Jadilah Hamba Tuhan, bukan Hamba Uang!

a-145

Ada satu lagu sekolah minggu yg bait pertamanya bersyair seperti ini “Apa yang dicari orang? Uang (3x) . Sejak kapan itu terjadi? Apakah baru-baru ini saja, di zaman yang katanya materialistic? Tidak! Tradisi menyebutkan bahwa kata terakhir yang diucapkan manusia di menara Babel sebelum bahasa dikacaubalaukan Tuhan adalah “kantung uang.”

Tidaklah mengherankan, jika ketika Babelonia baru bangkit kembali di bawah kepemimpinan brilian Nebukadnezar, masalah kekayaan pun bangkit kembali secara lebih menyolok. Semasa hidupnya, Nebukadnezar, tidak terkalahkan oleh raja atau jenderal mana pun juga. Akan tetapi, ada satu musuh yang terjahat kemudian mengalahkannya. Yang saya maksud, bukanlah seorang raja atau jenderal dari kerajaan tertentu, melainkan kekayaannya sendiri. Ternyata, kekayaan itu tidak bersifat netral sebagaimana sering diajarkan oleh banyak orang.

KEKAYAAN ITU BAGAIKAN BUNGLON, DIA BERUBAH SIFAT

sesuai dgn SIKAP HATI PEMAKAINYA

Jika sikap hati seseorang salah, maka kekayaan akan menjadi musuh yang terjahat. Musuh yang akan menghancurkan kehidupan pribadi, keluarga bahkan pelayananmu. Oleh karena itu, saya dan Saudara harus selalu menjaga hati masing-masing, agar jangan sampai dikuasai oleh sikap yang salah, seperti Nebukadnezar.

KESOMBONGAN

Tuhan Yesus pernah menyampaikan sebuah perumpamaan tentang “Seorang Penabur” (Mat 13:1-23). Benih yang ditabur itu “sebagian jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati” (ay 7). Khusus kepada murid-muridnya, artinya dijelaskan secara gamblang, “Yangg ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu, sehingga tidak berbuah” (ay 22). Dengan kata lain, Tuhan Yesus mengajarkan, jika tidak waspada, kekayaan dapat menipu & memperdaya manusia yg menggunakannya.

· Seolah-olah kekayaan itu permanen.

· Seolah-olah kekayaan itu dapat memberi kebahagiaan.

· Seolah-olah kekayaan itu dapat menjamin masa depan.

Satu rangkaian tipu daya yang akan mendorong seseorang untuk menepuk dada dan mendongakkan kepala yg terus membesar karena kesombongan.

Sejarah memang mencatatkan Nebukadnezar sebagai Raja Babelonia yang paling berhasil.

Pada masa pemerintahannyalah (604-562 SM) kota Babel dibangun kembali dengan segala kemegahannya. Sungai Efrat mengaliri kota tersebut tepat di tengahnya. Kedua bagian kota Babel dihubungkan oleh sebuah jembatan kokoh melintasi sungai Efrat. Ada 25 jalan besar yang lebarnya sekitar 50 meter yang memanjang dari utara sampai Selatan. Jalan-jalan besar de-ngan lebar dan jumlah yang sama juga dibangun memanjang dari Barat ke Timur. Kota itu dikelilingi oleh tembok-tembok tinggi dan besar membentuk kubus sepanjang 22,5 km setiap sisinya. Nebukadnezar dapat memandang keliling seluruh bagian kota karena istana berbentuk kuil yang didiaminya adalah bangunan tertinggi di kota tersebut.

Akan tetapi, Alkitab mencatat, ketika Nebukadnezar belum selesai sesumbar, “Bukankah itu Babel yang besar itu, yang dengan kekuatan kuasaku dan untuk kemuliaan kebesaranku telah kubangun menjadi kota kerajaan?” (ay 30) Allah menggenapi mimpi dan nubuatan yang telah diberikan setahun sebelumnya (Lih Dan 4:4-27). Kerajaan Babelonia dialihkan Tuhan kepada orang lain. Nebukadnezar sendiri, bukan hanya dihalau dari istana, tetapi dari antara manusia. Dia menderita penyakit kejiwaan kompleks, sehingga dia “makan rumput seperti lembu, dan tubuhnya basah oleh embun dari langit, sampai rambutnya menjadi panjang seperti bulu burung rajawali dan kukunya seperti kuku beruang” (ay 33).

Jadi, saudara-saudariku, jangan sampai tertipu! Ingatlah selalu kebenaran-kebenaran berikut ini:

· Kekayaan adalah titipan Allah yang dapat diminta-Nya kembali atau dialihkan kepada orang lain kapan pun Dia kehendaki.

· Kebahagiaan itu memancar dari dalam, yaitu dari hati yang berhubungan benar dan intim dengan Allah, bukan dari luar, betapapun melimpah kekayaan yang dimiliki seseorang.

· Adalah satu kebodohan utk menggantungkan masa depan kpd kekayaan yg setiap saat dpt meninggalkan kita. Gantungkanlah masa depanmu kpd Allah yg tidak pernah meninggalkan saya dan Saudara!!

Tentunya tidak cukup sekedar diingat, kebenaran-kebenaran tersebut perlu dicamkan dan ditanamkan sedalam mungkin di hati masing-masing, sehingga saya dan Saudara tidak membiarkan diri dikuasai kesombongan karena kekayaan.

KEKEJAMAN

Kejam? Apakah kata ini tidak terlalu kuat? Mungkin ada di antara Saudara yang bertanya, “Bukankah kita tadi sedang berbicara tentang kekayaan? Ya, tepatnya sikap yang salah tentang kekayaan.Kamus umum Bahasa Indonesia mengartikan “kejam” sebagai “tidak menaruh belas kasihan; bengis, lalim”. Sekarang coba ingat kembali, perlakuan Nebukadnezar terhadap orang-orang bijaksana kepercayaannya pada pasal 2. Dia bermimpi. Mimpi itu membuatnya gelisah. Kemudian, dia panggil orang-orang bijaksana yang paling senior untuk menafsirkan mimpinya tanpa dia bersedia memberitahukan mimpinya. Ketika mereka tidak mampu memenuhi permintaannya yang janggal itu, maka dia mengeluarkan satu titah, yaitu untuk membinasakan semua orang bijaksana di Babel. Bukankah tidak berlebihan jika kita menyebut tindakan Nebukadnezar saat itu sebagai tindakan yang bengis, lalim, dan tak mengenal belas kasihan atau kejam? Itulah yang terjadi jika seseorang tidak menjaga hatinya dengan kewaspadaan, kekayaan dapat menjadikannya kejam terhadap sesama.

Arti kedua yang diberikan untuk “kejam” adalah “sangat kikir; sangat kuat memegang uang.” Rupanya, sekali lagi, Nebukadnezar terjerat tipu daya kekayaan.

· Seolah-olah kekayaan itu jadi aman jika dipegang sekuat-kuatnya.

· Seolah-olah kekayaan itu terjaga jika kita memberikan sedikit mungkin kepada sesama.

· Seolah-olah seorang dapat tetap berbahagia dgn kekayaannya walau pun sesamanya tertindas.

Ternyata, semua itu tidaklah benar. Simaklah nasihat Daniel kepada Nebukadnezar setelah dia menafsirkan mimpinya, “Jadi, ya raja, biarlah nasihatku berkenan kepada hati tuanku: Lepaskanlah diri tuanku daripada dosa dengan melakukan keadilan, dan dari pada kesalahan dengan menunjukkan belas kasihan terhadap orang yang tertindas; dengan demikian kebahagiaan tuanku akan dilanjutkan” (ay 27).

Oleh karena itu, saudara-saudariku, jangan sampai tertipu. Ingatlah selalu kebenaran-kebenaran berikut ini:

· Kekayaan itu bukan untuk dipegang kuat-kuat, melainkan

untuk ditatalayan sebaik-baiknya.

· Kekayaan itu yang paling perlu dijaga bukanlah jumlahnya,

melainkan kekudusannya,yaitu dengan memberikan selalu

yang terbaik kepada Tuhan dan sesama.

· Seseorang akan lebih berbahagia ketika dia bersikap adil

dan bermurah hati kepada sesamanya .

Tentunya juga tidak cukup sekedar diingat, kebenaran-kebenaran tersebut perlu dicamkan dan ditanamkan sedalam mungkin di hati masing-masing, sehingga kita tidak membiarkan diri dikuasai kekejaman karena kekayaan.

Akhirnya, mari kita simak pernyataan Ray O. Jones berikut ini:

Uang itu berbicara! Dengarlah apa yang dikatakannya,

“Engkau menggenggamnya di tanganmu dan menyebutku milikmu. Akan tetapi, bolehkah saya juga menyebut engkau milikku? Perhatikanlah betapa mudahnya aku memerintah engkau! Untuk mendapatkanku, engkau siap untuk berjuang mati-matian. Nilaiku tiada taranya seperti hujan. Aku sangat dibutuhkan seperti air minum. Tanpa aku, manusia dan segala institutinya akan berhenti berfungsi. Akan tetapi, aku sebenarnya tidak dapat menghidupkan diriku sendiri. Aku sia-sia tanpa stempel dari berbagai keinginanmu. Aku tidak pernah ke mana pun kecuali engkau mengirimkannya. Demi aku, manusia bisa membenci, menjatuhkan atau mengasihi satu sama lain. Ya, aku juga dipakai dalam pelayanan orang-orang kudus, untuk memberikan pendidikan kepada manusia yang sedang bertumbuh dan makanan kepada mereka yang sedang kekurangan. Kekuatanku besar sekali. Perlakukanlah saya dengan hati-hati dan penuh kebijaksanaan supaya kamu tidak menjadi hambaku, melainkan sayalah tetap menjadi hambamu.”

Itulah komitmen Daniel, yaitu untuk menjadi Hamba Tuhan, bukan hamba uang. Itulah komitmen yang saya dan Saudara juga perlu ikrarkan bersama.


Mari introspeksi, apakah kita memiliki etos kerja dan pengelolaan uang yang duniawi atau Kristiani

  1. Orang dunia lebih mempedulikan “hasil akhir yang besar”, tetapi orang percaya lebih mempedulikan “proses yang benar” (Luk 16:1-8).

  1. Orang dunia mudah terobsesi untuk “langsung menggapai target besar”, tetapi orang percaya “tetap tekun dan setia sejak dari perkara-perkara kecil” (Luk 16:10-12).

  1. Orang dunia bekerja bagi uang, orang percaya bekerja bagi Tuhan (13)

  1. Orang dunia hanya bekerja baik di hadapan tuannya, orang percaya tetap bekerja baik walau di belakang tuannya (Luk 16:14-15).

  1. Orang dunia bersuka ketika memperoleh sahabat masa depan, orang percaya lebih bersuka ketika dapat memenangkan jiwa-jiwa yang terhilang (Lukas 16:9 bnd Luk 15).

  1. Orang dunia hidup untuk memuaskan kehendaknya sendiri, orang percaya hidup untuk menggenapi kehendak Allah (Luk 16:19).

  1. Orang dunia hanya mengingat orang-orang besar yang dapat menguntungkannya, orang percaya lebih sering mengingat orang kecil yang membutuhkan pertolongannya (Luk 16:20-21).

  1. Orang dunia senang memerintah sambil marah-marah, tetapi orang percaya suka melayani sambil senyum (Luk 16:24).

  1. Orang dunia hanya mendapat penghiburan semu dan sementara di dalam kelimpahan materi, orang percaya akan mendapatkan penghiburan sejati dan kekal di dalam kasih karunia Allah (Luk 16:22-23).

  1. Orang dunia memburu kesenangan lupa kebenaran selama di bumi, sehingga kesakitan di Akhirat, orang percaya siap menghadapi kesakitan demi kebenaran selama di bumi, sehingga menikmati kesenangan di Surga (Luk 16:25-31).

Kiranya Tuhan tolong kita semua untuk menjadi Hamba Tuhan yang sejati.

Artikel oleh: August 29, 2009   Kategori : Artikel, Umum  Sebarkan