Jangan Lupakan Tuhan!

Bacaan Alkitab: Pengkhotbah 2 : 1 – 11

Aku berkata dalam hati: “Mari, aku hendak menguji kegirangan! Nikmatilah kesenangan! Tetapi lihat, juga itupun sia-sia.” (Pengkhotbah 2 : 1)

Ada orang yang telah mencapai puncak sukses namun berakhir dengan ironi: mereka tidak mendapatkan kebahagiaan bahkan sebaliknya hidupnya terasa hampa, sia-sia dan tak berguna. Tak jarang mereka akhirnya memilih untuk bunuh diri dalam keputusasaannya. Dan ada juga yang akhirnya hidup dalam kesedihan yang berlarut-larut, merasa gagal tanpa pengharapan dan skeptis. Mengapa demikian?

Karena segala usahanya bersumber dari kekuatan sendiri—”Aku berkata dalam hati: “Mari, aku hendak menguji kegirangan! Nikmatilah kesenangan!” (ay 1).  Penulis kitab ini berpikir bahwa ia akan dapat menggapai kebahagiaan dari usahanya sendiri.  Memang ia akhirnya mendapatkan apa yang diusahakan karena ia sudah berjerih lelah dengan segala apa yang bisa ia lakukan, tetapi pada akhirnya ia pun berkata bahwa semuanya sia-sia dan usaha menjaring angin. Ia mengira karya-karya besar yang telah dibuatnya dapat menciptakan kebahagiaan baginya, namun ternyata kebahagiaan tidak ditentukan oleh progresivitas hidup seseorang.

Karena orientasi usahanya hanya untuk kepentingan diri sendiri—Penulis kitab ini hanya mencari sesuatu yang memiliki keuntungan bagi dirinya sendiri (ay 8-9), sehingga tidak mustahil untuk memenuhinya pun dia akan melakukan apa saja untuk mencapainya. Memang hasilnya melimpah dan sampai ia berkata: “aku menjadi besar, bahkan lebih besar dari pada siapa pun yang pernah hidup di Yerusalem sebelum aku”, tetapi semuanya itu tidak membuat dia bahagia namun justru menjadi beban yang membuat dia menjadi penat sehingga dia berkata “kesia-siaan dan usaha menjaring angin”.
Karena tujuan usahanya itu adalah bagi kepuasan dirinya sendiri—Dalam ayat 8-10 terlihat bahwa penulis kitab ini bekerja dengan orientasi bagi pemuasan hasrat diri sendiri sehingga apapun dikerjakan hanya untuk pemuasan diri sendiri sekalipun itu adalah yang melanggar kekudusan Allah.

Di akhir perenungannya dalam kitab ini, ia menyadari bahwa hidupnya tidak akan sia-sia jika saja dia: Mengingat Penciptanya selagi muda (12:1).  Artinya, hidup akan memiliki arti jika kita melibatkan Allah dalam hidup kita sejak dini dalam setiap aktifitas kita sehari-hari. Dan tidak lupa menjalani hidup ini dengan takut akan Tuhan dan menaati perintah-Nya (12: 3) .

Hidup yang berarti hanya dapat kita miliki jika kita mempersilahkan Tuhan untuk menuntun, mengarahkan dan memimpin hidup kita.

Artikel oleh: February 11, 2012   Kategori : Biblical Devotion from Ecclesiastes (Renungan Alkitabiah dari Kitab Pengkhotbah)  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda