Tanggung Jawab Seorang Penjaga

Yehezkiel 33:1-16

guard

Negara-negara maju seperti Amerika memiliki suatu sistem pertahanan yang katanya dapat mendeteksi serangan rudal atau nuklir yang datang untuk menghancurkan negara mereka, mungkin dari Rusia, Korea Utara atau dari Iran.

Apa jadinya dengan investasi sistem yang begitu mahal apabila orang-orang yang diberi tanggung jawab sebagai penjaga untuk mengawasi adanya serangan, ternyata mereka tidak memberi peringatan kepada Presiden, atau kepada Angkatan Bersenjata, atau kepada seluruh masyarakat?

Layar radar menangkap adanya serangan rudal nuklir, satelit  mengirimkan informasi adanya serangan, komputer bekerja menayangkan informasi pada layarnya, lampu-lampu memberi tanda kelap-kelip, sirine berbunyi, tetapi apa jadinya kalau para penjaga memutuskan untuk  diam karena mereka tidak mau  menimbulkan panik?

Atau bagaimana jika penjaga tertidur karena semalam telah begadang nonton bola? Bagaimana jika penjaga asyik main game? Bagaimana jika penjaga main kartu remi dengan sesame anggota tim penjaga lainnya di ruang makan? Bagaimana jika mereka asyik mengobrol di tilpon dengan temannya, atau mereka tidak peduli dengan situasi yang terjadi?  Apa yang akan terjadi dengan diri mereka sendiri dan bangsa yang harus  mereka lindungi?

Situasi yang terjadi pada zaman modern seperti dilustrasikan di atas adalah serupa dengan perumpamaan yang diberikan oleh  Tuhan kepada Yehezkiel. Bencana militer sedang mengancam negara tetapi mereka yang tanggung jawabnya memberikan peringatan ternyata diam saja.
Perumpamaan dalam Kitab Yehezkiel didasarkan pada inisiatif pertahanan stratejik pada zaman itu. Sistem pertahanan pada zaman Perjanjian Lama terdiri dari tembok-tembok kota yang besar, biasanya dibuat dua lapis dengan ketebalan beberapa meter. Tembok itu dibuat dengan batu-batu yang sangat besar. Di setiap sudutnya dibangun menara  yang tinggi. Dari menara-menara tersebut, para penjaga diberi tugas mengawasi datangnya serangan musuh.  Selain itu ada beberapa penjaga lain yang tugasnya berjalan-jalan di atas tembok  dan ada penjaga yang diberi tugas menjaga pintu gerbang. Jika musuh datang, mereka akan meniup terompet untuk memberitahu pasukan bersenjata dan memberi tanda bahaya kepada masyarakat. Jika mereka gagal dalam menjalankan tugasnya, kota akan diserbu dan akan banyak orang yang tewas. Penjaga harus mempertanggung-jawab-kan kelalaiannya dengan nyawanya.

Tetapi apa yang terjadi, jika penjaga sudah memberikan tanda bahaya, namun tidak ada seorangpun yang menanggapi? Bagaimana jika masyarakat masih tetap pergi shopping ke mall atau nonton bioskop? Bagaimana jika masyarakat tidak ingin diganggu oleh berita negatif dari penjaga? Maka, Tuhan mengatakan, mereka yang menolak itu harus bertanggung jawab atas kematian mereka dan atas kejatuhan kota.
Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita pelajari dari perikop yang sudah kita baca tadi.

1. Kita Bertanggung jawab Atas Diri Kita Sendiri
Pelajaran pertama dari perikop ini adalah bahwa kita bertanggung-jawab atas diri kita sendiri.

Tuhan berkata kepada Yehezkiel dalama ayat 4-5 “(4) kalau ada seorang yang memang mendengar suara sangkakala itu, tetapi ia tidak mau diperingatkan, sehingga sesudah pedang itu datang ia dihabiskan, darahnya tertimpa kepadanya sendiri. (5) Ia mendengar suara sangkakala, tetapi ia tidak mau diperingatkan, darahnya tertimpa kepadanya sendiri. Kalau ia mau diperingatkan, ia menyelamatkan nyawanya.”

Setiap kita bertanggungjawab untuk mendengar dan menaati Firman Tuhan. Tugas seorang pengkotbah adalah menyampaikan Firman Tuhan, tetapi pengkotbah tidak dapat memaksa setiap orang yang hadir untuk mendengarkan. Saya tidak dapat merubah pikiran seseorang, dan saya tidak dapat mengubah hidup seseorang.  Semuanya terpulang pada diri Sdr sendiri. Tanggung jawab saya adalah menyampaikan Firman Tuhan dengan setia. Tanggung jawab Sdr adalah mendengar dan menaati apa yang dikatakan Tuhan. Alkitab mengatakan dalam Roma 14:12 “Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah.”

Orang lain mungkin memberitahukan kepada kita atau memberi peringatan kepada kita, tetapi pada akhirnya kita sendiri-lah yang harus memberikan pertanggungjawaban bagaimana sikap kita kepada Tuhan dan apakah hidup kita sesuai dengan perintah-perintah-Nya. Pada saat penghakiman terakhir Sdr tidak dapat menyalahkan orangtua Sdr atas kegagalan-kegagalan yang Sdr alami. Sdr tidak dapat menimpakan kesalahan kepada Gembala atau kepada guru Sekolah Minggu. Sdr tidak dapat menyalahkan sikap orang-orang Kristen yang telah membuat Sdr kecewa dan jatuh.  Sdr hanya diminta menjelaskan perbuatan apa yang sudah Sdr lakukan dan sudah menjadi pribadi seperti apakah Sdr?
Semua orang berpikir bahwa mereka hanya bertanggung jawab kepada diri mereka sendiri. Mereka tidak mau menerima gagasan bahwa mereka juga harus memberikan pertanggungjawaban kepada Tuhan.

Suka atau tidak suka, Alkitab mengatakan bahwa ada catatan permanen yang disimpan. Perhatikan baik-baik kutipan dari Kitab Wahyu 20:12 “Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu.”

Yesus berkata dalam Lukas 12:48b: “Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.”
Jika Sdr tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, maka Sdr akan diminta untuk bertanggung jawab. Jika Sdr tahu bahwa Sdr tidak boleh melakukan sesuatu dan Sdr melakukannya, maka Sdr akan berada dalam masalah pada hari penghakiman, kecuali Sdr sudah bertobat.

Saya ingat kejadian pada waktu Gunung Merapi meletus tahun 2010. Para penduduk dan juga Mbah Marijan, sang juru kunci Merapi, sudah diberitahu untuk segera turun.  Status sudah ditetapkan Siaga I, sirene tanda bahaya sudah dibunyikan, tetapi mereka menolak dan memilih tetap bertahan. Tepatnya pada tanggal 26 Oktober 2010, gunung Merapi di Yogya kembali meletus disertai awan panas setinggi 1,5 kilometer.  Gulungan awan panas tersebut meluncur turun melewati kawasan tempat mbah Maridjan bermukim. Jasad Mbah Maridjan ditemukan beberapa jam kemudian oleh tim SAR bersama dengan 16 orang lainnya telah meninggal dunia, umumnya kondisi korban yang ditemukan mengalami luka bakar serius.

Kejadian tersebut bukan disebabkan oleh penjaga yang tidak menjalan tugasnya. Situasi sudah ditetapkan Siaga I, bahkan sirene tanda bahaya sudah dibunyikan, tanda akan segera ada letusan, semua sudah melaksanakan fungsinya dengan setia. Tetapi Mbah Marijan dan 16 penduduk lainnya menolak untuk mendengar  dan mereka bertanggung jawab atas kematian mereka sendiri.

Dengan cara yang sama, ketika Sdr sudah diperingatkan tentang konsekuensi dari cara hidup Sdr yang sudah menyimpang dari ajaran Tuhan dan Sdr masih tetap melanjutkan cara hidup Sdr, maka Sdr bertanggung jawab langsung kepada Tuhan atas keptusan dan perbuatan Sdr. Sdr tidak akan dapat menyalahkan atau menuduh orang lain. Sdr sendiri harus mempertanggungjawabkannya.

2. Kita Bertanggung jawab atas Diri Orang Lain.
Pelajaran penting yang kedua adalah bahwa kita bertanggung jawab atas diri orang lain.

Tuhan berkata kepada Yehezkiel dalam ayat 6: “Sebaliknya penjaga, yang melihat pedang itu datang, tetapi tidak meniup sangkakala dan bangsanya tidak mendapat peringatan, sehingga sesudah pedang itu datang, seorang dari antara mereka dihabiskan, orang itu dihabiskan dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari penjaga itu.”

Selanjutnya Tuhan menjelaskan kepada Yehezkiel, bahwa yang diilustrasikan sebagai penjaga dalam kisah tersebut adalah sebenarnya Yehezkiel, ayat 7-9: “(7) Dan engkau anak manusia, Aku menetapkan engkau menjadi penjaga bagi kaum Israel. Bilamana engkau mendengar sesuatu firman dari pada-Ku, peringatkanlah mereka demi nama-Ku. (8) Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Hai orang jahat, engkau pasti mati! –dan engkau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu supaya bertobat dari hidupnya, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu. (9) Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu supaya ia bertobat dari hidupnya, tetapi ia tidak mau bertobat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu.

Saudara, sebenarnya bukan hanya Yehezkiel, tetapi kita semua juga sudah diberi tugas oleh Tuhan sebagai “penjaga”.  Marilah kita lihat dalam 1 Petrus 2: 9 : “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib”.

Setiap kita diberi tugas untuk memberi peringataan kepada orang lain tentang tanggungjawab mereka di hadapan Tuhan.

Mengasihi orang lain dengan sungguh-sungguh berarti memberi peringatan kepada mereka. Kita semua bergaul dengan banyak orang dalam hidup kita dan setiap kita sedang menuju ke kekekalan. Berapa banyak orang yang sudah mendengar kabar baik dari Sdr bahwa mereka dapat memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan dan bahwa mereka tidak dapat masuk ke kekekalan tanpa Kristus? Jika orang-orang yang bergaul dengan Sdr tidak mengerti bagaimana mereka dapat memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan dan hidup mereka berakhir dengan kekekalan tanpa Kristus, maka Tuhan akan meminta tanggungjawab Sdr. Saya akan memberikan suatu ilustrasi.

Coba bayangkan jika beberapa tahun yang lalu seseorang menemukan obat yang mujarab untuk menyembuhkan kanker. Saya umpamakan seorang ilmuwan yang menemukan obat kanker itu memberikan informasi kepada sekelompok orang tertentu.  Lalu sang ilmuwan atupun kelompok orang-orang itu tidak pernah membagikan informasi ini kepada orang-orang lainnya.

Sejak penemuan obat tersebut seharusnya ribuan, bahkan ratusan ribu orang sudah dapat disembuhkan, tetapi karena alasan tertentu mereka takut untuk memberitahukannya kepada orang lain.

Mereka mungkin takut orang lain akan menilai mereka sombong, karena mereka memiliki obat mujarab sedangkan orang lain tidak.  Atau mereka mungkin berpikir bahwa orang lain tidak akan percaya, atau barangkali takut mereka akan menolak ketika ditawari obat itu. Mungkin juga mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri. Mereka berpikir bahwa mereka telah memiliki obat untuk berjaga-jaga, mereka tidak peduli dengan orang lain.

Tentu saja ilustrasi tadi tidak masuk akal. Tetapi bukankah hal itu persis sama dilakukan oleh orang-orang Kristen?

Kita mempunyai kabar yang paling penting di dunia dan kita kuatir orang lain akan berpendapat bahwa  kita merasa lebih baik dari pada mereka.

Kita takut orang lain tidak akan menerima apa yang kita katakan. Kita takut dengan apa yang akan mereka pikirkan dan apa yang akan mereka katakan. Kita berpikir bahwa mereka tidak akan percaya kepada kita atau menerima apa yang harus kita katakan. Jadi buat apa mencoba.
Sebaliknya kita berkata kepada diri kita sendiri bahwa iman seseorang adalah sesuatu yang sangat pribadi, dan sepanjang kita sudah selamat, kita tidak perlu kuatir tentang orang lain.

Kita mempunyai kabar yang paling baik di dunia dan kita menyimpannya untuk diri kita sendiri. Tidak ada apapun di dunia ini yang lebih penting untuk didengar oleh manusia, namun karena alasan-alasan tertentu kita tidak mau membicarakannya.

Tetapi perumpamaan ini yang diberikan Tuhan kepada Yehezkiel memberitahukan kepada kita bahwa kita diminta bertanggung jawab untuk nasib rohani orang lain maupun diri kita sendiri. Alkitab berkata dalam 1 Petrus 3: 15-16 “(15) Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, (16) dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.”

Satu hal yang dapat kita yakini ialah bahwa Tuhan tidak senang jika kita mengutuk orang-orang yang terhilang atau orang-orang yang hidup tanpa Dia. Tuhan berkata kepada Yehezkiel pada ayat 11: “Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup. Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu! Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel?”
Sudah terlalu lama kita berpikir bahwa gereja adalah sesuatu yang diperuntukkan hanya bagi kita. Gereja sudah dibuat menjadi semacam klub sosial religius, dimana kita membayar iuran dan melakukan hal-hal yang kita suka.

Kita jarang berpikir tentang orang-orang di luar gedung ini yang memerlukan Tuhan.

Kita seringkali tidak mau merubah apapun – meskipun hal itu dapat menarik beberapa tetangga kita yang belum terjangkau dan memenangkannya bagi Kristus. Kita lebih suka tetap melakukannya dengan cara-cara kita dan sudah merasa nyaman daripada melakukan berbagai cara untuk memenangkan jiwa.

Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa kita bertanggung jawab atas diri orang lain.

3. Kita Bertanggung jawab Untuk Saat ini, Bukan Untuk Masa Lalu
Pelajaran terakhir yang dapat kita pelajari dari Yehezkiel adalah bahwa kita bertanggung jawab untuk saat ini, bukan untuk masa lalu.

Tuhan berbicara kepada Yehezkiel dalam ayat 12-16: “(12) Dan engkau anak manusia, katakanlah kepada teman-temanmu sebangsa: Kebenaran orang benar tidak menyelamatkan dia, pada waktu ia jatuh dalam pelanggaran dan kejahatan orang jahat tidak menyebabkan dia tersandung, pada waktu ia bertobat dari kejahatannya; dan orang benar tidak dapat hidup karena kebenarannya, pada waktu ia berbuat dosa. 13) Kalau Aku berfirman kepada orang benar: Engkau pasti hidup! –tetapi ia mengandalkan kebenarannya dan ia berbuat curang, segala perbuatan-perbuatan kebenarannya tidak akan diperhitungkan, dan ia harus mati dalam kecurangan yang diperbuatnya. (14) Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti mati! –tetapi ia bertobat dari dosanya serta melakukan keadilan dan kebenaran, (15) orang jahat itu mengembalikan gadaian orang, ia membayar ganti rampasannya, menuruti peraturan-peraturan yang memberi hidup, sehingga tidak berbuat curang lagi, ia pasti hidup, ia tidak akan mati. (16) Semua dosa yang diperbuatnya tidak akan diingat-ingat lagi; ia sudah melakukan keadilan dan kebenaran, maka ia pasti hidup.”

Ada dua tipe orang yang dibicarakan disini. Satu tipe adalah orang yang mengatakan, “Oh ya, aku ingat maju ke altar di sebuah gereja dan menerima Yesus sebagai Juru Selamat pribadi-ku.  Aku tahu hal itu sudah lama berlalu, tetapi aku selalu mengingatnya.”

Sdr pernah mendengar pendapat yang mengatakan: “Sekali diselamatkan akan tetap selamat.”

Mereka pernah mempunyai pengalaman dengan Tuhan dan pernah hidup untuk Tuhan, tetapi kejadiannya sudah lama berlalu dan sekarang mereka gagal hidup di dalam Tuhan. Hidup mereka tidak lagi menjadi teladan sebagaimana seharusnya orang hidup di dalam Tuhan.

Mereka berpikir, bahwa orang-orang seharusnya mengingat  semua perbuatan baik yang sudah mereka lakukan. Bukan sebaliknya menghakimi mereka atas perbuatan-perbuatan mereka yang kurang bijaksana yang dilakukannya akhir-akhir ini.

Tipe kedua adalah orang yang mungkin mengalami banyak kegagalan moral, tetapi ia sudah berbalik kepada Tuhan dalam pertobatan dan iman.

Mereka tidak lagi hidup seperti pada masa lalu. Mereka bersuka di dalam Tuhan.

Tipe pertama hidup benar di masa lalu, tetapi saat ini sedang dalam proses berpaling dan menjauh dari Tuhan.

Tipe kedua memiliki masa lalu yang penuh dosa, tetapi saat ini dalam proses berjalan mendekat kepada Tuhan.

Firman mengatakan bahwa mereka tidak dihakimi atas dasar kelakuan mereka di masa lalu tetapi atas dasar kondisi mereka di masa kini.

Dengan kata lain, Sdr tidak akan dihakimi berdasarkan apa yang pernah Sdr perbuat, tetapi atas dasar sudah menjadi pribadi seperti apakah Sdr saat ini.

Yang penting bukanlah apa yang sudah Sdr perbuat, tetapi yang penting adalah siapakah Sdr saat ini.

Kita bertanggung jawab untuk masa kini, bukan masa lalu.

Itulah sebabnya sangat penting untuk tetap memelihara hubungan kita dengan Tuhan. Jika Sdr pernah memiliki suatu hubungan dengan Tuhan, tetapi saat ini tidak lagi , Sdr perlu berbalik. Jika Sdr malu akan masa lalu Sdr, ada pengharapan untuk Sdr.

Jika kita mau membuka mulut dan mulai bersaksi, maka hal yang sangat menakjubkan akan terjadi.

Ada suatu kisah yang terjadi dengan hidup para remaja ketika orang-orang Kristen berbicara. Persekutuan Atlet Kristen dari sebuah SMA di daerah Mississippi, Amerika, pada 5 Juni 2000 mengadakan pertemuan yang direncanakan  selama 90 menit, namun ternyata berlangsung selama lima jam. Apa yang terjadi?

Acara dimulai dengan seorang siswa Kristen yang memberikan kesaksian tentang imannya. Akhirnya 450 dari 670 siswa yang hadir saat itu mengabaikan makan siangnya, karena mereka mengantri untuk mencapai mikrofon guna mengakui dosa-dosa mereka dan minta pengampunan atas perbuatan-perbuatan mereka, mulai dari percobaan bunuh diri sampai sex sebelum nikah, atau menyesal atas  kelakuan buruk mereka.

Mereka bicara tentang kerinduan mereka kepada Tuhan dan ingin hidup untuk Tuhan. Acara itu disiarkan melalui pemancar radio Kristen dan internet. Orang-orang di seluruh dunia yang mengikuti acara tersebut, merasakan hidupnya berbalik 180°, karena iman dan keberanian dari siswa-siswa SMA itu.

Setelah kejadian itu doa telah menjadi ucapan spontan dalam kehidupan sehari-hari para siswa dan poster-poster Kristen menghiasii ruangan-ruangan di sekolah tersebut.

Dampak dari suatu kesaksian ternyata amat menakjubkan. Satu kata diucapkan oleh  penjaga dan selanjutnya  Tuhan yang mengambil alih.

Penutup
Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan suatu kisah nyata tentang seorang sopir truk yang jatuh ke dalam sungai di dalam jurang pada suatu malam yang berkabut. Ia berpikir sedang melintasi jembatan yang menurut ingatannya seharusnya ada di tempat itu.

Ia mendapat mukjizat, tidak mengalami luka-luka, dan dengan gemetar ia berhasil merangkak dari reruntuhan truknya dan kembali ke atas jalan. Dengan penuh ketakutan ia melambai-lambaikan tangannya dan berseru ke pada kendaraan-kendaraan yang lewat. Ia melakukannya dengan segenap kekuatannya untuk memberi peringtan kepada mereka tentang bahaya yang akan mereka alami. “Jembatan roboh! Balik arah!”  Banyak kendaraan yang lewat pada malam berkabut itu mengabaikan peringatannya. Mereka menganggapnya orang gila – sehingga banyak kendaraan mengalami kecelakaan.

Demikianlah banyak situasi yang sama kita hadapi pada zaman modern ini. Banyak orang sebenarnya telah mengalami jebakan/perangkap dalam hidupnya dan tahu mana arah yang salah. Mereka kemudian menyampaikan pengalamannya untuk memilih jalan Tuhan. Tetapi peringatan mereka diabaikan.

Sebetulnya, banyak juga yang dicerca atau di-olok-olok karena dianggap sombong karena sudah memberi peringatan.

Ketika kita sudah menyampaikan Kebenaran Tuhan kepada orang lain, maka kita sudah menjalankan tugas kita. Bagaimana mereka menanggapi bukanlah urusan  kita. Tetapi jika kita tidak menyampaikan berita Injil kepada mereka, maka kita akan dimintai pertanggung jawaban.
(Kotbah pada Kebaktian 2 di Rajawali Family Ministry tanggal 24 Maret 2013, dibawakan oleh Rudy Suwardi)

Artikel oleh: March 31, 2013   Kategori : Bahan Khotbah  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda