KE GEREJA SAJA TIDAK CUKUP

Ke Gereja Saja Tidak Cukup

Ulangan 6: 1-12

by Pdt. Rudy Suwardi

Pendahuluan

Judul kotbah saya pagi ini adalah kesimpulan dari bacaan kita pagi ini. Saya ingin mengawali kotbah ini dengan sebuah ilustrasi.

Alkisah, pada tahun 1600-an ada seorang Maharaja di India yang bernama Shah Jahan. Sang Maharaja memiliki tiga istri, tetapi istri ketiga adalah yang paling dicintainya. Ia menemani kemanapun sang raja pergi, baik di dalam istana maupun di tenda-tenda dalam perjalanan bersama sang raja. Dalam masa pemerintahan Shah Jahan, terjadi pemberontakan di India bagian selatan, sehingga Raja memimpin tentaranya untuk mengalahkan para pemberontak. Dalam perjalanan itu, istrinya ikut serta, ia sedang mengandung anak mereka yang ke 14. Ia meninggal dunia ketika melahirkan.  Maharaja tenggelam dalam kesedihan dan mengurung dirinya dalam kamar. Ia tidak makan maupun minum selama 3 hari. Pintu kamarnya tetap terkunci selama 9 hari. Ketika Maharaja keluar dari kamarnya, rambutnya yang hitam lebat telah berubah menjadi putih dan hatinya terisi dengan sebuah mimpi. Ia akan membangun dua buah monumen. Sebuah makam dari batu pualam putih untuk istrinya, dan sebuah makam dari pualam hitam untuk dirinya sendiri. Namun pembangunan monumen dari batu pualam hitam tidak pernah terlaksana, karena ditentang oleh putranya. Pembangunan monumen untuk istrinya dikerjakan oleh 22.000 orang laki-laki dan perempuan. Pengerjaannya dilakukan siang malam selama 22 tahun. Monumen itu terbuat dari batu pualam putih yang didekorasi dengan 28 jenis batu permata. Peti matinya ditutupi dengan batu-batu mutiara,  pintu makamnya terbuat dari perak, dan monumen itu dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari emas.

Apakah ada yang tahu nama monumen ini?  TAJ MAHAL.

Taj  Mahal adalah salah satu monumen yang terkenal di dunia, dan monumen itu adalah suatu peringatan pada kematian. Shah Jahan tidak membangun monumen itu ketika istrinya masih hidup. Ia membangunnya setelah istrinya meninggal dunia.

Demikian halnya yang dilakukan orang dengan monumen. Monumen seringkali dibangun untuk mengingatkan kita pada seseorang yang telah meninggal, sesorang yang kita kasihi atau kita hargai. Monumen adalah sesuatu yang kita bangun untuk membantu kita mengingat seseorang yang sudah tiada atau sesuatu kejadian yang sudah lalu.

Ketika saya berkunjung ke Afrika Selatan pada bulan Desember yang lalu, saya sempat mampir ke monumen untuk memperingati kepahlawanan Nelson Mandela. Monumen itu berupa patung Nelson Mandela yang didirikan setelah beliau meninggal dunia.

Dalam bacaan kita hari ini,  Tuhan meminta bangsa-Nya untuk MENGINGAT sesuatu. Pada ayat 6-7, Tuhan berkata: “(6) Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, (7) haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.”

Denga kata lain, Tuhan sedang berkata:

  • Aku ingin agar engkau membangun memorial atau peringatan di dalam keluargamu.
  • Aku ingin agar engkau membantu anak-anakmu mengingat perintah-perintah yang aku berikan kepadamu pada hari ini.

Tuhan mengatakannya sedemikian rupa sehingga sepertinya Tuhan menyuruh mereka membangun sebuah monumen peringatan. Dalam ayat 8-9 Ia berkata:

“(8) Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, (9) dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.”

Dengan kata lain, Tuhan mengatakan:

BANGUNLAH SEBUAH MONUMEN PERINGATAN – DI DALAM KELUARGAMU – UNTUK FIRMANKU.

Bangsa Israel pada akhirnya menjalankan perintah tersebut tepat seperti apa yang tersurat. Mereka betul-betul MENGIKAT FIRMAN TUHAN pada tangan mereka atau pada dahi mereka, dan MENULISKANNYA pada tiang pintu rumah mereka.

Mereka membuat kotak-kotak kecil yang disebut “Phylacteries” yang mereka ikatkan pada dahi dan tangan mereka (lihat gambarnya).

Mereka juga membuat kotak jenis lain yang disebut “Mezuzah” yang mereka gantungkan  pada  tiang pintu di rumah mereka. Orang-orang Yahudi yang religius akan menyentuh Mezuzah pada waktu mereka masuk dan pada waktu mereka keluar dari rumah mereka.

Tampaknya praktek tersebut cukup bermanfaat. Kotak-kotak kecil itu senantiasa mengingatkan bangsa Yahudi terhadap komitmen mereka terhadap Hukum Tuhan.

Tetapi masalahnya adalah bahwa ternyata banyak orang Israel pada akhirnya melupakan Hukum Tuhan, dan mulai menaruh imannya pada kotak-kotak kecil itu. Kotak-kotak yang disebut Phylacteries atau Mezuzah itu tidak cukup besar untuk menyimpan keseluruhan hukum itu. Mezuzah contohnya hanya dapat menyimpan Kitab Ulangan 6:1-8; dan Ulangan 11:18-21 yang disebut Shema (atau “Mendengar”). Di dalam Shema ini bangsa Israel diberitahu, bahwa Tuhan ingin “Perintah-Perintah yang Ku berikan kepadamu pada hari ini (bukan hanya Shema) haruslah engkau simpan dalam hatimu  (bukan hanya disimpan di dalam kotak)”.

Kesetiaan bangsa Israel dinyatakan dengan cara berfokus pada kotak-kotak itu, bukan pada isinya. Misalnya, dari suatu sumber,  saya membaca bahwa Mezuzah:

  • Harus digantungkan pada rangka pintu rumah sebelah kanan.
  • Kotak itu harus digantungkan secara miring agar bagian atasnya mengarah ke dalam ruangan.
  • Kotak itu harus digantungkan pada rangka pintu setiap kamar, kecuali kamar mandi
  • Dan isinya harus diperiksa oleh seorang ahli Alkitab sedikitnya dua kali dalam 7 tahun untuk memastikan tinta tulisannya belum pudar.

Jika persyaratan-persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka “berkatnya menjadi nihil.”

Dengan kata lain, mereka percaya bahwa jika mereka tidak melakukannya dengan benar ……… Tuhan tidak akan menyukai mereka. Dan Tuhan tidak akan memberkati mereka!

Sdr paham, ada sesuatu yang sangat salah pada pola pikir demikian. Praktek yang dilakukan oleh bangsa Israel tidak sesuai dengan apa yang dikatakan Tuhan. Praktek tersebut juga menekankan pada fokus yang tidak sehat pada kotak buatan manusia.

Kotak-kotak tersebut dapat dipandang sebagai alat peringatan – namun bukan pada Firman Allah yang Hidup – melainkan pada iman yang mati.

Orang dapat menjadi demikian terpusat pada kotak-kotak kecil mereka sehingga mereka mungkin merasa, bahwa selama mereka dapat menjamah kotak kecil itu dan menjalankan ritual agama, mereka:

  • Boleh Membenci orang lain
  • Boleh berbohong kepada teman-temannya
  • Boleh menipu pasangan hidup mereka
  • Boleh memelihara hawa nafsu dan kepahitan

 

Selama mereka dapat menjamah kotak kecil itu, mereka merasa bahwa mereka telah memenuhi kewajiban agama mereka. Dan karena itu, kotak itu menjadi suatu alat peringatan pada iman yang mati.

Kita mungkin berpikir …………. orang-orang Yahudi yang bodoh.

Tetapi, sebenarnya ada jemaat-jemaat dari denominasi lain yang berbuat hampir sama. Mereka menjamah obyek-obyek yang kudus, atau menyalakan lilin khusus dan mereka merasa bahwa itu dapat menjadi substitusi dari hidup yang penuh kebenaran.

Kita juga mungkin berpikir …………  jemaat – jemaat yang bodoh!

Tetapi hal ini dapat terjadi pada setiap kita yang duduk di ruangan ini.

Banyak orang Kristen yang menaruh imannya di dalam sebuah kotak kecil atau melakukan praktek-praktek keagamaan tertentu untuk menebus perbuatan-perbuatannya yang buruk.

Ada suatu ilustrasi yang memperlihatkan bagaimana mudahnya orang jatuh ke dalam pemikiran demikian.  “Jika anda makan sepotong coklat Beng-Beng, lalu minum diet cola, maka diet cola akan menghapus kalori dari Beng-Beng yang anda makan.”

Berapa banyak di antara Sdr yang percaya akan hal ini?

Berapa banyak di antara Sdr yang ingin percaya akan hal ini?

Banyak orang mempunyai keyakinan serupa:

  • Berbohong dapat dihapus dengan hadir di Kebaktian
  • Memberontak kepada suami dapat diimbangi dengan mengajar di Sekolah Minggu
  • Bersikap kasar kepada istri dapat dihapus dengan hadir di Sekolah Alkitab
  • Bergosip dapat dibatalkan dengan memberikan dana untuk misi
  • Tidak mengampuni lawan dapat dihapus dengan memberi kepada orang misikin
  • Benci kepada seseorang yang telah menyakiti Anda dapat dihapus dengan mengasihi Yesus

Bodoh bukan? Tetapi ada orang-orang yang melakukan hal-hal demikian. Mereka menaruh iman mereka di dalam kotak-kotak kecil yang mereka jamah sekali-sekali untuk memastikan bahwa mereka tetap religius. Tetapi sementara itu mereka tidak menghormati Yesus yang katanya mereka kasihi.

Jadi mereka membangun peringatan untuk iman yang mati.

Judul kotbah saya pagi ini adalah: “Ke gereja saja tidak cukup.”

Ini adalah kesimpulan dari pasal 6.

Tuhan memberitahukan kepada kita semua bahwa Dia ingin agar kita membangun iman yang hidup untuk anak-anak kita. Tuhan tidak menginginkan jenis iman yang mengatakan Ke gereja setiap Minggu pagi saja sudah cukup.

Ia berkata dalam Ul 6:7  “Ajarkanlah iman itu kepada anak-anakmu, bicarakan tentang iman itu pada waktu engkau duduk di rumah. Dan pada waktu engkau berjalan di sepanjang perjalanan, pada waktu anda berbaring dan pada waktu engkau bangun.”

“Jangan taruh imanmu di dalam sebuah kotak”, demikian kata Tuhan.

Buat imanmu menjadi “SESUATU YANG NYATA,” yaitu menjadi bagian dari semua hal yang engkau lakukan.

Jadikan iamnmu sebagai bagian dari hidupmu, pada waktu engkau duduk di rumah atau pada waktu engkau berjalan, atau pada waktu engkau berbaring dan pada waktu engkau bangun.

Bawalah imanmu kemanapun engkau pergi.

Tuhan sudah menyuruh orang Israel agar mereka mengikatkan perintah-perintah-Nya pada tangan mereka dan menempelkannya pada dahi mereka. Tetapi Tuhan tidak bermaksud agar mereka mengikatkan sebuah kotak pada dahi atau pada tangan mereka.

Maksud Tuhan adalah agar mereka membuat iman mereka menjadi nyata sehingga orang lain dengan hanya melihat hidup mereka akan tahu bahwa mereka adalah kepunyaan Tuhan.

Tuhan menyuruh mereka untuk menuliskan perintah-perintah-Nya pada tiang pintu rumah atau gerbang mereka. Tuhan tidak bermaksud menyuruh mereka mengambil spidol dan menuliskan Firman Tuhan di seluruh daun pintu mereka.

Maksud Tuhan adalah agar mereka membuat iman mereka menjadi bagian dari hidup mereka, sehingga semua orang akan merasakannya ketika masuk ke dalam rumah mereka.

Persoalan bagi kebanyakan orang Kristen adalah bahwa mereka tidak hidup seperti itu.

Mereka menyediakan waktu untuk pergi ke gereja pada hari Minggu pagi. Mereka menjalankan ritual agama  dan mereka merasa bahwa hal itu sudah cukup untuk mendapatkan berkat untuk mereka beserta keluarganya sepanjang minggu itu.

Tetapi hal itu sama sekali tidak cukup.

Ada suatu laporan riset yang mengatakan:

  • Rata-rata anak yang berumur dibawah 3 tahun menonton 700 iklan di TV dalam satu minggu
  • Anak-anak yang berumur 12 tahun menonton TV selama 4 jam setiap harinya.

Itu adalah suatu gambaran kecil dari pengaruh TV pada anak-anak. Selain itu anak-anak juga membuka internet dan mendengarkan musik sekuler. Anda mungkin tidak dapat sepenuhnya mengendalikan pengaruh itu dalam kehidupan anak-anak anda. Tetapi anda dapat menggunakan setiap kesempatan agar mereka lebih mengenal Tuhan.

Ilustrasi: Saya pernah membaca suatu ilustrasi tentang suatu keluarga yang mempraktekkan hal ini dengan sungguh-sungguh.

Pada suatu malam di Pizza Hut, kami memanfatkan waktu menunggu makanan sebagai waktu pengajaran. Kami membagikan kartu-kartu pembatas buku dan pinsil kepada  anak-anak kami dan menyuruh mereka menuliskan ayat hafalan dari Kol 3:23: “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”

Lalu kami mengatakan, “Marilah kita perhatikan pramusaji ini dan lihatlah jenis pekerja seperti apa dia. Apakah menurut pendapatmu ia bekerja dengan segenap hatinya?

Anak-anak tidak pernah melepaskan pandang mata mereka dari pramusaji tersebut. Komentar mereka yang disampaikan dengan setengah berbisik sambung menyambung seperti aliran air sungai:

“Ia baik sekali memberikan tissue tambahan”

“Ia harus berdiri terus menerus, tetapi ia tidak mengeluh.”

 

Pramusaji  itu tidak pernah menyadari bahwa ia diamati. Setelah selesai makan, anak-anak bukan hanya hafal dengan Firman, tetapi juga telah melakukan studi praktek di lapangan untuk memahami makna dari sebuah Firman.

Pasangan suami istri itu (Dean and Grace Merrill) dengan penuh hikmat membuat sebuah permainan untuk mempelajari Firman Tuhan. Mereka sangat kreatif. Dan mereka sungguh-sungguh melaksanakan perintah Tuhan untuk mengajarkan Firman Allah kepada anak-anak mereka.

Dengan judul kotbah hari ini, saya tidak bermaksud mengecilkan arti atau nilai dari gereja.

ANDA HARUS membawa keluarga anda ke gereja setiap hari Minggu

Anda harus memastikan agar mereka mengikuti retreat Sekolah Minggu setiap liburan sekolah.

Anda harus melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan lainnya di Sekolah Minggu.

Tetapi anda juga tidak dapat mempercayakan sepenuhnya pengajaran untuk keluarga anda kepada orang lain dan merasa bahwa hal itu sudah cukup.

Rajawali memiliki guru-guru Sekolah Minggu yang sangat baik, Rajawali juga memiliki pengurus Kaum Muda yang sangat baik, tetapi mereka tidak dapat menjadi kompensasi atas kehidupan iman anda yang dilihat oleh anak-anak setiap hari.

Illustrasi:

Pada tahun 1800-an ada seorang pemuda Yahudi yang sangat mengagumi ayahnya. Kehidupan keluarga ini berputar pada praktek-praktek religius dari iman mereka. Ketika pemuda ini memasuki masa remaja, mereka sekeluarga pindah ke kota lain di German. Kehidupan masayarakat di kota ini dipengaruhi oleh gereja Lutheran. Semua warga kota yang terbaik adalah jemaat gereja Lutheran itu.

Tiba-tiba sang ayah mengumumkan kepada keluarganya bahwa mereka akan meninggalkan tradisi Yahudi mereka dan menjadi jemaat gereja Lutheran. Keluarga ini sangat terkejut dan bertanya mengapa. Ayah mereka menjelaskan bahwa menjadi jemaat Lutheran akan membawa kebaikan bagi bisnisnya, karena semua warga yang penting ada di sana. Pemuda ini menjadi limbung dan bingung. Kekecewaan begitu besar sehingga berubah menjadi kemarahan dan kepahitan yang mengganggu hidupnya.

Pemuda ini menjadi parasit di dalam masyarakat, menjadi seorang pemabuk berat, seorang pezinah.  Ia bahkan tidak hadir dalam upacara pemakaman istrinya. Dua orang anaknya bunuh diri. Ia sendiri meninggal dunia dalam keadaan bangkrut dan putus asa.

Ia tidak pernah memperoleh pencapaian sesuatu yang berarti dalam hidupnya ……………. kecuali sebuah buku yang ditulisnya.  Judulnya adalah “Das Kapital”. Di dalam buku ini ia menyatakan bahwa “agama adalah candu bagi masyarakat”.

Apakah ada yang bisa menebak siapakah orang ini?

Ia adalah Karl Marx. Dan bukunya “Das Kapital” menjadi dasar dari komunisme, yang membawa kehancuran pada hidup ribuan orang.

Penutup.

Kisah sebaliknya adalah tentang seorang anak kecil yang selalu terlambat pulang ke rumah dari sekolah. Orang tuanya menegur dia dan menyuruh anak itu untuk pulang ke  rumah tepat waktu pada suatu sore. Tetapi pada sore hari itu, anak itu pulang bahkan lebih lambat dari hari-hari sebelumnya. Ibunya bertemu dengan anak itu di pintu, namun tidak berkata apa-apa. Ayahnya bertemu dengan anak itu di ruang keluarga, namun ia juga tidak berkata apa-apa.

 

Pada waktu makan malam, anak itu melihat ke atas piringnya. Hanya ada sehelai roti dan segelas air putih. Ia melihat piring ayahnya yang terisi komplit, lalu ia memandang ayahnya, tetapi ayahnya tetap membisu. Anak ini merasa hancur hati.

 

Ayahnya menunggu  agar dampak dari suasana malam itu meresap ke dalam hati anak nya. Lalu diam-diam sang ayah mengambil piringnya yang penuh dengan daging dan kentang, menaruhnya di depan anak itu dan tersenyum kepada anaknya.

Ketika anak itu tumbuh dewasa, ia berkata, “Di dalam hidupku, Aku sudah mengenal siapa Tuhanku,  melalui apa yang dilakukan ayahku pada malam itu.”

 

Jadi Sdr, pada akhir khotbah ini saya ingin menegaskan: Ke Gereja Saja Tidak Cukup.

 

 

 

Artikel oleh: June 15, 2014   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Deuteronomy (Renungan Alkitabiah dari Kitab Ulangan)  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda