Kesia-siaan

Kesia-siaan

“Itu pekerjaan yang menyusahkan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan diri” (Pengkhotbah 1 : 13b)

 

Apakah Anda menginginkan jawaban dari arti hidup yang sesungguhnya? Jika kita berharap dari ulasan Pengkhotbah ini, maka kita tidak akan menemukannya. Sebab ternyata, untuk semua eksperimen yang dijalankannya, hasilnya tidak ada, sehingga ia pun memberikan kesimpulan yang mengecewakan bahwa mencari arti hidup itu seperti menjaring angin. Pernahkan Anda mencoba menangkap angin dan kemudian menyimpannya dalam botol?  Hal itu tidak akan dapat dilakukan, dan kalaupun bisa, hanyalah merupakan pekerjaan yang membuang-buang waktu. Seperti itulah gambaran perasaan Pengkhotbah dalam mencari arti dan tujuan hidup ini.

Kemudian langkah selanjutnya, ia membulatkan hati dan mencoba berpikir dengan teliti dan dengan hikmat yang dimilikinya mengenai “segala yang terjadi di bawah langit”.  Pengkhotbah meyakini bahwa Allahlah yang menimpakan semua itu termasuk kesusahan hidup.  Kita tidak saja seperti memikul suatu beban berat di punggung, tetapi sebenarnya baginya penderitaan itu adalah hukuman Allah dan kita sedang menjalaninya.  Namun kemudian, dalam pasal-pasal selanjutnya (3:9-11), Pengkhotbah mulai mengemukakan sebuah alasan. Bahwa hal itu adalah cara Allah untuk mengingatkan kita bahwa: Tak ada sebuah tempat pun yang dapat membuat manusia bahagia, jika didalamnya Allah dikesampingkan.

Rasul Paulus pun mengakui akan kenyataan hidup yang menjengkelkan ini, “Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya” (Roma 8:20). Tetapi Paulus dapat melihat lebih dari itu dan menambahkan bahwa dunia telah ditaklukkan “dalam pengharapan”. Dia mampu melihat rencana agung Allah untuk membawa semua makhluk ke dalam hubungan yang benar dengan Allah.  Sekarang kalau semuanya dalam keadaan baik dan tidak ada kesulitan, baik dalam hidup maupun di dalam dunia ini secara umum, kita tidak akan berpaling kepada Allah. Kita akan hidup sesuka hati kita dan merasa tidak membutuhkan Allah.

 

Kebanyakan manusia mendekati Allah hanya pada saat menghadapi kesulitan atau kegagalan.

 

Artikel oleh: April 29, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Ecclesiastes (Renungan Alkitabiah dari Kitab Pengkhotbah)  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda