Berjumpa dengan Tuhan – Gideon: Seorang Pemimpin yang Enggan

Pertemuan : Dalam Keadaan Citra Diri Yang Lemah
Tempat: Dibawah Pohon Tarbantin
Bacaan Alkitab: Hakim-Hakim 6:11-24

Anak Muda yang lemah itu merangkak dengan tangan dan kakinya – ia tidak banyak berdoa – tetapi ia membungkuk di atas sebuah tumpukan gandum, mengirik untuk memisahkan butir-butir gandum dari kulitnya. Ia mendekam di tempat pemerasan anggur di dasar sebuah jurang dibawah pohon tarbantin yang besar.

Ia menengok ke atas dengan gugup, seperti seseorang yang sedang menghadapi bahaya. Ia melihat dengan takut ke arah satu semak ke semak lain; dan jika ia merasa yakin tidak ada seorangpun yang sedang mengintainya, ia kembali bekerja.

Ia menggilingkan sebuah batu yang bundar di atas bulir-bulir gandum untuk melepaskan kulit sekam dari bulirnya. Ia mengulangi proses itu dua hingga tiga kali untuk memastikan bahwa kulit sekam tidak lagi melekat pada bulir gandum. Lalu ia mengambil segenggam gandum yang sudah digiling,

“Whooossssh …….” Ia meniupnya dan sebuah kepulan dari debu gandum berterbangan di dalam lubang dimana ia bersembunyi. Bersama debu gandum itu terbang juga serpihan tangkai, daun dan sekam.

“Ini …..” ia berseru dengan lantang, tetapi tidak ada seorangpun di situ yang mendengarnya. “Ini segenggam penuh gandum lainnya,” ia berkata sambil menuangkan bulir gandum itu ke dalam karung yang setengah penuh.

Gideon bersembunyi di dalam sebuah jurang di lembah yang kecil yang dinaungi oleh pohon tarbantin Ofra yang terkenal. Tidak ada seorangpun yang dapat melihat dia di dalam jurang itu. Karena ia takut, ia sedang bersembunyi di antara pepohonan. Ia takut kepada musuh.

Saat itu adalah musim panen di Israel dan setiap tahun gerombolan penyamun bangsa Midian – para penjarah dari gurun menyerbu ke Tanah Perjanjian, mencuri hasil panen tepat ketika dipanen. Siapapun yang menolaknya dibunuh. Para keluarga bergegas menyelamatkan ternaknya pada waktu orang-orang Midian dilaporkan datang ke daerah mereka.

Para pengintai di tempatkan di puncak-puncak bukit pada setiap musim Gugur untuk memberitahukan kepada para petani jika orang-orang Midian datang. Para petani bersiap. Ketika se kelompok penyamun tampak, ada seruan ke seluruh wilayah. Pertama tanduk kambing di tiup ke atas pegunungan, lalu suatu seruan menggema dari satu petani ke petani lainnya,

“Orang-orang Midian datang ……!”

Para keluarga mengambil apa saja yang dapat mereka bawa, berlari untuk bersembunyi di batu-batu ……….. atau di hutan ………. Beberapa keluarga bahkan pergi ke gunung, tidak kembali lagi sampai panen musim gugur berlalu.

Gideon melihat tumpukan gandumnya yang besar yang harus digiling dan ditampi. Musim Gugur kali ini merupakan panen yang berlimpah. Ia bersyukur atas kelimpahan dari Tuhan. Tetapi karung itu baru terisi beberapa genggam gandum, ia masih memiliki banyak pekerjaan untuk diselesaikan. Pekerjaan itu mungkin baru akan selesai setelah musin dingin.

Gideon bangkit dari tangan dan lututnya, ia perlu merentangkan punggungnya yang sakit. Sambil menutup matanya ia membayangkan masa lalu ketika ia masih kanak-kanak. Ia ingat bagaimana keluarganya bekerja sama untuk menampi gandum.

“Kami pergi ke atas bukit yang paling tinggi di ladang kami,” Gideon terkenang akan hari-hari pada masa mudanya. Ia memukuli gandum dengan tongkat untuk memisahkan bulir dari kulitnya. Keluarganya bekerja sampai senja ketika angin bertiup sepoi-sepoi di bukit itu. Angin sangat diperlukan untuk menampi gandum. Ayahnya mengambil sebuah sekop untuk melemparkan bulir-bulir gandum yang sudah digiling ke udara, angin menerbangkan sekamnya. Bulir-bulir gandum jatuh ke atas sebuah selimut. Lalu saudara perempuannya akan menyapu bulir-bulir gandum yang tercecer ke dalam karung. Hanya diperlukan tiga hari untuk menampi gandum untuk membuat roti yang mereka makan sepanjang tahun.

Tetapi sekarang Gideon sedang bersembunyi di sebuah tempat yang rendah dan dingin dimana mereka biasanya memeras minyak zaitun dan anggur. Ia hanya dapat menampi gandum segenggam demi segenggam. Ia menggilingkan sebauh batu bundar di atas gandum untuk memisahkan bulir dari kulitnya …….. segenggam sekali. Ia akan meniup sekamnya ……. segenggam sekali. Ia akan menuangkan bulir gandumnya ke dalam karung …………. segenggam sekali.

Jika Gideon berada di atas bukit, orang-orang Midian akan melihat dia. Ia sedang bersembunyi karena takut.

Gideon kembali melompat ke dalam jurang untuk bekerja, merangkak di sekitar tempat pemerasan anggur di atas tangan dan lututnya. Setiap hembusan nafasnya menghasilkan segenggam kecil gandum. Setiap hembusan nafasnya menghasilkan tepung yang hanya cukup untuk membuat roti untuk satu orang di dalam keluarga setiap harinya. Ia tahu diperlukan sepanjang musim dingin untuk menampi gandum. Lalu tiba-tiba pikiran Gideon terinterupsi.

“Syalom …………” sebuah suara memanggil dia. Di atas sebuah batu beberapa langkah jauhnya duduk seorang asing yang tidak tampak seperti orang Yahudi, juga bukan seorang Midian; orang asing itu berbeda.

Gideon tersentak, lalu meloncat. Ia merasa takut, tetapi tidak memiliki senjata. Ia tidak yakin apakah ia dapat menggunakan senjata meskipun tersedia. Karena ketakutan ia panik, tidak dapat lagi berpikir logis. Sistem berpikirnya tertutup dalam keadaan takut.

“Syalom ………” orang asing itu berbicara lagi. “Engkau adalah pahlawan Tuhan …………. Engkau berani.” Gideon berpikir bahwa salam itu menggelikan. Orang asing itu memberikan pujian karena keberaniannya sedangkan ia takut kepada setiap orang, bahkan kepada orang yang sedang berbicara kepadanya,

“Orang asing ini tidak mengerti bahwa orang-orang Midian menyerbu negeri kami setiap musim gugur,” pikir Gideon, “Orang ini pastilah berasal dari negeri asing.” Lalu Gideon menanggapi salam yang menggelikan itu.

“Jika aku seorang pahlawan Tuhan ………..” Gideon masih muda, karena itu ia ingin bersikap menghormati, “Jika aku mempunyai keberanian, mengapa aku bersembunyi dari orang-orang Midian di dalam jurang ini? Mengapa aku merendahkan diri di atas tangan dan lututku demi untuk beberapa bulir gandum?”

Orang asing itu bukanlah prajurit dari Midian, ia juga bukan berasal dari negara lain. Orang asing itu membawa pesan untuk Gideon dari Tuhan. Orang asing itu menjelaskan,

“Tuhan besertamu …………..” lalu ia menunggu untuk melihat tanggapan Gideon. “Engkau akan menjadi berani karena Tuhan akan besertamu.”

Orang asing itu menjelaskan kepada Gideon bahwa ia bukanlah seorang yang kuat di dalam dirinya sendiri, tetapi ia akan menjadi kuat di dalam Tuhan. Meskipun ia sedang bersembunyi di bawah sebuah pohon tarbantin, Tuhan akan membuatnya berani. Tetapi Gideon tidak merasa yakin, ia menjawab,

“Jika Tuhan besertaku …….” Gideon yang ketakutan memotong perkataannya,” Jika Tuhan menyertai kami manakah mujizat-mujizat yang dapat diperbuat-Nya? Gideon melihat banyak keluarga dibunuh …………. Dimanakah Tuhan? Gideon mendengar orang-orang tua di desa dipukuli ………… dimanakah Tuhan? Gideon melihat hasil panen ayahnya dicuri ………. Tuhan belum menjawab doanya. Dimanakah Tuhan?

“Jika Tuhan menyertai umat-Nya ………. ” Gideon bertanya, “mengapakah Ia tidak membuat mujizat-mujizat bagi kami seperti Ia membawa Israel keluar dari Mesir?”

Gideon yang sedang depresi tidak sedang berlaku tidak sopan, ia juga tidak memiliki kepahitan. Tetapi sukar untuk percaya bahwa air itu panas jika Sdr tidak melihat uapnya keluar dari dalam ceret. Gideon percaya pada Tuhan dan ia ingin agar Tuhan melindungi Israel, tetapi penderitaan orang-orang Israel melemahkan Gideon yang muda.

“Tuhan sudah meninggalkan kami ………” Gideon mengeluh. “Tuhan sudah menyerahkan kami ke dalam tangan orang-orang Midian – kami tidak dapat berbuat apa-apa mengenai penderitaan kami – Tuhan sedang menghukum kami.”

Orang asing itu masih duduk di atas batu besar yang puncaknya bundar ketika ia berbicara dengan Gideon. Orang asing itu menjelaskan kepada Gideon bahwa Tuhan sudah mendengar doa-doa dari keluarga-keluarga dari bangsa ini.

Tuhan tahu bahwa Israel menyesal atas dosa-dosa mereka. Tuhan mendengar Israel berseru untuk mendapatkan pembebasan. Lalu orang asing itu memberitahukan kepada Gideon,

“Tuhan akan memakai engkau untuk membebaskan Israel dari orang-orang Midian.” Orang asing itu menjelaskan, “Engkau akan menjadi berani di dalam kekuatan Tuhan ….. engkau akan berperang di dalam kekuatan Tuhan ……… engkau akan mengusir orang-orang Midian dengan kekuatan Tuhan.”

“BUKAN AKU …..…!” Gideon berseru tanpa berpikir. Ia mengatakan hal pertama yang terlintas di dalam pikirannya. “Aku tidak dapat membebaskan Israel dari orang-orang Midian …………. Mereka terlalu kuat …………. Terlalu banyak.”

Gagasan tentang Gideon yang memimpin pasukan ke dalam pertempuran adalah di luar imajinasi Gideon muda. Ia bukanlah seorang jenderal yang kuat seperti Yosua, juga bukan seorang prajurit yang hebat seperti Kaleb. Gideon bingung dengan pemikiran bahwa ia akan menjadi seorang pemimpin. Ia memiliki citra diri yang rendah, bahkan ia memiliki citra diri yang negatif. Dengan kurang percaya diri ia berkata,

“Aku adalah anak yang paling muda dalam keluarga ayahku …………….. ayahku adalah yang paling miskin dalam kaum Abiezer ……………. Kaum Abiezer adalah yang paling kecil di dalam suku Manasye, ………… dan suku Manasye adalah yang paling lemah di antara 12 suku Israel.”

Gideon merasa yakin bahwa ia berada dalam kelas sosial yang paling rendah di seluruh Israel. Apakah benar demikian, bukanlah masalahnya. Persoalannya adalah citra diri Gideon yang memprihatinkan. Orang asing itu mendengarkan alasan-alasan Gideon, sekarang saatnya untuk membangun rasa percaya diri anak muda ini.

“Aku akan menyertaimu,” orang asing itu memberi kepastian kepada Gideon, “dan dengan kuasa-Ku, engkau akan mengalahkan orang-orang Midian.”

Gideon tahu apa yang didengarnya, tetapi ia tidak yakin bahwa ia percaya pada apa yang didengarnya. Gideon sudah bertanya mengapa Tuhan tidak menyertai Israel untuk mengalahkan orang-orang Midian. Sekarang orang asing itu meng-klaim bahwa Ia akan bersama Gideon mengalahkan mereka. Gideon berpikir,

“Apakah orang asing ini mengklaim dirinya sebagai Tuhan?”

Gideon tidak mengucapkan pertanyaan ini dengan keras, ia bahkan takut untuk mendengar pikirannya yang dinyatakan dengan perkataan. Gideon tidak tahu apa yang harus dipercaya. Ia terus menerus bertanya, “Apakah orang asing ini berasal dari Tuhan?” Ia hampir ingin bertanya kepada orang asing itu, apakah ia seorang malaikat, mungkin Malaikat dari Tuhan. Maka Gideon memutuskan akan menguji orang asing ini, Gideon ingin mendapat beberapa bukti dari orang asing ini, orang-orang yang ketakutan selalu ingin mendapat kepastian. Gideon bertanya,

“Jika aku mendapat kasih karunia di mata-Mu, perlihatkanlah kepadaku sebuah mujizat,” Gideon muda meminta, “untuk membuktikan kepadaku bahwa Engkau akan memakai aku untuk menghancurkan orang-orang Midian.” Gideon malu atas pertanyaannya yang lugu.

Lalu Gideon ingat bahwa keluarganya selalu membawa pengorbanan ketika mereka pergi ke Silo untuk menyembah Tuhan di Kemah Suci. Satu-satunya cara masuk ke dalam hadirat Tuhan adalah dengan membawa persembahan kepada Tuhan. Gideon berpikir bahwa jika orang asing itu adalah Tuhan, ia harus membawa persembahan darah kepada-Nya, sama seperti ayahnya membawa seekor domba kepada imam sebagai persembahan penebus dosa. Maka Gideon membuat sebuah rencana di dalam pikiran mudanya, Gideon merencanakan untuk mempersembahkan korban kepada-Nya. Gideon tidak yakin apakah orang ini adalah Tuhan atau setidaknya berasal dari Tuhan. Tetapi pada saat yang sama, ia tidak merasa yakin bahwa orang asing ini bukan berasal dari Tuhan. Gideon mengusulkan,

“Maukah engkau menunggu sementara aku membereskan rumah dan mempersiapkan persembahan kepada-Mu?”

Orang asing itu menjawab, “Aku akan menunggumu di sini.”

Gideon segera beraksi. Ia dengan cepat naik ke atas dari dasar jurang dan lari menuju rumah keluarganya, Ketika ia lari menyeberangi ladang gandum, ia memutuskan untuk tidak memberitahukan tentang orang asing ini kepada orangtuanya. Ia tidak yakin apakah orang tuanya akan percaya kepadanya. Mereka mungkin menertawakannya.

“Aku tidak akan memberitahukan kepada siapapun.”

Gideon lari ke arah kandang domba. Ia tahu benar mengenai persyaratan seekor domba Paskah, domba itu harus dibunuh. Ia telah sering melihat seekor domba muda dikorbankan kepada Tuhan. Tidak ada orang di situ, Gideon memilih seekor domba kecil, sempurna dan tidak bercacat-cela. Ia mengorbankannya dengan cara yang sama seperti orang lain yang ia lihat melakukannya. Dengan hati-hati Gideon menempatkan potongan-potongan daging dari domba yang disembelih ke dalam keranjang. Ia berencana untuk membawa domba itu kembali ke tempat pemerasan anggur dengan tersembunyi di dalam keranjang, dengan cara itu tidak ada seorangpun yang tahu apa yang sedang dilakukannya.

Lalu Gideon teringat akan persembahan lainnya yang dibawa oleh ayahnya kepada Tuhan. Pada pesta Paskah tahunan, roti tidak beragi dibawa kepada Tuhan. Roti tidak beragi, karena ragi adalah suatu tanda dosa. Ketika ayahnya membawa persembahan pendamaian kepada Tuhan, ia selalu mempersembahkan roti tidak beragi kepada Tuhan.

“Aku akan membawa roti tidak beragi …………..” pikir Gideon. Sementara Gideon merasa tidak terlalu yakin bahwa orang asing ini adalah Tuhan, ia tetap berpikir bahwa ia bisa saja datang dari Tuhan. “Aku akan membawa banyak roti ………” Gideon membuat pembenaran bahwa jika orang asing itu adalah Tuhan, ia ingin mendapatkan sisi “berkat” dari Tuhan.

Gideon tidak hanya mengambil segenggam penuh tepung dari karung, tetapi ia mengambil satu periuk penuh tepung dari karung di dalam lumbung keluarga. Ia ingin memiliki tepung yang cukup banyak untuk membuat persembahan yang besar bagi Tuhan.

Gideon menyelinap ke luar dari rumahnya, ia tidak mau seorangpun bertanya kepadanya apa yang ada di dalam keranjang. Tetapi jika seseorang bertanya akan kemanakah ia, mungkin masalahnya akan lebih parah. Gideon bersembunyi di belakang sebuah dinding batu tua setelah ia meninggalkan rumahnya, lalu lari menuruni jurang, ia masuk ke dalam hutan. Gideon menuju ke arah pohon tarbantin Ofra di mana tempat pemerasan anggur berada.

Gideon akan berjumpa dengan Tuhan,

Ketika Gideon kembali ke pohon tarbantin, ia bertanya-tanya apakah orang asing itu masih ada di sana. Apakah Ia mau menunggu seseorang yang tidak penting, seorang anak yang paling muda dari keluarga yang paling miskin di daerah tersebut? Gideon masih ragu-ragu apakah orang asing itu berasal dari Tuhan, atau apakah Ia adalah seorang malaikat dari Tuhan. Apa yang akan ia katakan kepada orang asing itu dan apa yang akan dilakukan oleh orang asing itu? Ia akan mengetahuinya sebentar lagi.

Ketika Gideon kembali, orang asing itu masih sedang duduk di atas batu, sebuah batu besar yang puncaknya bundar, tingginya hampir mencapai dahan yang paling rendah dari pohon tarbantin.

Gideon menundukkan kepalanya dan membungkukkan bahunya, itulah cara penghormatan yang diberikan kepada seorang raja. Dengan memegang persembahannya dengan tangan terentang, Gideon perlahan-lahan menghampiri batu dan orang asing itu. Ia tidak melihat orang asing itu, ia juga tidak berusaha menatap matanya. Tidak ada seorangpun yang akan melihat langsung ke dalam pandangan Raja mereka, perbuatan itu tidak menghormati.

Gideon menempatkan keranjang dan periuknya di bawah batu besar, dan dalam gerakan yang sama, ia mengangguk kepada orang asing itu untuk memberitahukan bahwa persembahan itu adalah untuk-Nya. Gideon mempersembahkan persembahannya dengan hati-hati seperti ayahnya yang ia lihat mempersembahkan korban kepada Tuhan. Ia ingin melakukan segala sesuatunya dengan benar.

Orang asing itu turun dari batu, lalu menganggukkan kepala-Nya sebagai tanda persetujuan – persetujuan kepada Gideon dan kepada persembahannya. Orang asing itu lalu bergerak ke puncak batu, menyuruh Gideon,

“Ambillah domba muda itu ……………” lalu menunjuk ke periuk, “dan bawalah roti tidak beragi ………… sebarkan ke atas puncak batu besar yang licin ini.

Gideon patuh. Ia sudah melihat ayahnya menyebarkan potongan-potongan domba di atas mezbah untuk dikorbankan kepada Tuhan. Gideon mengikuti pola yang sama. Ia menebarkan potongan-potongan daging di atas batu, mengatur potongan-potongan itu seperti yang ia lihat dilakukan oleh ayahnya ……… kakeknya ………. dan orang-orang lain di desanya. Selanjutnya, Gideon menebarkan roti tidak beragi di atas batu, sama seperti ia lihat ayahnya membuat Persembahan Pendamaian kepada Tuhan.

Gideon selalu merasa ragu-ragu karena ia selalu memikirkan semuanya. Ia menyadari bahwa ada sesuatu yang kurang. Ia telah melihat ayahnya meletakkan potongan-potongan daging dan roti tidak beragi di atas kayu di atas mezbah. Disana selalu ada kayu untuk membakar persembahan korban. Gideon tahu bahwa kayu dibutuhkan untuk suatu persembahan karena sebagai seorang anak, ayahnya telah menyuruhnya mengumpulkan kayu untuk persembahan kepada Tuhan. Tetapi disana tidak ada kayu di atas batu besar. Gideon kuatir. Ia tidak melihat kumpulan kayu, ia bertanya-tanya, “Jika persembahan ini adalah untuk Tuhan, dimanakah kayunya?”

Gideon mundur setelah ia mengatur semuanya dengan rapi, memang sudah menjadi sifatnya meletakkan segala sesuatu pada tempatnya yang benar. Lalu orang asing itu melangkah menuju batu, berhenti sebentar, lalu merentangkan tongkatnya ke arah batu. Ketika tongkat itu direntangkan ke arah batu, Gideon mengira bahwa tongkat itu akan menyentuh batu, tetapi tidak. Tongkat itu menyentuh daging dan roti tidak beragi.

“Ia menerimanya ….” Gideon saat itu berpikir. Lalu sebelum ia dapat berpikir yang lain, mujizat yang diminta oleh Gideon terjadi. Tepat di depan mata Gideon, batu iu menyala, membakar daging dan roti tidak beragi.

“Sebuah mujizat!” pikir Gideon. Ia bukanlah seseorang yang biasa berseru atau berteriak. Ia bukan seseorang yang emosional, tetapi segala sesuatu dilaksanakan secara analitikal. Gideon melihat api yang membakar daging. Ia melihat apinya, ia merasakan panasnya, ia mendengar bunyi desis daging terbakar, dan ia bahkan dapat mencium aromanya yang manis. Gideon tahu bahwa itu adalah sebuah mujizat dari Tuhan.

Sebagai seorang pemikir – bukan pelaksana – Gideon berpikir apakah ari sebuah mujizat? Ia ingat orang asing itu menyuruhnya untuk memimpin Israel mengalahkan orang-orang Midian. Apakah ia akan menjadi seorang prajurit?

Gideon juga bertanya-tanya siapakah orang asing ini? Apakah Ia seorang pembuat mujizat seperti Musa? Apakah Ia seorang malaikat dari Tuhan? Mungkinkah Ia adalah suatu bentuk penjelmaan Tuhan?

“Siapakah orang asing ini?”

Lalu tanpa peringatan, tepat dalam penglihatannya, Gideon mendapatkan jawaban. Orang asing itu tidak memberitahukan kepadanya apa yang akan Ia lakukan, orang asing itu juga tidak mengatakan apa-apa lagi kepada Gideon. Hal berikutnya yang dilakukan oleh orang asing itu adalah mengirimkan sebuah pesan kepada Gideon. Orang asing itu menghilang ke surga di dalam asap persembahan.

“O TUHAN ….. ” Gideon berteriak dengan suara nyaring. Untuk pertama kalinya, ia menyatakan perasaannya dengan emosi.

“O Tuhan …… setidaknya aku tahu siapa Engkau!”

Gideon tahu ia sudah melihat Tuhan berhadapan wajah, jika bukan Tuhan, setidaknya Gideon telah melihat Malaikat Tuhan. Para ahli Yahudi tidak tahu siapakah Malaikat Tuhan, tetapi mereka tahu ketika seseorang melihat-Nya, sama seperti melihat Tuhan. Para ahli mengetahui Malaikat Tuhan sudah mengklaim sebagai Tuhan.

Gideon sudah melihat seseorang yang adalah Malaikat Tuhan, orang ini menyebut diri-Nya sebagai Tuhan. Orang ini tiba-tiba menghilang di dalam asap api yang diciptakannya secara ajaib. Dibawah pohon tarbantin, Gideon mengangkat kepalan tangannya ke surga dan dengan gemetar karena takut ia berseru ke surga,

“Aku sduah melihat Tuhan berhadapan wajah, aku akan mati.”

Gideon adalah orang yang pesimis, Gideon memperkirakan hal yang terburuk dari Tuhan, bukan yang baik. Ia mengira akan dihukum oleh Tuhan, bukan diberkati oleh-Nya.

Asap terakhir mengalir diantara cabang-cabang pohon tarbantin, beberapa buah bara panas sudah mulai padam. Gideon berdiri dalam refleksi sebuah mujizat dan gemetar dengan takut. Lalu ia mendengar Tuhan berbicara dari surga,

“Gideon ……… engkau tidak akan mati.” Tuhan berbicara kepada Gideon tanpa menampakkan diri lagi kepadanya. Tuhan berkata kepada Gideon, “Damai ……. Aku sudah membuat perdamaian dengan engkau karena korban persembahan ini.”

SETELAH PERJUMPAAN

Gideon dipakai oleh Tuhan untuk mengusir bangsa Midian keluar dari Israel, tetapi sebelum melakukannya, Gideon selalu ragu-ragu dan kurang percaya pada Firman Tuhan. Ia tidak akan menghancurkan tiang berhala dekat mezbah Baal pada siang hari; ia melakukannya pada malam hari ketika tidak ada orang yang melihatnya. Ia meminta konfirmasi lagi kepada Tuhan dengan menggantungkan selembar bulu domba dan meminta Tuhan menjadikannya basah dalam semalam sebagai tanda. Ketika Tuhan melakukannya, Gideon meminta tanda yang sebaliknya bahwa bulu domba itu akan tetap kering sampai pagi meskipun tanah disekelilingnya basah oleh embun. Ia tidak pernah yakin akan rencana Tuhan, tetapi pada akhirnya ia mematuhinya. Tiga ratus orang membawa tempat air, sangkakala dan obor untuk membuat musuh bingung sehingga mereka menyembelih diri mereka sendiri. Gideon adalah pemimpin yang dipakai Tuhan untuk mengusir musuh dari tanah airnya.

10 PELAJARAN DARI PERJUMPAAN GIDEON DENGAN TUHAN

Tekanan dari keadaan atau oleh musuh adalah hukuman Tuhan atas pemberontakan umat-Nya.

Tuhan selalu ingin memberikan hal-hal yang terbaik bagi anak-anak-Nya, tetapi sering kali mereka menolak untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip-Nya yang akan menghasilkan berkat. Ketika mereka memeberontak, Tuhan mengijinkan mereka menderita sebagai konsekuensi dari dosa-dosa mereka. Dosa adalah akar masalah yang akan menimbulkan masalah bagi umat Allah.

7 Dan bangsa itu beribadah kepada TUHAN sepanjang zaman Yosua dan sepanjang zaman para tua-tua yang hidup lebih lama dari pada Yosua, dan yang telah melihat segenap perbuatan yang besar, yang dilakukan TUHAN bagi orang Israel. 10 Setelah seluruh angkatan itu dikumpulkan kepada nenek moyangnya, bangkitlah sesudah mereka itu angkatan yang lain, yang tidak mengenal TUHAN ataupun perbuatan yang dilakukan-Nya bagi orang Israel. 11 Lalu orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN dan mereka beribadah kepada para Baal. 14 Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap orang Israel. Ia menyerahkan mereka ke dalam tangan perampok dan menjual mereka kepada musuh di sekeliling mereka, sehingga mereka tidak sanggup lagi menghadapi musuh mereka. (HAK 2:7,10,11,14)

Ketika umat Allah berseru untuk mendapat pembebasan, Tuhan memanggil seseorang untuk membebaskan mereka.

Tuhan mengirimkan bangsa Midian untuk menghukum bangsa Israel karena dosa-dosa mereka. “Tetapi orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN; sebab itu TUHAN menyerahkan mereka ke dalam tangan orang Midian, tujuh tahun lamanya” (HAK 6:1). Tuhan mengujinkan bangsa-Nya menderita sebagai konsekuensi dari pemberontakan mereka sampai mereka berseru meminta pemulihan. “7) Ketika orang Israel berseru kepada TUHAN karena orang Midian itu,” (HAK 6:7). Pembebasan Tuhan datang melalui hamba-Nya, Ia harus menemukan seorang yang setia, menjumpai dia untuk memberi tugas tersebut dan mengutus mereka untuk melakukannya.

16 Maka TUHAN membangkitkan hakim-hakim, yang menyelamatkan mereka dari tangan perampok itu. (HAK 2:16)

Tuhan biasanya menjumpai mereka yang setia bekerja, meskipun tugas mereka tampaknya kecil dan hasilnya tampakknya hanya memberikan sedikit kontribusi.

Gideon adalah seorang pengecut, bersembunyi di antara pepohonan untuk menampi gandum. Meskipun tugas Gideon tampaknya tidak berarti, namun setidaknya ia berusaha untuk melakukan sesuatu dan ia melakukannya dengan setia. Tuhan melihat sebuah semangat yang kecil dalam diri Gideon dan memakainya untuk mendapat kemenangan yang besar.

26 Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. 27 Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, (1 Kor 1:26,27)

Tuhan menjumpai orang pada tingkat ketidakpercayaannya atau pada saat memiliki citra diri yang negatif.

Gideon memiliki citra diri yang buruk dan memiliki masalah untuk percaya kepada Tuhan. Ia bukanlah seorang pemimpin yang pemberani, dan ia juga tidak memimpin dari kegagahannya. Tuhan mengatasi masalah emosi Gideon ketika Ia menjumpainya untuk mempersiapkan Gideon masuk ke dalam pelayanan.

19 Kemudian murid-murid Yesus datang dan ketika mereka sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: ”Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?” 20 Ia berkata kepada mereka: ”Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, — maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu. (Mat 17:19,20)

Tuhan menjumpai orang pada titik kebutuhan mereka untuk membantu mereka melaksanakan tugasnya.

Gideon dipenuhi dengan perasaan ragu-ragu dan kelemahan. Meskipun demikian ketika Tuhan berjumpa dengan Gideon, Ia pertama-tama memanggil Gideon “Ya, pahlawan yang gagah berani”, mungkin untuk membangun rasa percaya diri Gideon. Lalu Tuhan memberikan kepadanya suatu perintah, “Bukankah Aku mengutus engkau!” Akhirnya, tuhan berjani, “Aku akan menyertaimu.” Kita dapat belajar dari ilustrasi ini bahwa Tuhan akan meregangkan kita kepada suatu tugas yang lebih besar daripada apa yang dapat kita lakukan, lalu Ia akan bersama kita untuk menyelesaikannya.

24 Segera ayah anak itu berteriak: ”Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!” (Mark 9:24)

Tuhan dengan sabar menunggu beberapa orang karena Ia mengerti kelemahan-kelemahan mereka.

Ketika Gideon ingin memberikan sebuah persembahan kepada Tuhan, ia meninggalkan Tuhan dan lari untuk mempersiapkan suatu korban persembahan. Tuhan menunggu dengan sabar sementara Gideon membawa persembahan dan mempersembahkannya kepada-Nya. Pada kejadian lain, Tuhan membuat penerimanya menunggu, seperti Paulus yang berdoa dan berpuasa selama tiga hari. Juga, Tuhan menyucikan Yesaya dengan bara api dari mezbah, tetapi pada kejadian ini, Tuhan menunggu Gideon.

3 Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam. (MZM 8:3)

Tuhan mungkin menjumpai seseorang untuk masuk dalam pelayanan di dalam suatu krisis, tetapi hubungan seumur hidup dengan Tuhan didasrakan pada pengorbanan darah.

Gideon tahu bahwa pengorbanan darah diperlukan untuk menghampiri Tuhan. Alkitab memberitahukan kepada kita tidak ada dosa ataupu pemberontakan dalam hidup Gideon meskipun Alkitab mengungkapkan ketidakpercayaannya dan sikap pendiamnya untuk taat kepada Tuhan. Tetapi kita dapat mengasumsikan bahwa Gideon tahu ia tidak layak untuk menghampiri Tuhan tanpa penebusan dosa. Maka ia lari untuk mempersiapkan suatu korban persembahan, yang diterima oleh Tuhan.

7 Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa. (1 Yoh 1:7)

Meskipun Tuhan tidak dapat merubah sifat-Nya, Ia dapat menggunakan berbagai cara untuk menjumpai umat-Nya sesuai dengan kebutuhan-Nya.

Hamba yang keras kepala mungkin perlu dihancurkan dan hamba yang lemah mungkin perlu didorong. Tetapi Gideon adalah seorang yang pemalu dengan penerimaan diri yang lemah. Ketidakpercayaannya mungkin datang datang dari citra dirinya serta keadaannya yang buruk. Tuhan tidak menghancurkan Gideon, tetapi dengan lembut beracara dengan dia untuk memberikan dorongan. Ketika Gideon meminta suatu mujizat, Tuhan menanggapinya setelah persembahan korban sembelihan dipersembahkan kepada-Nya.

(3) Besarlah TUHAN dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga. (18) TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan. (19) Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan menyelamatkan mereka. (MZM 145:3,18,19)

Apa yang diperoleh seseorang dari suatu perjumpaan dengan Tuhan, menjadi karakteristik ingatan mereka dari pengalaman tersebut.

Gideon berpikir bahwa ia akan mati karena berjumpa dengan Tuhan. Tuhan memberitahukan kepadanya, “Engkau tidak akan mati.” Dalam jawaban tersebut Gideon belajar bahwa ia sudah membuat pendamaian dengan Tuhan. Dalam terminologi masa kini, orang berkata, “Mereka telah berdamai dengan jiwanya sendiri,” yang artinya adalah suatu ekspresi dari keselamatan. Gideon membangun sebuah mezbah permanen pada tempat itu yang diberi nama “Tuhan itu keselamatan” (“Jehovah-shalom”, yang artinya “Damai sejahtera dari Tuhan”). Gideon ingat membuat perdamaian dengan Tuhan pada tempat ini ketika ia berjumpa dengan Tuhan.

24 Lalu Gideon mendirikan mezbah di sana bagi TUHAN dan menamainya: TUHAN itu keselamatan. Mezbah itu masih ada sampai sekarang di Ofra, kota orang Abiezer. (HAK 6:24)

Kadang-kadang tempat kita berjumpa dengan Tuhan menjadi tempat yang dihormati dan diingat.

Gideon menyebut tempat itu “Tarbantin dari Ofra” dan mezbahnya disebut “Yehovah- Shalom”. Lalu penulis Alkitab menambahkan pada HAK 6:24 “Mezbah itu masih ada sampai sekarang di Ofra, kota orang Abiezer.”

Beberapa orang membangun kapel atau gereja di tempat-tempat dimana mereka berjumpa dengan Tuhan. Sebagian orang lainnya ingat akan sebuah mezbah dalam acara retreat atau tempat di sebuah gereja dimana mereka berlutut untuk menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Beberapa orang kembali ke tempatnya di kamar tidur dimana mereka berlutut untuk bertemu Tuhan.

Beberapa orang suka untuk kembali ke tempat tertentu untuk memperbaharui sumpahnya kepada Tuhan. Apakah kita akan kembali kepada ingatan kita atau kembali ke lokasi fisik, hal yang penting untuk diingat adalah bahwa sebenarnya pada suatu waktu disanalah kita berjumpa dengan Tuhan. Lalu ingatlah lagi, terlepas dari apakah kita akan mengunjunginya lagi, atau tidak; kita dapat berjumpa lagi dengan Tuhan ……. Kapan saja ……… dimana saja …………… pada hari apa saja.

5 Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai kediaman-Nya untuk menegakkan nama-Nya di sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu pergi.

(UL 12:5)

PELAJARAN

  • Aku pada akhirnya akan mencari Tuhan ketika merasa tertekan
  • Aku dapat dibebaskan dari ketakutan melalui perjumpaan dengan Tuhan
  • Aku akan dijumpai oleh Tuhan jika aku setia
  • Aku tidak perlu mengatasi semua ketidakpercayaanku untuk berjumpa dengan Tuhan
  • Aku akan mengatasi ketidakpercayaanku dalam sebuah perjumpaan
  • Aku akan berjumpa dengan Tuhan yang setia menunggu karena ia mengerti kelemahanku.
  • Aku harus mendasarkan hubunganku dengan Tuhan pada penyucian dosa
  • Aku akan berjumpa dengan Tuhan dengan cara yang berbeda dari orang lain
  • Aku secara permanen akan dipengaruhi oleh perjumpaan dengan Tuhan
  • Aku ingat tempat di mana Tuhan menjumpai aku

 

Sumber: ENCOUNTERING GOD FOR SPIRITUAL BREAKTHROUGH, oleh Elmer L Towns

Alih Bahasa: Inawaty Suwardi, Rajawali Family Ministry

Artikel oleh: February 12, 2012   Kategori : Umum  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda