebuah kenyataan!

Kapan saat terbaik memikirkan untuk menyerahkan tongkat kepemimpinan anda kepada orang lain? Pertama adalah ketika anda melihat ada orang lain yang lebih cakap dari anda. Sejak anda melihat bakat, anda harus bersiap-siap untuk melepaskannya dari diri anda. Bakat pada staff kita, atau anak kita, atau orang yang kita harapkan masih harus dibina dengan karakter yang baik. Tugas anda adalah untuk mempersiapkan beberapa orang terbaik, atau seorang terbaik dengan karakter yang baik juga.

Kedua, tadi saya sudah katakan, ketika beban anda sudah tidak ada lagi untuk pelayanan tersebut sekalipun anda sudah mengujinya, itulah saat terbaik menyerahkan tongkat pelayanan anda. Ini memang bukan saat terbaik, tetapi anda tidak melihat alternatif lain. Bagaimana tanda-tandanya? Anda tidak bisa fokus lagi dalam pelayanan anda! Akibatnya berbagai persoalan timbul yang berakibat, mereka tidak menginginkan anda lagi. Barangkali itulah saatnya untuk menyerahkan pelayanan anda kepada orang lain.

Yang paling saya takut bayangkan adalah ketika kita tidak bisa lagi mengerti diri kita sendiri. Mengapa kita bertindak atau melakukan sesuatu, kita tidak mengerti mengapa kita berubah. Mengapa kita tidak lagi punya kekuatan seperti yang kita ajarkan dulu atau selama ini. Mengapa kita tidak lagi menjalankan prinsip-prinsip kita. Atau mengapa kita tidak mampu lagi menerima saran. Ini akan menjadi tahap yang sangat berbahaya bagi seorang gembala sidang.

Ketika ia tidak bisa memahami dirinya sendiri, maka itu adalah kesempatan terakhir yang diberikan Tuhan kepadanya sebelum segalanya kemudian menjadi tidak terkendali. Bagaikan ‘last call’ bagi mereka yang terlambat masuk ke pesawat. Setelah itu pilot memutuskan menerbangkan pesawat tanpa memperdulikan anda lagi. Jika anda ingin berakhir elegan, perhatikanlah momen itu. Ketika anda sulit memahami diri sendiri, anda cenderung melukai orang lain dengan kata-kata, sikap dan pandangan. Anda bekerja melawan arah. Anda mengarah kepada ‘kerusakan’ orang lain dengan menggunakan kekacauan diri sendiri, itulah saatnya untuk menyerahkan tongkat pelayanan anda kepada orang lain. Ketika kita muda kita bertanya ‘how to start’, ketika kita tua dan tidak peka lagi, kita punya problem ‘how to stop’.


(bersambung …)

Artikel oleh: September 24, 2009  Tags:   Kategori : Artikel, Artikel Gembala Sidang  Sebarkan 

2 Komentar

  1. Elia Baru Sianturi - April 30, 2010

    Artikel pak Budi Setiawan ini realistis, jujur dan lahir dari hati yang tulus dan terbuka mengenai fakta-fata hidup, pelayanan, keluarga dan pegumulan seorang hamba Tuhan. Saya sangat tersentuh dan diberkkati! Thanks GBU

  2. Roely lattu - November 19, 2010

    artikel ini sangat luar biasa dan sangat memberkati…hati saya di kuatkan terlebih jg di tegur.Trm kasih pak,maju terus dalam Tuhan supaya semangat bapak bs di tularkan pd gembala sidang yg lain.JBU

Tulis Komentar Anda