Berjumpa dengan Tuhan 6 Yesaya: Nabi untuk Tuhan

Pertemuan :        Ketika Impian Hancur
Tempat:               Bait Suci di Yerusalem
Bacaan Alkitab:  Yesaya 6:1-13

Pemakaman raja berlangsung lebih lama daripada perkiraan semua orang, kumpulan manusia lebih besar daripada perkiraan, dan lebih banyak pembicara hadir daripada biasanya. Tetapi kejadian yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa Raja Uzia dimakamkan di antara raja-raja Yehuda.

Setelah pemakaman selesai, Yesaya, seorang anggota pejabat istana yang masih muda dari istana Uzia, tinggal lebih lama di makam Uzia daripada siapapun juga yang hadir pada upacara pemakaman.  Yesaya yang masih muda mengasihi raja Uzia, ia percaya pada impian dari raja Uzia. Ia percaya bahwa Uzia dapat mengembalikan kebesaran raja Daud ke Yerusalem. Sekarang raja sudah pergi, impian Yesaya juga hilang. Yesaya menangis diam-diam di makam pahlawannya yang sudah wafat. Bukan cuma masalah  Uzia yang wafat, tetapi juga telah terjadi pertentangan di pemakaman. Beberapa orang tidak setuju dengan lokasi makam Raja Uzia yang berada di dekat makam Daud dan Salomo. Seorang imam mengajukan alasan,
“Uzia berdosa ………” para imam  menjelaskannya kepada Mahkamah Agama — suatu badan di mana masalah-masalah yang menyangkut agama diselesaikan – karena Uzia sudah berdosa, ia sudah mempermalukan kerajaan. Ia tidak boleh dimakamkan bersama dengan raja-raja besar ………….. bersama Daud dan Salomo.”

Uzia sebelumnya adalah raja yang hebat – lebih hebat daripada raja-raja manapun setelah Daud dan Salomo – ia berkuasa lebih lama daripada siapapun, 52 tahun. Uzia merebut kembali wilayah yang diambil oleh Filistin dari Yehuda, ia membangun benteng dan  kota- kota di sekitar Asdod dan memperkuat tembok Yerusalem. Kemudian imam yang lain membela pemakaman Uzia.

“Uzia sudah memperkokoh tembok Yerusalem ……….. membangunnya lebih tinggi ……. Dan ia menciptakan senjata-senjata baru untuk melindungi kita. Kita menjadi bangsa yang lebih kuat karena Uzia.”

Seluruh anggota Mahkamah Agama sependapat bahwa Yerusalem sekarang lebih aman terhadap penyerbuan dibandingkan sebelumnya. Dibawah Uzia, tentara sudah menciptakan mesin untuk melemparkan batu yang besar kepada musuh, batu sebesar kuda dapat dilemparkan ke atas tembok untuk menghancurkan benteng musuh. Mesin tersebut juga dapat  menembakkan panah dan batu-batu besar berulang kali – mengakibatkan kerusakan masal ketika menyerbu musuh. Pembela Uzia yang menghendaki agar ia dimakamkan bersama raja-raja besar memberikan argumentasi,
“Uzia telah memberikan kepada kita keamanan yang lebih baik …….. kemakmuran yang lebih baik ……. kehormatan yang lebih baik …….. daripada raja manapun juga.”

Ya, Uzia sudah memerintah dengan baik selama 52 tahun, tetapi satu perbuatannya yang congkak telah menghancurkan semua memori tentang kesuksesannya. Dalam suatu perbuatan yang melanggar perintah Tuhan, Uzia berjalan ke dalam Bait Tuhan dimana hanya imam-imam Tuhan yang diperbolehkan masuk. Ia akan membakar ukupan di atas mezbah pembakaran, suatu tugas yang biasanya dilakukan oleh imam-imam Tuhan.

“Pelanggaran ……” seorang imam muda  berseru kepada Raja Uzia. Ia bergegas memanggil penjaga Bait Tuhan, dan  berseru kepada semua orang sambil berlari masuk ke dalam Bait Tuhan, “Raja sudah gila ………….. Raja sudah gila …….. Raja sudah gila.”

Tidak ada seorangpun yang percaya bahwa seorang imam muda berlari masuk ke dalam Bait Tuhan, karena seorang imam muda tidak boleh berlari masuk ke dalam Bait Tuhan. Tetapi imam muda itu datang  bersama Imam kepala, Azarya, beserta 80 imam yang kuat dan berani. Mereka adalah sekelompok orang yang marah dan berseru kepada raja.

Konfrontasi terjadi di depan mezbah pembakaran ukupan di dalam Tempat Kudus. Seruan itu terdengar ke seluruh Bait Tuhan, tetapi tidak ada perkelahian.
“UZIA …… ENGKAU SUDAH BERDOSA KEPADA TUHAN,” Imam Kepala berusaha untuk merebut bokor ukupan dari raja.
“BERANINYA ENGKAU MELARANG AKU,” Raja Uzia berseru kepada Imam Kepala. “Sesudah semua yang telah aku lakukan untuk bangsa kita ……. Sekarang aku ingin berdoa untuk bangsa kita.” Ia memeluk bokor ukupan ke dadanya.

Kesuksesan Uzia sudah membuatnya menjadi congkak, ia sudah berhasil mencapai lebih banyak hal daripada raja-raja sebelumnya. Di dalam perbendaharaan kerajaan sudah terkumpul lebih banyak kekayaan dibandingkan raja lainnya setelah Salomo. Ia adalah seorang raja yang baik; ia memperkuat penyembahan di Bait Tuhan, Uzia sudah lupa bahwa Tuhan sudah memisahkan tugas antara raja dan imam. Tidak ada seorangpun yang boleh melangkahi garis pemisahan itu ….  Tidak seorangpun, bahkan tidak sekalipun oleh seorang raja yang sukses. Pembagian tugas ditentukan oleh garis keturunan, raja-raja berasal dari garis keturunan Yehuda, imama-imam dari garis keturunan Lewi.

“BERHENTI …..” Imam Kepala meminta, ia kembali berusaha merebut bokor ukupan dari raja. Lalu tiba-tiba tangan Imam Kepala menjadi kaku, mulutnya terbuka tetapi tidak bersuara. Apa yang dilihatnya  membuat ia terdiam.

Ketakutan mencekamnya. Ketika imam yang lain melihatnya, ia juga berhenti ……. terdiam …………. takut bergerak ………. takut bicara. Imam-imam yang mengikuti Raja masih berseru-seru, mereka tidak dapat melihat wajah Raja karena mereka berada di belakang raja. Lalu pengawal pribadi Raja melihat apa yang dilihat oleh Imam Kepala. Ia hanya dapat berbicara satu kata, satu kata yang diperintahkan untuk diucapkan oleh orang Yahudi ketika ia melihat penyakit yang ditakuti,
“KUSTA!”

Sebuah tanda kusta putih tiba-tiba timbul di dahi Raja, infeksi yang berwarna merah menyebar ke seluruh bagian wajah lainnya. Imam Kepala meloncat ke belakang dengan ketakutan, ia mengulangi peringatan,
“KUSTA!”

Para imam, penjaga dan pengikut Raja, terdiam dalam ketakutan. Tuhan sudah memberi perintah bahwa orang kusta tidak boleh masuk ke Bait Allah, tetapi di tempat ini Di Tempat Kudus, Tuhan menghukum Uzia dengan penyakit kusta. Setiap orang tahu bahwa penyakit ini pasti membawa kematian, kusta adalah suatu tanda dari dosa yang tersembunyi. Pemberontakan dari dalam diri Uzia sekarang nyata di wajahnya.

“NAJIS ….!” Imam muda yang pertama kali menjumpai Uzia berseru. Ia berseru agar semua orang mendengar, “NAJIS …….. NAJIS ………..”
Tidak ada seorangpun yang menjamah Uzia, tidak ada seorangpun yang menyentuh Raja. Mereka juga akan menjadi najis jika menyentuh seorang yang sakit kusta, najis jika mereka menyentuh bagian manapun dari bajunya, najis jika mereka menyentuh apapun yang disentuh oleh orang kusta.

Uzia mundur sebagai Raja, anaknya Yotam menjadi Raja menggantikannya. Uzia menghabiskan sisa hidupnya di rumah pengasingan, terpisah dari masyarakat seperti ditetapkan dalam hukum. Di rumah pengasingan itulah ia wafat.
Meskipun ia sudah melakukan pemberontakan sehingga menyebabkan ia turun tahta, Uzia dimakamkan di dekat makam raja-raja besar Yehuda. Ia dimakamkan beberapa kaki jauhnya dari makam Raja Daud dan Raja Salomo.
Sekarang pemakaman sudah selesai. Impian –impian Uzia juga hilang.

Yesaya yang masih muda adalah orang terakhir yang meninggalkan makam, ia terikat secara emosional dengan Raja Uzia. Yesaya merasa bahwa bangsa Yahudi tidak akan maju tanpa Raja Uzia yang kuat. Dunianya runtuh di sekitar dia. Sebelumnya, Ia tidak pernah kehilangan harapan, bahkan sampai akhirnya ia tetap berdoa,
“Tuhan, sembuhkanlah raja Uzia,” tetapi Tuhan tidak menjawab. Tuhan dengan kedaulatannya mengijinkan Uzia cepat mengalami kematian. Hidup harus tetap berjalan, seorang Raja baru harus mengambil alih kepemimpinan bangsa. Tetapi Yesaya muda tidak dapat menerima kematian Raja Uzia, dunianya yang masih muda runtuh. Yesaya berdiri di depan nisan sambil berpikir,
“Bangsa kami sudah begitu dekat dengan pemulihan kebesaran Daud ……….. begitu dekat ……. Kami hampir mencapainya.”

Setiap orang Yahudi mempunyai impian untuk hidup dalam kerajaan Daud, merasakan amannya perlindungan Daud, menikmati kemakmuran Daud. Yesaya berpikir Uzia seharusnya dapat mengembalikan kebesaran Yehuda masa lalu.

Raja yang baru, Yotam tidaklah sekuat ayahnya ……… tidak sebijaksana ayahnya …………. Tidak sesaleh ayahnya. Yesaya berdoa kepada Tuhan,
“Apa yang akan terjadi pada kami sekarang?”
Kemanakah seseorang pergi ketika impiannya hancur? Matahari, keemasan seperti roti yang baru dipanggang, sedang terbenam di perbukitan sebelah barat. Tidak lama lagi bintang pertama mulai bersinar di sebelah timur. Yesaya tidak dapat terus tinggal di makam Uzia sepanjang malam, ia tidak dapat mengembalikan raja dari dunia orang mati. Yesaya berjalan menuju Bait Allah. Ia berpikir,
“Mungkin di hadirat Allah aku akan dapat mengerti ……”

Yesaya dikenal di kota sebagai seorang pemimpin muda yang cerdas dan karirnya sedang menanjak, meskipun congkak. Para pemimpin yang senior tahu bahwa Yesaya memiliki pikiran yang tajam, pandai menyampaikan pikirannya dan banyak orang berharap bahwa ia akan duduk sebagai anggota di Mahkamah Agama suatu hari kelak. Tetapi setiap orang tahu bahwa Yesaya memiliki ego yang kuat. “Siapa yang dapat menghancurkan kesombongannya?” para anggota Mahkamah Agama mendiskusikannya di belakang.

Sementara Yesaya berjalan melalui Gerbang Emas menuju Bait Allah, para imam menundukkan kepala, tetapi Yesaya terlalu angkuh untuk membalas salam mereka. Yesaya berjalan melewati mezbah korban bakaran, tidak ada seorangpun di sana; karena hari sudah malam. Ia berjalan tanpa tujuan ke dalam Tempat Kudus, juga waktu sudah malam, tidak ada seorangpun di sana. Tempat Kudus adalah pusat doa, tetapi di tempat itu pula penyakit kusta Uzia timbul. Yesaya secara misterius di tarik ke tempat di mana impiannya hancur.

“Mengapa ….?” Ia bertanya kepada Tuhan sambil melihat ke surga dengan matanya yang berlinang air mata.
Lalu Yesaya melihat apa yang belum pernah dilihatnya. Langit terbuka dan awan terlipat seperti sebuah selimut putih yang disingkapkan di atas tempat tidur. Ia melihat menembus Bait Allah ………. menembus bulan dan bintang …………. menembus atmosfir.

Yesaya melihat ke dalam surga.
Jauh di atas di dalam surga, Yesaya melihat Tuhan duduk di atas tahta. Sebagai seorang ahli muda, Yesaya tahu bahwa tidak ada seorangpun yang melihat Tuhan, tidak ada seorangpun yang  melihat wajah Tuhan, masih tetap hidup. Tetapi di sana, di surga, Yesaya melihat suatu bentuk seorang manusia yang sedang duduk di atas takhta yang kokoh, lebih besar dari sebuah kota, lebih besar dari sebuah gunung. Ia melihat pelangi di sekeliling takhta, dan cahaya kilat datang dari takhta.   Yesaya tidak memperhatikan takhta atau benda-benda di sekitarnya. Yesaya memfokuskan perhatiannya kepada Seseorang yang sedang duduk di takhta.

“Aku melihat Tuhan,” ia berkata perlahan. “Aku melihat Tuhan, sedang duduk di atas takhta di dalam surga.”

Tiba-tiba, Yesaya jatuh ke atas lututnya dengan wajah di tanah. Ia sudah melihat Tuhan, tetapi masih hidup. Lalu ia mendengar suara sayap-sayap mengepak, seperti ratusan burung merpati mengepakkan sayapnya di udara untuk mengangkat diri mereka ke udara. Yesaya melihat ke atas untuk mengetahui apa yang menimbulkan bunyi. Yesaya melihat serafim-serafim – orang-orang yang bersinar sedang melayang-layang di awan-awan – sayap mereka mengangkat mereka ke hadirat Allah. Lalu ia mendengar mereka bernyanyi,
“Kudus ….. Kudus …….. Kudus………….” Mereka sedang menyanyikan pujian kepada Tuhan. Musik pujian mereka menyentuh hatinya, tidak seperti paduan suara Lewi di Bait Allah yang tidak pernah menyentuh hatinya. Ketika Yesaya mendengar pujian, ia memuji bersama mereka,
“Kudus ….. Kudus …….. Kudus………….” Yesaya memuji Tuhan bersama mereka tidak seperti sebelumnya. Para serafim terus memuji, “Kuduslah Tuhan dari semesta………… Kuduslah Tuhan dari para serafim.”

Yesaya belum pernah melihat keindahan seperti yang dilihatnya di surga, tidak ada apapun di bumi ini yang dapat dibandingkan dengan apa yang dilihatnya. Para serafim terus menyembah, “Seluruh bumi penuh dengan kemuliaan-Nya.”

Yesaya pada mulanya berpikir bahwa istana Uzia sangatlah megah. Yesaya merasa bangga telah menjadi bagian dari pengikut Raja Yehuda. Yesaya merasakan kuasa dalam keberhasilan Uzia, ia diagungkan dalam keberhasilan Rajanya di bumi, keberhasilan raja Uzia seolah-olah adalah keberhasilan dirinya. Setidaknya, Yesaya merasa bahwa Uzia tidak dapat melakukan semua itu tanpa dirinya.

Sekarang Tuhan memperlihatkan kepada Yesaya sebuah takhta yang lebih besar …………….. sebuah kemuliaan yang lebih besar …………. Sebuah kuasa yang lebih besar. Tuhan sedang memberitahukan kepada Yesaya bahwa kemuliaan-Nya adalah jauh lebih besar dari raja manapun di bumi.

Visi Yesaya mengenai sebuah kerajaan di bumi sudah hancur dengan wafatnya Uzia, tetapi Tuhan memberikan sebuah visi baru kepada pejabat muda dari istana itu tentang apa yang dapat dilakukan Tuhan. Yesaya perlu melihat masa depan bangsa Tuhan melalui mata Tuhan, bukan melalui matanya yang kecewa, dan bukan melalui mata Uzia.

Tinggi di surga, Tuhan duduk di atas takhta-Nya. Ujung jubah-Nya turun dari atas bahu-Nya ke bawah ke bumi ……. ke bawah ke Bait Suci ………….. ke bawah ke Tempat Maha Kudus. Yesaya belum pernah melihat jubah kerajaan yang demikian panjang, melampaui apapun yang pernah dilihat oleh Yesaya seperti yang dikenakan oleh Uzia atau tamu kerajaan lainnya. Jubah itu jauh lebih bagus dari kain yang halus sekalipun, itu adalah Awan Kemuliaan Sekinah. Jubah pada bahu Tuhan adalah awan yang mengalir dari surga ke bumi, turun ke Tutup Pendamaian yang menutupi Tabut Perjanjian. Awan Kemuliaan Sekinah adalah hadirat dari Allah sendiri di dalam Bait Suci. Sebuah awan kemuliaan pada siang hari dan tiang api pada malam hari.

“Kudus ………… Kudus ……… Kudus …….” Serafim kembali berseru. Di dalam suara itu, pintu Bait Suci bergetar, lalu alas ambang pintu bergoyang. Sebuah gempa bumi menggoncangkan bangunan. Yesaya merasakan getarannya dan merasa takut. Ia berpikir di dalam hati, “Seperti impiannya yang runtuh, akankan Bait Suci juga runtuh di sekeliling dirinya?”
Awan Kemuliaan Sekinah tumpah dari Kursi Pendamaian di atas Tabut Perjanjian. Seperti embun yang menutupi permukaan sungai pada suatu pagi yang dingin, demikian juga awan menutupi lantai Bait Suci. Awan memenuhi seluruh Bait Suci, menutupi lantai di setiap ruangan seperti air yang mengalir. Pengalaman yang sangat luar biasa bagi Yesaya, sehingga ia berseru,
“Celakalah Aku ……….. ” ia berseru. “Aku binasa …………”
Yesaya mulai gemetar seluruh tubuhnya karena ketakutan, pikirannya panik, dan mulutnya kering. Kata-katanya bergetar karena ia merasakan bahaya.

“Aku orang berdosa ……………. Janganlah masukkan aku ke neraka.” Yesaya menutupi wajahnya dengan tangan dan mulai menangis. “Aku ini seorang yang najis bibir , dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir.”  Yesaya mulai terisak.

“Aku tahu bahwa aku najis karena Aku sudah melihat Sang Raja, yakni Tuhan semesta alam, aku sudah melihat Tuhan dari para serafim.”

Yesaya sudah membual tentang kebesaran Yehuda kepada keluarganya ketika ia mengunjungi ruang takhta raja Uzia. Tetapi sekarang ia tidak dapat lagi membual tentang kebesaran seorang raja di bumi, atau berbangga dengan keberhasilan raja Uzia. Ia sudah mendapat penglihatan tentang kemuliaan Tuhan dan tentang dosa-dosanya sendiri. Ia hanya dapat menangis,
“Aku adalah seorang berdosa yang tidak berharga.”

Seorang dari para serafim itu terbang ke mezbah pembakaran pada pintu masuk Bait Suci. Di mezbah ini domba-domba disembelih dan darah dikorbankan untuk menebus dosa. Kematian seekor domba menjadi pengganti untuk hukuman orang berdosa.  Darah menjadi dasar untuk pencucian.

Serafim mengambil sebuah bara api dari mezbah dengan sepit yang panjang, sepit ini ditentukan dalam hukum untuk digunakan dalam persembahan. Serafim itu terbang dari mezbah ke Yesaya, membawa bara api yang merah menyala. Serafim  itu menyentuh mulut Yesaya dengan bara yang panas, seraya berkata,
“Bara ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus. Serafim itu memberitahukan kepada Yesaya, “Dosamu telah diampuni.”

Yesaya berserah kepada Tuhan, semua perkiraannya bahwa ia melayani Tuhan di dalam istana Uzia sudah lenyap. Ia merasa malu ………. Ia merasa hancur ……….. tetapi yang lebih penting, ia merasa bersih. Untuk pertama kalinya Tuhan berbicara dari atas takhta-Nya, Yesaya mendengar Tuhan bertanya,
“Siapakah yang akan Ku-utus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?”

Yesaya tahu bahwa Tuhan  sedang berbicara kepadanya, itu bukanlah pertanyaan basa-basi. Yesaya tahu bahwa pertanyaan itu ditujukan kepadanya. Yesaya sudah mempersiapkan dirinya untuk melayani di istana Uzia, tetapi sekarang hal itu sudah tidak mungkin lagi. Sekarang ia diundang untuk melayani di istana Tuhan. Pertanyaan yang diajukan Tuhan adalah sederhana ……. langsung ………. dan ….. meminta jawaban.

“Apakah engkau mau pergi untuk Aku,?  Apakah engkau mau melayani KU?”

Tidak diperlukan waktu lama bagi  Yesaya untuk menanggapi. Itu lebih merupakan sebuah undangan daripada sebuah pertanyaan. Yesaya segera menanggapi,
“Ini aku,”  ia menjawab tanpa ragu-ragu,  “utuslah aku!”

Tuhan memberitahukan kepada Yesaya, bahwa ia akan diutus menjadi seorang juru bicara—penyambung lidah Tuhan—kepada bangsa Tuhan. Tuhan memberikan perintah kepada Yesaya yang membuatnya menjadi bingung, bukan karena Yesaya tidak mengerti apa yang diinginkan Tuhan untuk dilakukannya, tetapi Yesaya tidak mengerti mengapa Tuhan akan mengirimkannya untuk mengalami kegagaanl. Tuhan memberitahukan kepada Yesaya,
“Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Tuhan selanjutnya menyuruh Yesaya, “Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan!” Tuhan sedang memberitahukan kepada Yesaya bahwa ia akan berbicara atas nama Tuhan, tetapi tidak ada seorangpun yang akan mendengar. Tuhan sedang memberitahukan kepada Yesaya bahwa ia akan gagal karena orang-orang akan menolak dia. Tuhan berkata,
“Orang-orang akan menolak pesan-mu.” Tuhan menjelaskan bahwa bangsa itu makmur tetapi secara rohani sebenarnya bangkrut. Meskipun Uzia mendorong penyembahan kepada Yahwe di Bait Allah, namun ia mengijinkan orang-orang membuat kebun-kebun untuk Baal dimana mereka memberikan persembahan kepada patung-patung. Karena bangsa Tuhan memiliki kusta di dalam hatinya, Tuhan akan memakai bangsa asing untuk menghukum mereka. Tuhan menjelaskan kepada Yesaya,
“Mereka akan menolak pesanmu tentang penghukuman yang akan datang …….. mata mereka melekat tertutup untuk melihat ………. Telinga mereka berat untuk mendengar ……….hati bangsa ini keras untuk menerimanya.”

Bangsa Tuhan percaya bahwa mereka berada di luar penghukuman. Mereka percaya bahwa Bait Allah membuat mereka kebal. Mereka percaya bahwa perjanjian Tuhan dengan mereka secara otomatis melindungi mereka dari bahaya. Mereka percaya bahwa Allah bangsa Israel akan berperang untuk mereka. Mereka merasa tidak dapat disentuh, mereka tidak menyadari bahwa mereka hanya secara lahiriah saja menaati ritual, tetapi di dalam hati mereka menolak Tuhan. Mereka menyembah Baal, dan di belakang pintu-pintu yang tertutup mereka melanggar perintah-perintah Allah. Dosa mereka membutakan matanya terhadap arti hukum yang benar. Kesalahan-kesalahan mereka telah menghalangi mereka untuk memahami arti yang sebenarnya dari Firman Tuhan ketika mereka mendengarnya.

Yesaya mengerti tugasnya yang mustahil, tetapi ia mempunyai satu pertanyaan kepada Tuhan, “Berapa lamakah aku harus bicara?” Apakah tidak sia-sia melanjutkan pelayanan jika orang-orang menolak dia? Yesaya ingin mengetahui apakah orang-orang itu pada akhirnya akan mendengarkannya. Apakah ia harus berhenti berbicara kepada orang-orang itu karena mereka telah menolak berita?

“Teruslah berbicara ……” Tuhan memberitahukan dia. “Jangan behenti memberitakan penghukuman sampai tanah itu dihukum ……… sampai musuh mengusir orang-orang itu dari rumah mereka …………… sampai tanah ini seluruhnya dihancurkan.”

“Tetapi Tuhan, ………………” Yesaya memohon pengertian. “Jika Engkau mengusir bangsa-Mu ke luar dari tanah mereka, bagaimana dengan janji-Mu bahwa Israel akan berdiam di tanah ini?”

Tuhan memberikan harapan untuk masa depan kepada Yesaya. Tuhan memberitahukan bahwa Israel akan kembali ke Tanah Perjanjian. “Keadaannya akan seperti pohon beringin dan pohon jawi-jawi yang tunggulnya tinggal berdiri pada waktu ditebang. Dan dari tunggul itulah akan keluar tunas yang kudus!” Tuhan memberitahukan kepada Yesaya bahwa bangsa tersebut akan menjadi suatu tunas yang baru yang akan tumbuh dari tunggul dan pohon itu akan hidup kembali.” Pesan Tuhan kepada Israel melalui Yesaya adalah,
“Aku akan menghakimi bangsa-Ku, tetapi mereka akan kembali dari empat penjuru dunia untuk berdiam di Tanah Perjanjian dalam kerajaan Daud yang akan datang.”

SETELAH PERJUMPAAN
Perjumpaan Yesaya dengan Tuhan adalah permulaan dari pelayanan kenabiannya. Ia terus menerus memberitakan bahwa bangsa Asyur akan dipakai oleh Tuhan untuk menghukum Israel (Ps 1-35) dan bangsa Babel akan dipakai oleh Tuhan untuk menghakimi Yehuda (Ps 40-66). Tuhan memakai Yesaya untuk membantu Raja Hizkia berdoa meminta perlindungan Tuhan ketika raja dari Asyur, yaitu Sanherib, menyerang Yerusalem. Yesaya meramalkan bahwa Babel akan mengalahkan bangsa Tuhan  100 tahun sebelum hal itu terjadi. Yesaya disebut sebagai Pangeran dari para Nabi karena tulisan-tulisannya merupakan pesan-pesan tertulis yang paling indah di dalam Kitab Perjanjian Lama.

10 PELAJARAN DARI PERJUMPAAN YESAYA DENGAN TUHAN

1.    Tuhan dapat menjumpai kita ketika impian kita hancur.
Seringkali impian-impian kita meliputi kepentingan diri sendiri, hal-hal yang ingin kita lakukan, ingin menjadi apa dan hal-hal yang ingin kita kendalikan.

Tetapi ketika impian kita hancur, kemana kita harus berpaling? Ketika kita menghadapi jalan buntu, itulah saatnya dimana kita dapat berjumpa dengan Tuhan. Melihat Tuhan di tempat yang tinggi dan ditinggikan di gereja-Nya.

Mendengar suara Tuhan dan apa yang yang diinginkan Tuhan untuk Sdr lakukan. Ketika hari-hari-mu tanpak paling gelap karena impian Sdr semakin jauh, maka saat itu dapat menjadi awal dari saat-saat yang paling terang dalam hidupmu. Tuhan mungkin ada di dekat Sdr.

Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah” (Hos 4:6)
Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat.” (Ams 29:18)

2.    Jangan mencampurkan kemakmuran finansial dengan kemakmuran rohani
Yesaya meletakkan impiannya pada seorang raja yang sukses dan pada kerajaan yang besar.  Ia mempunyai pikiran yang salah bahwa kemakmuran rohani ditandai dengan kemakmuran finansial. Ketika impian Yesaya hancur, Tuhan memberikan suatu tugas kepadanya. Tuhan memperlihatkan kepadanya bahwa ia akan memberikan kepada Israel sebuah kerajaan yang jauh lebih besar daripada apa yang dilihat oleh Yesaya.

“Diberikan-Nya kepada mereka apa yang mereka minta, dan didatangkan-Nya penyakit paru-paru di antara mereka.” (Mzm 106:15)

3.    Kita tidak boleh merasa bahwa diri kita  begitu penting sehingga boleh melanggar perintah Tuhan dalam melayani Dia.
Uzia adalah seorang raja yang besar dengan banyak pencapaian, tetapi ia merasa bahwa dirinya  lebih penting daripada tugas-tugasnya. Masalahnya adalah bahwa ia merasa dirinya lebih penting daripada peraturan-peraturan untuk melayani Tuhan. Tuhan menghukum dia dengan penyakit kusta dan menyingkirkan dia dari takhtanya. Meskipun ia dimakamlan bersama raja-raja di pemakaman Yerusalem. Tetapi ia kehilangan saat-saat ia berkuasa karena dosanya.

“Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.” (1 Kor 9:27)

4.    Ketika kita mempunyai opini yang terlalu tinggi mengenai pentingnya diri sendiri, Tuhan menghancurkan kita di dalam suatu perjumpaan untuk mempersiapkan kita ke dalam suatu pelayanan.
Yesaya adalah seorang anggota pejabat istana yang sukses di dalam kerajaan Uzia ketika Tuhan menjumpai dia untuk memperlihatkan dosa-dosanya. Tuhan harus menghancurkan kecongkakan Yesaya, tetapi sebaliknya Tuhan harus mendorong semangat Yeremia dan Gideon karena mereka memiliki citra diri yang lemah. Dalam perjumpaan dengan Tuhan, Tuhan menemui kita dimana kita berada, berurusan dengan kita sesuai dengan kebutuhan kita, dan mengangkat kita ke tempat di mana kita dapat melayani Dia.

“Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan.” (Mat 23:28)

5.    Ketika impian-impian kita hancur, Tuhan akan menjumpai kita untuk memberikan kepada kita suatu tugas dan visi yang baru.
Yesaya memiliki suatu visi untuk menjadi seorang pejabat istana yang sukses dengan melayani seorang raja yang sukses. Namun Tuhan memberikan suatu tugas baru kepadanya yaitu untuk berbicara kepada bangsa Israel mengenai berita kegagalan. Yesaya akan berkotbah kepada orang-orang itu namun mereka tidak akan menanggapi. Ia harus berkotbah kepada mereka yang memiliki telinga untuk mendengar, tetapi tidak mau mendengar, mata untuk melihat, tetapi tidak mau melihat; dan hati yang begitu keras sehingga mereka tidak dapat percaya kepada Tuhan.

“Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya.” (Hab 2:2)

6.    Tuhan peduli dengan dosa kita ketika ia menjumpai kita.
Tuhan melihat kesuksesan seorang Yesaya muda, tetapi hal itu tidak membuat Yesaya cocok  untuk berada dalam pelayanan Ilahi. Tuhan harus mengurus dosa Yesaya terlebih dahulu, sebelum Ia dapat memakai pelayanan Yesaya.

Ketika Tuhan memperlihatkan dosa-dosanya kepada Yesaya, ia berkata, “Celakalah aku”. Lalu Tuhan harus membersihkan Yesaya, dan karena itu serafim mengambil sebuah bara api dari mezbah untuk membersihkan mulutnya dan menyucikan dia untuk pelayanan.

“Tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.” (Yes 59:2)

7.    Ketika kita dibersihkan dari dosa, kita diperlengkapi untuk pelayanan.
Yesaya adalah hamba dari seorang raja di dunia, tetapi ia tidak cocok untuk menjadi seorang hamba dari raja Ilahi. Tuhan harus membersihkan dia terlebih dahulu, dengan cara berurusan dengan dosa-dosanya. Lalu Yesaya siap untuk melayani Tuhan.

“Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi.” (Ams 28:13)

8.    Ketika kita melihat Tuhan dengan lebih jelas dalam suatu perjumpaan, kita melihat dosa-dosa kita dengan lebih jelas dibandingkan saat-saat lainnya.
Seringkali kita tidak peduli dengan dosa-dosa kita, kecuali ketika kita tertangkap atau kita mengalami penderitaan sebagai suatu konsekuensi dari dosa kita. Bilamanakan seseorang paling peduli dengan dosa-dosanya? Ketika mereka melihat standar kekudusan dan kebenaran Tuhan. Tidak ada hal apapun yang dapat menuduh kita seperti standar yang sempurna dari Tuhan. Karena itu ketika kita melihat Tuhan dengan lebih jelas, kita juga melihat dosa-dosa kita dengan lebih jelas, lalu kita dapat menyelesaikan dosa-dosa kita dan memperlengkapi diri kita untuk pelayanan.

“Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati.” (Why 1:17)

9.    Gereja adalah tubuh Kristus dan Tuhan menjumpai kita dimana hadirat-nya dimanifestasikan di altar-nya.
Yesaya berada di Bait Suci ketika ia melihat Tuhan di tempat yang tinggi dan ditinggikan. Tuhan dapat mengungkapkan diri-nya kepada hamba-hamba-Nya di banyak tempat, seperti di Pulau Patmos, di bawah pohon tarbantin, di puncak gunung Sinai, atau di atas sebuah bukit di Yehuda ketika Tuhan menjumpai Abraham. Tetapi Tuhan telah mengkhususkan tempat-tempat tertentu dimana ia biasanya mengungkapkan diri-Nya. Dan tempat itu adalah mezbah-Nya atau Bait Suci dalam Perjanjian Lama, dan Gereja-Nya di dalam perjanjian baru, Beberapa orang datang di gereja tetapi tidak berjumpa dengan Dia, karena mungkin mereka telah salah mencari Dia, atau mata mereka dibutakan. Namun gereja masih menjadi tempat yang paling baik untuk menemukan Tuhan ketika kita mencari Dia dengan benar, yaitu ketika kita mencari Dia dengan segenap hati kita.

“Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup.” (Mzm 84:2)

10.    Kita harus setia melaksanakan tugas-tugas kita terlepas dari apakah kita akan sukses atau tidak.
Tuhan memberitahukan kepada Yesaya bahwa ia akan gagal, yaitu orang-orang tidak akan mengerti pesannya dan tidak akan menaggapi. Tetapi ketakutan akan kegagalan tidak menghambat Yesaya untuk menjalankan tugasnya. Kesetiaannya tidak tergantung pada kesuksesan pelayanannya, tetapi pada visi dari Tuhan.

“Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: “Apakah yang kaubuat?” atau yang telah dibuatnya: “Engkau tidak punya tangan!” (Yes 45:9)

PELAJARAN
1.    Aku dapat memperoleh suatu impian baru tentang pelayanan karena berjumpa dengan Tuhan
2.    Aku memperoleh visi yang baru dari Tuhan ketika berjumpa dengan Dia
3.    Aku harus menyembah kekudusan Tuhan ketika berjumpa dengan Dia
4.    Aku memperoleh arah untuk hidupku ketika berjumpa dengan  Tuhan
5.    Aku mengerti dosa-dosaku ketika berjumpa dengan Dia
6.    Aku harus menyelesaikan dosa-dosaku sebelum Tuhan memberikan tugas pelayanan
7.    Aku tidak akan mengerti semua hal yang diminta oleh Tuhan untuk aku lakukan
8.    Aku memperoleh isi dari kotbah yang akan aku sampaikan ketika berjumpa dengan Tuhan
9.    Aku siap untuk menghadapi kegagalan dengan mendengar Tuhan
10.    Aku dapat berjumpa dengan Tuhan di Rumah Penyembahan.

Sumber:  ENCOUNTERING GOD FOR SPIRITUAL BREAKTHROUGH, oleh Elmer L Towns
Alih Bahasa: Inawaty Suwardi, Rajawali Family Ministry

Artikel oleh: March 25, 2012   Kategori : Umum  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda