HIDUP DEMI KEKEKALAN

Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya. Tetapi sesuai dengan janji-Nya, kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran. Sebab itu, saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia. (2 Pet.3:11-14)

Hidup Demi Kekakalan

Pdt. Rudy Suwardy

Izinkan saya bertanya pada pagi hari ini: “Apakah anda pernah berpikir tentang kekekalan?”

Erwin Lutzer, seorang hamba Tuhan dari Chicago menulis sebuah buku yang diberi judul “One Minute After You Die”. Dalam buku itu ia menyatakan, Satu menit setelah anda melewati tirai pembatas, anda akan mengalami satu dari dua kemungkinan. Anda mungkin akan menikmati sambutan selamat datang dari Kristus secara pribadi atau anda mungkin akan menangkap sekilas pandang tentang kekelaman yang belum pernah anda lihat sebelumnya. Kemungkinan manapun yang anda alami saat itu, masa depan anda sudah pasti dan tidak dapat ditarik kembali. Kekekalan itu tidak dapat dirubah. Mereka yang masuk ke surga akan merasakan dirinya dikelilingi oleh teman-teman yang sudah dikenalnya di bumi. Semua gambaran tentang surga yang pernah didengarnya akan memudar menjadi realitas. Semua itu akan dinikmatinya untuk selama-lamanya.

Yang lainnya, tentu saja banyak yang lainnya – akan diselubungi dalam kegelapan, suatu wilayah penderitaan dan penyesalan yang tidak pernah berakhir. Disana, dengan semua memori dan perasaaan yang utuh, gambaran tentang kehidupan di bumi akan kembali menghantui mereka. Mereka akan berpikir kembali tentang teman-temannya. Keluarganya, dan kerabat-kerabatnya. Mereka akan merenungkan tentang kesempatan yang telah disia-siakannya, dan secara intuitif mereka akan tahu bahwa masa depan mereka tidak berpengharapan dan tidak akan pernah berakhir. Bagi mereka kematian adalah jauh lebih buruk daripada apa yang pernah mereka bayangkan.

Sementara kerabat dan teman-teman di bumi merencanakan pemakaman – memilih peti mati,  memilih lahan untuk makam, dan memilih siapa yang akan menjadi pengusung jenazah – anda sebenarnya lebih hidup daripada sebelumnya. Anda akan melihat Tuhan di atas takhta-Nya dikelilingi oleh para malaikat-Nya bersama dengan orang-orang yang telah ditebus, atau anda akan merasakan suatu perasaan bersalah yang tidak dapat dilukiskan beratnya dan juga mengalami penolakan. Tidak ada tempat lain di antara dua keadaan ekstrim itu; hanya kebahagiaan atau  kekelaman.

Philip Yancey, seorang penulis Kristen, menyatakan, ”Meskipun sebagian besar kita percaya bahwa ada  kehidupan setelah kita mati, namun tidak banyak orang yang membicarakannya. Orang-orang Kristen percaya bahwa kita akan menikmati keabadian di sebuah tempat yang indah yang disebut surga ………………. Lalu, apakah  tidak aneh kalau kita kemudian mengabaikan surga dengan menganggap seolah-olah surga bukanlah apa-apa. Apakah surga mempunyai arti bagi Sdr?

Kita perlu menyadari, bahwa apa yang anda pikirkan tentang Surga menentukan apa yang anda pikirkan saat ini. C.S. Lewis berkata, “ Karena orang-orang Kristen sebagian besar telah berhenti memikirkan dunia yang lain, maka mereka sudah menjadi sangat tidak efektif dalam hal yang satu ini.”

Kita mudah tenggelam ke dalam hal-hal yang ada di bumi ini, terutama ketika kita diperas oleh pekerjaan kita, oleh keadaan keuangan yang ketat, dan oleh hubungan kita yang mungkin sedang memburuk. Ketika hal-hal itu terjadi, tidaklah mudah bagi kita untuk merenung tentang kemuliaan surga.

Dalam 2 Petrus 3:11-14 Petrus menyampaikan pesan tentang keprihatinannya.

Ayat 11: “Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur secara demikian, betapa suci dan salehnya kamu harus hidup

Kata “harus” membawa gagasan tentang kebutuhan. Kita semua tahu bahwa selalu ada perbedaan yang sangat besar antara keadaan yang kita alami saat ini dengan apa yang seharusnya.

Joseph M stowell, seorang hamba Tuhan dari Chicago menulis dalam Moody Magazine, “Ketika kita mulai percaya tentang realitas di seberang sana, kita mulai bersikap beda disini. Hal itulah yang mendorong para murid masuk ke dalam dunia mereka – karena mereka telah melihat dan mendengar realitas di seberang sana dari tangan pertama.

Kata “harus” dalam ayat 11 menunjukkan suatu kewajiban, termasuk gagasan tentang mempunyai hutang kepada seseorang. Pertanyaannya adalah, “Apakah anda merasakan adanya suatu kewajiban untuk hidup dalam perspektif kekekalan?” Petrus sedang berkata, “Jika anda belum, maka anda harus.”  Alkitab mengatakan bahwa, segala sesuatu di sekeliling kita akan hancur. Karena itu kita harus menjalani hidup yang kudus dan saleh. Betapa istimewanya hidup yang harus anda jalani. Surga adalah rumah kita yang sesungguhnya dan karena itu kita harus hidup dengan sangat baik.

Harus menjadi orang seperti apakah kita semua? Kita tidak hidup untuk dunia ini; kita adalah pendatang, orang asing, orang dari luar. Kita, sebagai orang-orang Kristen bukanlah bagian dari sistem dunia ini, kita diperintahkan agar tidak mencintai dunia, juga agar tidak mencintai hal-hal yang ada di dunia ini. Dunia ini bukanlah tempat kita. Kita adalah para peziarah. Kita adalah warga surga. Kita mencari suatu kota uang dibangun dan dibuat oleh Tuhan, suatu kota yang bukan dibuat oleh tangan manusia, dan bersifat abadi di surga.

Harus menjadi orang seperti apakah kita? Seberapa istimewanya kita harus hidup? Karena aku sedang menuju ke arah kemuliaan yang kekal, karena aku akan menjadi warga dari Kerajaan Allah yang abadi, karena aku akan dihantarkan pada hari Tuhan untuk memasuki hari-hari Tuhan yang kekal, aku harus hidup di dalam pengharapan akan hal tersebut.

Berdasarkan bacaan kita pagi ini, hidup dengan perspektif kekekalan berarti kita  harus hidup dengan tiga cara.

1.       Kita harus Hidup dengan Pengabdian

Ayat 11b: “……………… betapa suci dan salehnya kamu harus hidup.”

Petrus mengatakan bahwa perspektif kekekalan akan mengubah sikap kita dalam dua cara yang sangat praktis, “suci” dan “saleh”

John McArthur memperbandingkan kesucian/kekudusan dan kesalehan.

  • Suci/kudus merujuk pada tindakan, sedangkan saleh merujuk pada sikap.
  • Suci/kudus merujuk pada cara kita menjalani hidup, saleh merujuk pada roh penyembahan di dalam diri kita yang memimpin hidup kita.
  • Suci/kudus merujuk pada apa yang mengendalikan tingkah laku kita, dan saleh merujuk pada apa yang mengendalikan hati kita.

Karena itu ayat 11b mengatakan kita harus menjadi orang seperti apa dalam hati dan dalam perbuatan, dalam motif dan dalam tindakan, dalam sikap dan dalam tanggungjawab.

Hasil pertama dari perspektif kekekalan adalah bahwa hal itu akan menghasilkan “kemurnian/kekudusan/kesucian.”  Yohanes mengatakan dalam 1 Yoh 3:3 “Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci.”

Randy Alcorn dalam bukunya tentang surga mengatakan, “Jika tanggal pernikahanku sudah ditentukan dalam kalender dan aku selalu memikirkan tentang orang yang akan menikah denganku, maka aku tidak akan menjadi target yang mudah untuk dirayu.

Demikian juga, ketika aku sudah merenungkan tentang Surga, maka dosa tidak lagi menjadi sesuatu yang menarik. Justru pada waktu pikiran-ku menyimpang dari surga, maka dosa menjadi tampak menarik. Berpikir tentang Surga mau tidak mau akan memimpin kita untuk mengejar kesucian. Toleransi kita yang tinggi pada dosa menunjukkan kegagalan kita dalam membuat persiapan untuk Surga.

Surga harus mempengaruhi kegiatan-kegiatan dan ambisi-ambisi kita, rekreasi dan persahabatan kita, dan cara kita memakai uang dan waktu kita. Jika saya percaya bahwa saya akan menjalani kekekalan saya di dalam suatu dunia dengan keindahan dan petualangan yang tidak pernah berakhir, apakah saya akan puas menghabiskan waktu di sore hari bermain game di computer? Meskipun mata saya tidak tertuju kepada hal-hal yang tidak kudus, berapa banyak waktu yang akan saya investasikan dalam hal-hal yang tidak berguna?

Hal kedua yang dikatakan Petrus sebagai hasil dari perspektif kekekalan adalah “kesalehan”. Kesalehan adalah terjemahan untuk kata eusebia dalam bahasa Yunani yang artinya “menyembah dengan baik”. Istilah ini menggambarkan seseorang yang dalam hidupnya mengabdi untuk menyenangkan Tuhan. Semua yang dilakukan dalam hidupnya adalah tindakan penyembahan.

Jika kita betul-betul percaya pada apa yang dituliskan oleh Petrus, maka hal itu akan direfleksikan dalam gaya hidup, dan gaya hidup kita akan menentukan pilihan-pilihan pribadi kita: Apa yang akan saya lakukan dengan waktu dan uang. Karena kita menyadari bahwa tidak ada satupun barang di dunia ini adalah milik kita, melainkan milik Tuhan dan kita hanyalah bertindak sebagai penatalayan-nya saja, yang pada suatu saat nanti harus mempertanggungjawabkan bagaimana kita mengelola kekayaan Tuan kita. Yesus mengatakan hal ini dalam Mat 6:21, “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.”

Jika anda ingin hati untuk suatu perusahaan, misalnya  saja Astra, maka belilah sahamnya. Jika anda ingin hati untuk mobil atau kapal laut, investasikankanlah uang dan waktu anda di dalamnya. Jika anda ingin hati untuk Tuhan, maka taruhlah kekayaanmu di mana Tuhan sedang bekerja. Ingin hati untuk misi, maka mulailah memberi untuk misi, mulailah memberi untuk misis melalui janji iman.

Kita tidak cukup hidup hanya dengan pengabdian, tetapi ……………..

2.       Kita Harus Hidup Dengan Pengharapan

Ayat 12-14a : “(12) yaitu kamu yang menantikan dan mempercepat kedatangan hari Allah. Pada hari itu langit akan binasa dalam api dan unsur-unsur dunia akan hancur karena nyalanya. (13) Tetapi sesuai dengan janji-Nya, kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran. (14) Sebab itu, saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, ………………”

Petrus menggunakan istilah ”menantikan” sebanyak tiga kali dalam ayat-ayat ini. Kata “menantikan” mengandung gagasan tentang pengharapan, menunggu dengan waspada, atau siap siaga. Pertama kita temukan pada ayat 12: “menantikan kedatangan hari Allah.”  Kemudian pada ayat 13 “menantikan langit yang baru dan bumi yang baru”. Lalu ia memakainya lagi pada ayat 14  ”menantikan semuanya ini”. Kata ini dalam bahasa Alkitab bahasa Inggris dinyatakan dalam present tense “looking for” yang mengindikasikan bahwa itu adalah kebiasaan atau gaya hidup seseorang. Apakah anda secara terus menerus hidup dalam perspektif kekekalan? Jika jawabannya ya, perspektif kekekalan itu akan membawa dampak secara radikal tehadap tujuan untuk apa anda hidup!

Gagasannya adalah menantikan, menunggu, mengharapkan, mengantisipasi. Perbuatan itu menggambarkan sikap yang harus dimiliki oleh orang kudus dalam mengantisipasi, menunggu dengan siap siaga, dan dalam pengharapan.

Kedatangan Kristus dan doktrin tentang Surga memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menjalani kehidupan Kristen yang akan anda alami. Apa yang anda percayai tentang masa depan menentukan bagaimana anda hidup saat ini. Masa depan dapat diibaratkan seperti sebuah jangkar atau sauh kapal yang sudah ditanamkan di depan kita dan jangkar itu menarik kita ke arah masa depan.

Dr. J. Vernon McGee mempunyai cara yang sederhana untuk menjelaskan hal ini. “Sekarang kita melihat banyak orang yang hidup ceroboh dan sembarangan, namun juga memberi penekanan pada nubuatan. Aku mendengar orang berkata, “Oh aku sedang menantikan Tuhan datang!” Saudara, aku tidak bertanya apakah anda menantikan kedatangan Tuhan, tetapi saya bertanya bagaimana anda hidup di dunia ini? Bagaimana anda hidup di dunia ini menentukan apakah anda betul atau tidak menantikan kedatangan Tuhan.”

Kita tidak cukup hidup hanya dengan pengabdian dan pengharapan tetapi ……………

3.       Kita Harus Hidup Dengan Tekun.

Ayat 14 b “ ……………….. kamu harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia.”

Apa yang “dinantikan” oleh seseorang harus mempunyai hubungan langsung dengan untuk apa seseorang itu “hidup” Penulis Kitab Ibrani dalam Ibrani 6:11-12 menggunakan kata benda untuk mendorong pembacanya maju terus dalam perjalanan ke-Kritenan-nya. “(11) Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya, (12) agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah.”

1 Petrus 3 ayat 14b merujuk pada dua hal; pertama kita haruslah “tidak bercacat”. Hal ini merujuk pada karakter kita – apa yang sebenarnya ada di dalam diri kita – tidak ada noda yang tersembunyi. Dan kedua, kita haruslah tidak “bernoda”. Terjemahan yang lebih tepat adalah “tidak bercela (blameless – tidak dapat dipersalahkan) – hal ini merujuk pada reputasi kita dan bagaimana kita berhubungan dengan orang lain – bahwa orang lain tahu bahwa diri anda adalah benar-benar sesuai dengan apa yang anda klaim. Dua istilah ini berbicara tentang karakter dan reputasi. Kedua istilah itu mengatakan bagaimanakah diri kita di dalam realitasnya dan bagaimanakah diri kita menurut pandangan orang lain.

Petrus berkata bahwa hasilnya adalah “kamu kedapatan/ditemukan dalam perdamaian dengan Dia.”  Menurut saya, Petrus sedang berkata, ……. Aku ingin agar kamu berada dalam keadaan damai sepenuhnya, hidup tanpa ketakutan. Jika kamu diberitahu bahwa Tuhan akan membawa kamu pulang ke rumah dalam waktu 24 jam, baik melalui kedatangan Yesus yang kedua atau melalui kematian, kamu merasa nyaman, karena kamu tahu kemana kamu pergi.

Kesimpulan

“Bayangkan seseorang mengajak anda ke sebuah pesta. Anda bertemu dengan beberapa orang teman disana, dan menikmati percakapan dengan mereka, sedikit tawa, dan makanan kecil yang enak. Pestanya cukup bagus, tetapi anda berharap akan berlangsung semakin baik. Mungkin satu jam lagi akan menjadi lebih ramai. Tiba-tiba temanmu berkata, “Aku akan mengantarmu pulang.”

Apa, sekarang? Anda kecewa – tidak ada seorangpun yang mau meninggalkan pesta secara dini – tetapi anda pergi dan temanmu menurunkan anda di rumah-mu. Ketika anda berjalan menuju pintu, anda dihinggapi perasaan kesepian dan menyesal. Ketika anda membuka pintu dan mencari tombol lampu, anda merasakan ada seseorang di sana. Leher anda tercekat dan anda menyalakan lampu.

Surprise!! Rumah anda penuh dengan orang-orang yang berwajah ceria, wajah-wajah yang tidak asing. Itu adalah pesta untuk anda. Anda menghirup aroma yang menjadi kesukaan anda – iga panggang dan kue yang baru keluar dari oven. Mejanya penuh. Itu adalah pesta. Anda mengenal tamu-tamunya, orang-orang yang sudah lama tidak bertemu dengan anda. Lalu, satu per satu dari orang-orang yang hadir di rumah anda menyalami anda . Ini adalah pesta betulan. Anda baru menyadari bahwa seandainya anda tetap tinggal lebih lama di pesta sebelumnya, seperti yang anda inginkan, anda tidak akan berada di dalam sebuah pesta sungguhan – anda tidak dapat menikmatinya.

Orang-orang Kristen yang menghadapi penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan atau mengalami kematian muda, seringkali merasa bahwa mereka meninggalkan pesta sebelum selesai. Mereka harus segera pulang. Mereka kecewa, dan berpikir bahwa mereka tidak akan dapat menikmatinya lagi sesudah pulang. Tetapi sebenarnya, pesta yang sesungguhnya sedang berlangsung di rumah – tempat yang mereka tuju. Mereka tidak kehilangan suasana pesta, tetapi justru orang-orang yang kita tinggalkan tidak dapat menikmati pesta yang sesungguhnya.

Pertanyaan terakhir adalah : “Dimanakah anda akan berada satu menit setelah anda meninggal dunia?” Yesus berkata ada dua jalan dalam hidup ini. Mat 7:13-14 “(13) Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; (14) karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.”

Jalan yang lebar menuju pada penghakiman, kehancuran, dan neraka. Pada jalan itu orang tampaknya menikmati saat-saat yang indah. Ada atmosfir pesta. Tetapi disana ada kekosongan, kesepian, dan ketidakamanan.

Jalan yang sempit, sebaliknya, menuju Surga. Bepergian di atas jalan itu adalah sulit karena melawan kehendak masayarakat banyak, melawan arus semua kesenangan dan dosa-dosa dunia. Pada jalan ini ada kesenangan dan tawa juga. Tetapi disini ada rasa keberuntungan, pengharapan yang berbeda, suatu keyakinan akan adanya sesuatu yang lebih baik setelah kehidupan di dunia ini. Moto kita adalah “Yang terbaik akan segera datang.”

Ada di jalan yang manakah anda? Apa yang akan menjadi tempat tujuan akhir anda? Sekali lagi izinkan saya bertanya, “Dimanakah anda akan berada satu menit setelah anda mati?”

Artikel oleh: September 30, 2013   Kategori : Biblical Devotion (Renungan Alkitabiah), Biblical Devotion from Peter (Renungan Alkitab dari Surat Petrus)  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda