Ketidakpuasan

Ketidakpuasan

“Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia” (Pengkhotbah 1 : 2)

 

Dengan gamblang penulis kitab ini memberi kesimpulan akan hidup ini bahwa: Segala sesuatu adalah sia-sia!  Kesia-siaan muncul 30 kali dalam kitab ini dengan satu dan lain cara. Dia menyatakan bahwa hidup ini, jika dilihat secara mendalam, adalah sebuah kepulan asap, hembusan angin, sebuah tarikan nafas, tidak ada apa-apa yang dapat kita genggam. Hidup ini hanya sekejap, rapuh dan tidak dapat menjadi pegangan. Kesimpulannya bahwa: “Hidup itu sia-sia” dipaparkannya dalam beberapa kenyataan hidup, yaitu :

Hidup ini membosankan (ay 3).  Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payahnya di bawah matahari? Hidup adalah suatu pekerjaan berat yang membosankan.  Betul-betul membosankan. Jadi apagunanya seseorang mengerjakan segala pekerjaan dengan sekuat tenaga, yang seakan-akan ditetapkan baginya?  Ia mengungkapkan bahwa rutinitas hidup sehari-hari adalah hal yang membosankan.  Jika rutinitas kita sekarang ini dihilangkan, dalam waktu yang segera kita akan menciptakan rutinitas baru untuk perlindungan diri sendiri, sehingga hasilnya adalah tetap sama: membosankan.

Hidup ini tak pernah puas (ay 8).  Hidup ini mungkin saja merupakan suatu proses yang monoton, tetapi kita enggan menerima kenyataan bahwa hidup ini memang demikian. Kita mungkin berargumentasi seperti ini: kalau saja kita mempunyai gaji yang lebih besar, mendapat kenaikan pangkat, suami atau istri yang lebih menarik, hidup di tengah kota yang kita idamkan, study di universitas yang kita inginkan, dan hal yang lainnya, maka tentunya keadaan akan berbeda dan kita akan mendapat kepuasan.  Kita merasa bahwa kesalahan terletak pada situasi dan kondisi dari kehidupan kita dan jika keadaan itu dapat  diubah, realita pun akan baik adanya.  Tetapi dengan tegas Pengkhotbah menyerang pandangan itu dengan satu peluru: “Mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar”.

Yang pasti diketahuinya adalah kalau kita meghilangkan kemungkinan eksistensi Allah, maka hidup ini tidak akan dapat dimengerti. Jadi, betapa penting dan berartinya kesadaran kita akan Allah dan iman kita kepada Dia.

 

Hidup ini mempunyai nafsu yang tidak pernah dapat dipuaskan, bahkan oleh diri kita sendiri. Kepuasan yang sejati hanya ada di dalam Kristus.

 

Artikel oleh: April 28, 2015   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Ecclesiastes (Renungan Alkitabiah dari Kitab Pengkhotbah)  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda