Seorang Gembala Sidang (21)

a-117

Gembala Sidang dan Problem Hawa Nafsunya

Bagian ini mungkin telah ditunggu-tunggu oleh banyak orang tentang bagaimana kita mengatasi persoalan yang klasik ini, tidak terbatas apakah anda pria atau wanita. Masalah hawa nafsu atau yang kita sebut sebagai kedagingan adalah kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap orang. Ada yang telah menganggapnya ‘sudah lewat’ dan ada yang menganggapnya ‘masih bergumul’. Anda berada di mana saja, bertemu dengan siapa saja, potensi untuk gagal dalam menjaga diri anda dari hawa nafsu selalu ada.

Pria jatuh karena mata, wanita jatuh karena telinga. Begitulah pendapat banyak orang yang mengenali pelayanan konseling bagi orang-orang yang telah ‘jatuh’. Setiap tahun kita mendengar laporan kejatuhan seorang hamba Tuhan, baik muda maupun tua, tetapi kebanyakan pria. Entah mengapa wanita lebih jarang ‘jatuh’, mungkin dalam hal ini tatanan sosial kemasyarakatan Indonesia lebih membuat wanita turut terjaga sehingga jarang membuat pilihan yang menyimpang. Jika seorang istri hamba Tuhan memilih untuk ‘jatuh’ dalam dosa, hukumannya seringkali lebih berat. Mengapa? Karena masyarakat tidak bisa ‘menerima’ perbuatan tersebut, sudah dianggap ‘keterlaluan’ dan patut dihukum dua kali lebih berat.

Sebaliknya, karena masyarakat ‘memaklumi’ jika seorang pria jatuh, maka jelas lebih banyak pria yang jatuh, tetapi masih bisa diterima kembali setelah beberapa waktu dan melewati masa pemulihan. Pria dalam hal ini menerima ‘hak khusus’ dan ‘kesempatan merusak diri’ yang lebih luas. Tergantung anda menggunakan kesempatan kehancuran tersebut atau tidak.

Bagaimana membuktikannya bahwa yang saya katakan itu benar? Datanglah dalam pertemuan-pertemuan Men’s Camp Pria Sejati khusus hamba-hamba Tuhan, maka anda akan bisa mendengar berbagai kesaksian tentang ‘kejatuhan’ sejumlah orang dalam hidup mereka, lalu mereka menerima tepukan tangan, tergantung bobot pengakuannya. Semakin ‘mengerikan’ dosanya, semakin kuat tepukan tangannya. Beberapa pengakuan tersebut menghasilkan kemerdekaan, beberapanya menambah keangkuhan dosa. Pria mengerti jalan ‘kejatuhan’ dan mendapatkan ‘memanfaatkan’ kejatuhannya untuk sesuatu yang dipikirnya ‘baik’.

Kadang-kadang saya berpikir, akan lebih terhormat jika seorang hamba Tuhan secara lebih ‘gentleman’ datang kepada Badan Pengurus Daerahnya, mengakui kesalahan dan dosanya lalu menyelesaikan urusan tersebut secara organisasi, dan bukan hanya membuat pengakuan di muka umum dan selesai. Saya juga prihatin mereka yang mengakui secara terbuka kepada organisasi mereka, kemudian menerima disiplin yang ‘lumayan’ bagi mereka akibat pengakuan mereka, sedangkan mereka yang mengaku di Men’s Camp menerima pujian dan tepukan tangan serta lepas dari konsekuensi organisasi.

Saya bukan menakut-nakuti pengakuan yang dibuat seorang hamba Tuhan jika benar-benar ia jatuh, yang saya prihatinkan adalah bahwa orang jatuh lalu menjadi lebih populer. Ini memprihatinkan!

Saya mengerti bahwa pengampunan Tuhan atas kejatuhan sama saja dengan bentuk kesalahan atau dosa lainnya, saya melihat implikasi luas yang sungguh tidak main-main jika benar itu terjadi. Pada setiap komputer ada tombol reset, yaitu tombol yang hanya digunakan dalam keadaan yang sangat mendesak sekali karena semua jalan perbaikan sudah tidak bisa lagi. Jika tombol tersebut ditekan, tombol itu dapat menghilangkan semua program aplikasi dan data apa saja yang pernah di input dan di instal dalam komputer tersebut. Ia juga punya kemampuan untuk mengembalikan kondisi komputer ke dasar lagi yang kosong tanpa program apapun. Nah, dosa seksual seorang Pelayan Tuhan adalah bagaikan tombol reset yang memiliki kuasa yang sangat besar yang mampu menghapus semua catatan keberhasilan orang, dan mengosongkannya seperti kembali ke keadaan semula sebelum segala sesuatu jadi.

Ini bukan tombol penyelamat, tetapi tombol kehancuran.

Dapatkah anda membayangkan diri anda, keluarga anda dan jemaat yang anda layani ditarik oleh sebuah kekuatan besar yang tidak dikehendaki ke arah ‘kosong’ tak punya apa-apa, terutama harga diri anda sebagai orang yang telah ditebus oleh darah yang sangat mahal? Sungguh tak terbayangkan! Itulah tragisnya sebuah kejatuhan karena dosa.

Bagi pria, kejatuhan kita dari pelayanan disebabkan oleh beberapa hal, misalnya: uang, harta, posisi, seks, pornografi, dan kesombongan. Selain daftar lain yang bisa kita tunjukan dan kita akui, beberapa hal tersebut adalah penyebab-penyebab yang utama.

Sekarang saya bicara tentang seks yang dapat menjadi alasan mengapa seorang Gembala Sidang jatuh dalam pelayanannya. Dorongan seksual terhadap kawan sejenis (homoseksualitas) serta kepada anak-anak (pedofilia) bukannya tidak ada dalam diri seorang Pelayan Tuhan. Segala potensi dosa itu ada, tetap apakah tombol itu diaktifkan atau tidak itu masalah masing-masing orang. Tombol-tombol itu berada di ruang privasi seseorang. Kehidupan privasi seorang Pelayan Tuhan telah menjadi benteng yang sulit ditembus bahkan oleh cahaya kemuliaan Tuhan.

Jalur umum di mana seorang Gembala Sidang memasuki area pertempuran langsung dalam soal seks adalah konseling. Konseling adalah arena ‘menyenangkan’ di mana anda dapat menyaksikan orang yang datang minta di konseling dalam keadaan rapuh. Seorang Gembala Sidang atau hamba Tuhan yang membiarkan seluruh panca indranya menyerap segala aliran termasuk aliran seksual yang dibangkitkannya sendiri, hanya tinggal menunggu waktunya untuk jatuh. Yesus berkata kepada Simon Petrus, bahwa Ia melihat iblis sudah siap menampinya, tetapi Yesus telah berdoa agar imannya jangan gugur, Lukas 22;31-32.

Anda dapat ‘menyetir’ kemana arah konseling itu jika anda tidak kuat mengendalikan diri anda.

Secara umum kita sering mendengar nasihat praktis yang mengatakan jika anda adalah Gembala Sidang pria ingin mengkonseling seorang wanita, sebaiknya anda ditemani pasangan anda. Atau mungkin anda disarankan untuk meminta bantuan istri anda untuk mengkonseling seorang ibu rumah tangga. Kedengarannya praktis dan baik, untuk menghindarkan kemungkinan anda jatuh. Tetapi keadaannya menjadi sulit jika anda memang diharapkan sebagai orang yang mau mendengar masalah mereka secara langsung. Jemaat lebih suka jika gembalanya yang langsung mendengar masalah mereka. Atau paling tidak anda diminta tetap mendengar sekalipun istri anda juga hadir mendengarkan.

Sebenarnya ini tergantung dari kita sendiri, yaitu anda dan saya sebagai Gembala Sidang. Tak ada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang ada di dalam pikiran anda sekalipun anda mengkonseling seorang wanita bersama pasangan anda. Apakah anda memikirkan secara visual pornografik atau bersikap sepantasnya tentang diri orang yang anda konseling, tak ada yang tahu, termasuk pasangan anda. Jika kita memakai definisi Yesus bahwa perzinahan itu dimulai dari hati atau pikiran maka jelaslah pasangan kita tidak dapat mengetahuinya.

Seperti anda menyarankan dalam kotbah agar ‘istri-istri’ jangan hidup dalam kekuatiran jika suaminya pergi sendirian dalam tugas kerja ke luar kota, dapatkan anda memberikan ‘rasa aman’ kepada istri atau suami anda ketika anda harus mengkonseling orang sendirian saja? Saran saya dalam konteks perkotaan, jangan pernah membuat janji konseling di luar gedung gereja. Lakukanlah konseling dalam jam kerja gereja anda, atau dihadiri oleh pasangan anda jika itu di luar jam kerja. Tetapi saran saya, lokasi tetap ada dalam gereja anda.

Dosa dapat dilakukan di mana saja, tetapi anda harus bijaksana untuk menentukan sebuah tempat yang lebih ‘aman’ untuk membuat anda tetap sadar bahwa anda sedang berada ‘di rumah Tuhan’.

Sebenarnya, semuanya ditentukan dari sikap pikiran kita sendiri. Perjuangannya memang tidak mudah untuk mendisiplin pikiran. Tetapi hal ini sangat penting jika anda ingin menyelamatkan pelayanan anda.

Sewaktu saya kecil beberapa kali saya bermain di kali Ciliwung di kota Bogor, tepatnya di Sempur. Untuk pergi ke sekolah, saya punya dua jalan. Yang satu adalah melewati lapangan Sempur di mana pertandingan bola sering diadakan. Atau lewat Jembatan Gantung, yaitu sebuah jembatan kayu, masa itu, yang menghubungkan antara Sempur dan seberang sungai Ciliwung. Dulu kali itu terlihat besar di mata saya. Kini setelah saya dewasa kali itu terasa kecil. Di bawah jembatan itu ada beberapa batu besar pada waktu dulu yang sering dipakai oleh anak-anak untuk melompat ke air. Saya ingat beberapa kali pengalaman saya menancapkan sebatang bambu panjang ke dasar sungai yang dalamnya sekitar satu setengah sampai dua meter. Walaupun di permukaan kelihatan tenang alirannya tetapi sulit menancapkan bambu ke dasar sungai karena seperti ada kekuatan sangat kuat menggeser bambu tersebut. Jika bambu itu ditancapkan tegak, ia segera miring posisinya karena tidak kuat melawan arus di bawah.

Jangan pernah meremehkan godaan seks dalam diri anda! Dorongan itu lebih kuat dari yang anda sangka. Ia seperti aliran kuat di bawah permukaan air yang kelihatan tenang. Kekuatannya berlipat-lipat dari yang anda sangka. Dosa karena seks datang dari diri anda dan dapat datang dari orang yang anda konseling. Saya berikan sebuah perbandingan pengalaman berikut ini.

Anda tentu ingat dengan pengalaman Adam dalam kitab Kejadian. Adam memiliki hubungan yang istimewa pada awalnya dengan Tuhan. Kebutuhan kerohaniannya seakan-akan sudah terpuaskan jika dibanding dengan kita di jaman modern ini yang tidak melihat Tuhan secara langsung. Iman tidak dibutuhkan pada waktu itu. Iman hanya dibutuhkan ketika kita sudah tak bisa melihat Tuhan dan berjalan bersamaNya secara fisik. Jika kita bisa melihatNya, berjalan bersama-Nya, bercakap-cakap langsung dengan-Nya, maka tidak dibutuhkan lagi iman.

Namun demikian, Adam tetap saja mengalami krisis dalam pribadinya. Allah berfirman bahwa Adam memerlukan pasangan. Allah membawa binatang-binatang untuk dinamainya, tetapi tak satupun didapati sepadan untuknya. Kemudian Allah menciptakan Hawa.

Perhatikanlah apa yang akan saya sampaikan ini! Adam mengalami kekosongan sekalipun kebutuhan rohaninya sudah terlengkapi dan terpuaskan. Adam tetap mengalami pergumulan dalam dirinya sekalipun hubungannya dengan Tuhan melebihi siapapun, kecuali Yesus. Untuk apa Allah mencari pasangan bagi Adam? Jawaban bagi pertanyaan ini hanya bisa terlihat dari perintah Allah kepada Adam dan Hawa agar mereka beranak cucu, bertambah banyak di muka bumi ini untuk mengisi dan memenuhinya.

Artinya, kebutuhan yang dilihat Allah dalam diri Adam tidak mungkin tidak berkaitan dengan perintahNya dalam Kejadian 1:22 tentang beranak cucu. Kekosongan dalam diri Adam yang merisaukan hati Allah untuk mencari solusi adalah masalah kebutuhan biologis Adam. Anda setuju atau tidak, hanya itu yang bisa kita rangkai dari logika penciptaan Hawa. Adam butuh sejenis manusia yang dapat ditumpahkan kasih sayang dan keintiman.

Kebenaran yang mengejutkan di sini adalah bahwa kebutuhan biologis Adam tidak teratasi dengan kapasitas rohaninya. Atau lebih jelas lagi kalimat ini, bahwa kerohanian seseorang tak bisa menyelamatkan kebutuhan biologisnya. Sehingga jika seseorang dapat mengendalikan dorongan seks di dalam dirinya, ia adalah orang hebat.

Pantas saja jika para rahib yang menguasai dirinya melawan segala godaan, dihormati dalam masyarakat, karena memang tidak mudah untuk hidup selibat dan benar-benar menguasai diri.

Jadi sangat logis jika kita menaruh perhatian terhadap penanganan masalah hawa nafsu dalam diri kita, terutama soal seks dalam pelayanan kita. Kejatuhan kita adalah karena menganggap bahwa masalah ini bisa diatasi dengan sendirinya. Ini keliru! Masalah dorongan seksual dalam diri orang sudah menjadi isu mendasar yang dibicarakan dalam Alkitab. Jadi kita tak bisa mengabaikannya begitu saja.

Pornografi dalam bentuk gambar dan tulisan sangat menggoda seorang pria Gembala Sidang di segala usia yang memiliki berbagai akses informasi.

Bagaimana semua berawal? Saat ia merasa mulai berhasil dalam pelayanannya. Ini sama ketika Daud jatuh dalam dosa karena menginginkan Batsyeba. Ketika ia merasa bahwa apa yang diusahakannya mulai membuahkan hasil, pada saat itulah bentangan keyakinan diri semakin luas lalu mulailah ‘keinginan’ mendapat jalan untuk mewujudkan diri. Ego adalah sumber dari segala keinginan yang membuahkan dosa dalam diri kita.

Segala bentuk keberhasilan selalu membawa serta di dalam paket keberhasilan tersebut perasaan ‘hebat’ dan ‘berhak’ atas penghargaan. Perasan itu seperti bola liar di tangan anda yang sulit dikendalikan. Secara tiba-tiba saja dalam diri anda timbul keberanian untuk mencoba sesuatu yang tidak boleh anda coba. Anda mulai nekad memasuki area yang tidak boleh anda masuki bahkan tak pernah terlintas dalam pikiran anda sebelumnya untuk memasukinya. Anda semakin tidak mendengarkan kata hati di mana Roh Kudus sering berbicara. Daud telah mengabaikan, ia mulai bertindak ‘politis’ untuk menyingkirkan Uria. Ingatlah bahwa ini bukan hanya bisa terjadi pada soal dorongan seksual saja, tetapi juga pada semua yang saya sebutkan, yaitu uang, harta, posisi, kesombongan dan sebagainya.

Tahukah anda bahwa setiap kali anda bermain dengan dorongan seks yang tidak semestinya dalam diri anda, anda seperti membiarkan orang menekan tombol ‘countdown’, menghitung mundur menunggu kejatuhan anda?

Dorongan seksual menjadi sangat besar ketika ia diberikan peluang untuk melakukanya. Anda tak berpikir dengan nalar lagi. Anda akan menutup mata terhadap semua akibat yang bisa ditimbulkan dari tindakan coba-coba. Yang harus anda ingat adalah bahwa dalam kejatuhan seorang Pelayan Tuhan, segala sesuatu yang sifatnya menghukum anda akan berlangsung sangat ‘dingin’ dan ‘tak berperasaan’. Segala jasa dan kehebatan anda akan segera terhapus. Orang akan segera melupakan anda. Itu adalah suatu kejatuhan yang sangat menakutkan yang tidak dipikirkan oleh banyak orang sebelumnya. Itulah tombol reset yang saya maksudkan.

Apa langkah seorang Gembala Sidang untuk menjaga dirinya? Pertama, pikirkan akibat-akibatnya secara jelas dalam pikiran anda. Anda belum memulai untuk jatuh, tetapi pikirkanlah akibat-akibatnya dan renungkan implikasinya jika kita jatuh, maka anda akan kehilangan selera untuk mencobanya.

Kedua, ambil langkah praktis tetapi elegan ketika anda meminta pasangan anda menemani anda mengkonseling orang. Sedapat mungkin anda menyerahkan konseling tersebut kepada pasangan anda.

Ketiga, manakala tidak mungkin bagi anda untuk mendelegasikan konseling, lakukanlah proses konseling dalam jam kerja anda dan di gereja anda. Jangan pernah membuat janji konseling tanpa diketahui seorang lain dalam gereja anda. Hindari ruang tertutup yang tidak dilihat oleh orang dari luar.

Selebihnya anda bisa mengatur untuk diri anda sendiri tentunya!


(bersambung …)

Artikel oleh: September 24, 2009  Tags:   Kategori : Artikel, Artikel Gembala Sidang  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda