Seorang Gembala Sidang (28)

Ketika Prinsip Harus Menelan Korban

Apa yang akan anda lakukan jika keyakinan anda akhirnya ‘memakan korban’ yaitu anak buah anda sendiri atau jemaat anda sendiri. Jika anda tidak pernah merasa ‘menyesal’ bahwa prinsip anda telah ‘memakan korban’ orang-orang yang anda kasihi – mungkin itu dikarenakan anda sudah sangat jengkel kepada karyawan anda, staff yang bekerja bersama anda, atau jemaat anda. Mungkin ‘dosa’nya sudah sangat besar sehingga prinsip anda terpaksa dibenturkan dengan apa yang dilakukannya, maka iapun kena konsekuensi. Tetapi, bagaimana jika karyawan atau staff anda yang terkena dampak prinsip anda adalah orang yang tergolong baik, hanya karena mungkin sedikit kekeliruan telah menyebabkan akibat yang lumayan fatal. Tidak semua kesalahan dilakukan dengan kesengajaan, kadang-kadang sesuatu yang kelihatan besar telah terjadi akibat kesalahan sederhana saja. Hanya, jika direnungkan sungguh-sungguh, mungkin saja tangan Tuhan ada dalam setiap peristiwa jenis itu sehingga setiap pihak yang terlibat harus mengoreksi hati, jangan-jangan Tuhan yang secara sengaja melakukannya untuk memberi kita pelajaran penting.

Sebagai seorang Gembala Sidang, anda pasti bisa mengenali kapan rasa-rasanya Tuhan yang membuat sesuatu sehingga anda tidak bisa mengendalikannya untuk beberapa waktu. Dan kapan saatnya anda mengatakan bahwa anda harus memohon pertolongan Tuhan karena adanya kuasa lain yang bekerja di balik suatu peristiwa. Terkadang anda merasa Tuhan menjadi kawan baik anda, kadang-kadang ada saat di mana anda merasa Tuhan menjadi musuh anda. Sulit untuk memastikan seperti kata Pemazmur dalam Mazmur 56:9, “Maka musuhku akan mundur pada waktu aku berseru; aku yakin, bahwa Allah memihak kepadaku.”

Kenyataannya anda dikunci di segala jalan, harus menghadapi sesuatu yang menakutkan bagi anda, dan Allah tidak berminat menunjukkan tanda-tanda bahwa Ia akan meloloskan anda dari keadaan tersebut. Tuhan yang maha agung memperlakukan anda benar-benar sebagai pribadi. Ia membentuk kita dengan cara yang luar biasa, di luar dari apa yang bisa kita pikirkan. Allah tidak pernah kehabisan akal untuk membuat anda sampai ke dasar kerendahan hati mengakui keberadaan andaseungguhnya. Salah satu manfaat ber-Tuhan adalah bahwa anda punya sasaran baru dalam hidup, yaitu menjadi seperti Yesus. Termasuk dalam soal ‘penderitaan’Nya.

Setiap Gembala Sidang memiliki prinsip-prinsip yang diyakininya ‘benar’ karena telah diuji dalam pengalaman dan interaksi dengan kenyataan-kenyataan lain yang ada di sekitarnya. Salah satu prinsip keyakinannya adalah “jika suatu persoalan terjadi, maka dua belah pihak turut menyumbang kepada masalah tersebut.” Ketika suatu masalah di antara jemaat yang anda layani terjadi, bukan terkait langsung dengan anda, melainkan jenis persoalan yang timbul di antara jemaat, maka anda harus menggunakan kekuatan yang tersimpan selama ini dalam benak anda, yaitu bahwa anda tidak mempercayai keduanya sampai anda memeriksa betul-betul kasusnya. Itupun tidak menjamin bahwa pendapat anda kemudian akan diterima oleh sebagian besar orang. Tetapi dalam hal ini, anda harus percaya dengan instink, intuisi dan tuntunan Tuhan pada letak utama kesalahan dan bagaimana mengatasi keadaan yang ada.

Anda tidak bisa mempercayai orang-orang dengan berbagai sudut pandang mereka karena akhirnya anda akan menyaksikan bahwa begitu banyak orang ikut nimbrung dalam penyelesaian suatu masalah dilatar belakangi oleh berbagai kepentingan-kepentingan.Anda harus meyakini saat dimulainya suatu masalah mungkin ada kaitannya dengan sebuah peristiwa di mana Allah sedang membela anda. Dalam ukuran mikro, sebuah masalah tidak ada kaitannya dengan anda, secara makro anda akan terheran-heran bahwa ternyata sesuatu yang terjadi dalam Rumah-Nya adalah karena Urusan-Nya dengan hamba-hambaNya. Awal dari suatu masalah bisa merujuk pada suatu kondisi dimana anda benar-benar menyerah kepada Tuhan dan meminta Tuhan campur tangan terhadap situasi yang anda hadapi. Setelah beberapa tahun kemudian anda, setelah anda mengetahui rangkaian makro peristiwa dalam gereja, ternyata Allah melakukan sesuatu untuk menunjukkan keberpihakkan-Nya. Mungkin sekali bahwa Ia berpihak sungguh-sungguh kepada anda. Tenang saja, jika anda menjalankan yang semestinya, Allah punya jadwal tersendiri untuk anda. Anda hanya harus sabar, yakin dan percaya kepadaNya.

Sisi lainnya adalah bahwa akhirnya persoalan antar jemaat menyebabkan kebingungan. Anda bingung bagaimana bersikap sebab keduanya adalah domba-domba anda, hanya kini mereka saling melukai. Kebingungan seperti itu biasanya akan memaksa anda datang kepada Tuhan dan menyerahkan proses pembuktian melalui jalannya ‘waktu’. Walaupun tidak semua persoalan harus ‘dibiarkan’ saja menunggu waktu yang berbicara, tetapi kasus pertengkaran dalam rumah Tuhan seringkali harus berakhir bukan dengan pembuktian siapa benar dan siapa salah. Yang lebih penting dari soal benar atau salah adalah kerelaan untuk memahami dan memaklumi. Kekuatan untuk ‘selesai dengan sendirinya’ harus ada dalam rumah Tuhan.

Mungkin anda kurang setuju, tetapi inilah yang bisa terjadi dalam gereja bahwa setelah sekian waktu, masing-masing orang sampai kepada kesadaran sendiri tentang sumbangan dirinya terhadap masalah yang ada. Mungkin inilah yang menjadi latar belakang mengapa Paulus menghimbau agar, “bagi orang yang demikian sudahlah cukup tegoran dari sebagian besar dari kamu, sehingga kamu sebaliknya harus mengampuni dan menghibur dia, supaya ia jangan binasa oleh kesedihan yang terlampau berat,” 2 Korintus 2:6-7.

Gambarannya adalah seperti bisul yang menunggu benar-benar meradang sebelum ia pecah dan melepas semua kotoran yang ada kemudian barulah dimulai proses kesembuhan. Sesi konseling andapun mungkin tidak akan menyelamatkan dua orang yang bertikai dalam persaudaraan di gereja. Rasa malu seringkali lebih besar dari rasa bersalah. Orang menutupi rasa malu dengan berbagai cara, baik dengan melakukan kesalahan berikutnya atau melakukan serangan gencar dengan ‘broadcast’ masalah hanya untuk menunjukkan bahwa masalah sesungguhnya bukan ada padanya tetapi ada pada lawannya.

Tetapi, saya juga melihat bahwa tidak ada orang yang benar-benar bahagia melihat ‘lawan’nya tersingkir dari rumah Tuhan. Sebab bagaimanapun ‘lawan’nya itu adalah saudaranya. Hati persaudaraan telah terluka dengan perginya orang-orang yang mulanya berada dalam persahabatan. Dalam kotbah pernikahan agung pangeran William di Inggris, 29 April 2011, pengkotbah berkata, “Sebesar anda mencintai dan menghargai pasangan anda, sebesar itulah anda mencintai dan menghargai Tuhan.” Jadi, orang tidak bisa mengatakan bahwa ia mengasihi sesamanya jika akhirnya orang saling melukai dalam gereja. Tuhan yang tidak kelihatan hanya bisa dibuktikan dengan sesama yang kelihatan. Ini menyedihkan banyak pihak. Sebagai Gembala Sidang anda akan menyaksikan perginya orang-orang dari gereja anda hanya karena perselisihan dalam gereja. Ayat yang tidak tergenapi berbunyi, “Jikalau Tuhan berkenan kepada jalan seseorang, maka musuh orang itupun didamaikan-Nya dengan dia,” Amsal 16:7.

Rasul Paulus dalam tulisannya berkata, “Adanya saja perkara di antara kamu yang seorang terhadap yang lain telah merupakan kekalahan bagi kamu,” 1 Kor. 6:7. Ini adalah ayat yang memukul remuk semua alasan mengapa orang mesti bertengkar, mengapa mesti ada pembelaan dan mengapa harus ditemukan kebenarannya. Paulus justru membali semua keadaan perselisihan dengan bukti nyata bahwa adanya persoalan saja telah menunjukkan bahwa kita ‘kalah’. Pada fondasi setiap masalah, selalu ditemukan keinginan untuk ‘memasalahkan’ selain memang masalahnya benar-benar ada. Dan keinginan untuk memasalahkan masalah itulah yang menjadikan suatu masalah menjadi besar dan tidak terkendali. Dorongan itu berasal dari daging dan hidup lama, yang mungkin saja tidak terdeteksi oleh banyak orang, tetapi Allah menyampaikan pandangannya kepada anda saat malam hari, di tempat tidur anda. Anda dibuatNya tidak bisa tidur supaya Ia bisa memberitahukan mengapa semua itu terjadi.

Allah akan berbisik dalam nurani anda bahwa semua ini dapat diredakan jika saja semua yang bertikai mengerti bahwa mereka masing-masing turut andil dalam kesalahan tersebut. Hanya karena mereka malu mengakuinya, maka lebih baik melemparkan semua hitam pekatnya masalah kepada lawan mereka. Dan di akar semua masalah itu adalah adanya keinginan yang masih belum dibaharui, yaitu keinginan untuk memasalahkan sesuatu. Apakah orang Kristen tidak boleh mengadakan suatu konfrontasi untuk membuktikan kebenaran? Tentu saja! Tetapi di atas segala sesuatu

Bukan begitu halnya! Rasul Paulus melihat sesuatu yang lebih besar dari sekedar penyelesaian masalah. Yang lebih utama adalah apakah benar-benar hal-hal itu harus diselesaikan dengan cara itu? Adanya saja suatu masalah yang menjadi besar sudah menunjukkan bahwa kita ‘kalah’, semua pihak ‘kalah’. Begitulah pola pemeriksaan seorang Gembala Sidang. Ia harus belajar menerapkan prinsip ke tingkat mendasar yang lebih dalam dari sekedar masalah itu sendiri. Ia harus menelitinya sampai ke tingkat pemicu masalah yang berupa hasrat, keinginan, kedagingan yang berasal dari hidup lama yang tidak dibaharui.

Prinsip anda pada suatu kali akan kena juga kepada orang-orang yang anda kasihi! Tetapi Ia tidak akan membiarkan anda tanpa pegangan dan tuntunan. Sebagai seorang Gembala Sidang kita harus mempertajam intuisi kita untuk mengenali prinsip-prinsip dasar yang bisa dibisikan oleh Allah kepada kita di malam hari. Allah itu hidup! Ia ingin membimbing mereka yang tugasnya membimbing umat-Nya, “Sungguh, Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, para nabi,” Amos 3:7.

 

Artikel oleh: April 29, 2011  Tags:   Kategori : Artikel Gembala Sidang  Sebarkan 

2 Komentar

  1. mans - April 30, 2011

    1. Sebagai seorang awam, saya ingin mempertanyakan kriteria prinsip yang harus
    dipegang dan dipertahankan seorang gembala. Sebab setiap pribadi tentu
    mempunyai watak dan kognisi yang berbeda. Jangan jangan ada yang memegang prinsip berdasar pembawaanya sejak lahir yang belum mengalami perubahan dan pertobatan total. Ada gembala yg, berprinsip “…saya orangnya keras…” bersikap otoriter, suka memerintah bukan memimpin, dan kurang memiliki kerendahan hati seperti yg di maksud dalam Matius 11:29.
    2. Jika ada masalah di dalam jemaat, konflik antar jemaat yang tidak melibatkan gembala dalam kasus itu, saya kira prinsip yang harus dipegang oleh gembala, adalah kebenaran Firman Tuhan. Dan yang dipakai sebagai ukuran, sampai dimana para pihak mempertahankan diri apakah bagi kepentingan jemaat atau kepentingan pribadi. Jika keduanya berdasarkan kepentingan pribadi, keduanya jelas salah. Dalam kasus ini gembala harus jadi penengah, menegaskan bahwa kedua pihak salah. Kalau salah satu pihak berdiri di atas kepentingan jemaat/pekerjaan Tuhan, pihak tsb yang harus dibela dengan cara menyadarkan pihak yang lain, tapi dengan cara win win solution.
    3. Sebab itu, seorang gembala harus mempunya motivasi pelayanan yang benar di hadapan Allah.
    4. Setiap gembala sebaiknya mencamkan Firman Tuhan dalam 1 Petrus 5: 2-3

  2. Hendra Mulyana - May 1, 2011

    Ayat ini diterapkan pada janji Allah kepada Israel bahwa negeri mereka akan dilindungi dari serangan musuh jikalau mereka melaksanakan kehendak-Nya (Kel 34:24; 2Taw 17:10). Akan tetapi, orang percaya PB akan mengalami perseteruan dari musuh-musuh mereka—Iblis dan dunia— dalam banyak hal karena mereka melaksanakan kehendak Allah (bd. Mat 5:10; Luk 21:17-18; Yoh 15:20; Kis 14:19). [Catatan Kaki Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan untuk Amsal 16:7]

Tulis Komentar Anda