Pray More, Achieve More (I)

a-236

Daniel 1 :1-8

Kitab Daniel sangatlah kaya dengan petunjuk rohani, dan akan sangat memberkati setiap orang yang mempelajarinya dengan sikap berdoa. Kitab ini menunjukkan, pertama-tama bagaimana mereka yang percaya kepada Allah dapat mengambil posisi di tengah masyarakat sedemikian rupa, sehingga di satu sisi mereka berpartisipasi dalam pergumulan kontemporer dan di sisi lain tetap hidup benar di mata Allah. Dengan demikian, mereka mempermuliakan Allah dan memberkati sesama. Pria dan wanita seperti inilah yang dibutuhkan bangsa-bangsa pada zaman ini.

Pengumuman, dibutuhkan oleh bangsa ini: Orang percaya yang bukan hanya luas PENGETAHUANNYA, atau tinggi KETRAMPILANNYA, melainkan – lebih penting dari semuanya itu, memiliki KARAKTER YANG UNGGUL. Pengetahuan dapat digali diberbagai sekolah, mulai dari sekolah yang serius sampai yang komersil, sehingga beberapa orang dapat mengoleksi berderet gelar. Ketrampilan dapat diasah melalui berbagai kursus, mulai dari kursus intensif sampai kursus yg instant, sehingga beberapa dapat mengoleksi bertumpuk sertifikat. Akan tetapi, karakter yang unggul hanya dapat ditumbuhkembangkan melalui hubungan yang intim dan berkesinambungan dengan Allah.

Hananya, Misael, dan Azarya mampu mewujudkan rencana Allah dan mengubahkan komunitas di mana mereka tinggal lebih dikarenakan keunggulan karakter mereka. Mereka mengingatkan setiap orang percaya bahwa

¡ Semakin bertambah usia kita, semakin banyak kita perlu berdoa!

¡ Semakin banyak kita berdoa semakin banyak pencapaian yang kita torehkan !!

Daniel juga menggarisbawahi:

Pencapaian yang terwujud melalu doa

itu dimulai dari dalam baru keluar

( Inside Out Achievement )

Itulah sebabnya, janganlah perhatian kita langsung melompat kepada pencapaian-pencapaian lahiriah seperti tingginya takhta atau melimpahnya harta Daniel dan kawan-kawannya. Sebenarnya, yang lebih menentukan seberapa besar pencapaian hidup seseorang bukanlah jabatannya dalam organisasi, bukan pula jenis karunia Roh-nya, dan bukan juga banyaknya gelar yang disandangnya, melainkan keunggulan karakternya. Baiklah kita belajar untuk menumbuhkembangkan sedikitnya 7 karakter unggul.

Ber-Integritas

Dari sekian banyak pangeran dan pemuda bangsawan Israel, Daniel dan ketiga temannya juga terpilih untuk dididik agar kelak melayani di istana Babel. Mengapa? Aspenas memilih, sebagaimana masyarakat kontemporer sekarang ini, karena mereka memiliki tiga “C”: cakep, cerdas dan cekatan (Lih. Ay 4). Akan tetapi, jika memang Tuhan lah yang menyerahkan Yoyakim dan sebagian dari perkakas Bait Allah (ay 2), maka Tuhan jugalah yang ‘menyerahkan’ Daniel dan ketiga kawannya ke dalam tangan Nebukadnezzar. Tentunya untuk satu maksud yang mulia.

Mengapa Allah memilih mereka dan bukan yang lain? Pastilah bukan sekedar karena keunggulan fisik dan inteligensia serta ketrampilannya, melainkan karena keunggulan karakter mereka. Yang terutama dari semua yang lain: mereka adalah anak Tuhan yang berintegritas! Oswald Sanders mengutip pernyataan seorang pengusaha terkemuka, “If I had to name of most important quality of a top manager, I would say, “personal integrity” – sincere in promise, faithful in discharge of duty, up right in finances, loyal in service, honest in speech.” Apakah kristeria ini hanya dibutuhkan oleh seorang manager top? Tentu saja tidak! Kristeria ini seharusnya dimiliki oleh setiap orang percaya yang sekaligus adalah orang benar.

¡ Tulus dalam mengucapkan dan menggenapi setiap janjinya.

¡ Tekun dalam menjalankan segenap tanggung jawabnya.

¡ Bersih dalam segala urusan keuangannya.

¡ Setia dalam menunaikan semua pelayanannya

¡ Jujur dalam setiap perkataanya.

Sama seperti cabe terasa pedas, gula memberi rasa manis, lampu menghadirkan terang, garam memberikan rasa kepada setiap masakan, demikianlah orang percaya seharusnya memiliki integritas. Bedanya adalah cabe, gula dan garam tanpa rasa serta lampu tanpa terang tinggal dibuang saja. Akan tetapi, orang percaya tanpa integritas harus membawa kembali kehidupannya kepada Tuhan yang menciptakannya. Tentunya dengan hati yang sungguh bertobat agar dapat dibaharui dan dipulihkan Tuhan. Barulah dapat diharapkan untuk memiliki karakter-karakter yang unggul—berawal dari integritas!

Ber-Prinsip

Pada awal karirnya, Jean Francois Millet, pelukis besar Perancis, mendedikasikan diri hampir sepenuhnya untuk lukisan-lukisan bugil karena itulah kecenderungan populer pada zaman tersebut. Akan tetapi, pada suatu hari, dia mendengar dari balik jendela, percakapan yang kotor dari beberapa pria melihat salah satu lukisannya. Sejak saat itu, dia berketapan hati untuk mempersembahkan bakatnya ke arah yang lain.

Dia dan istrinya pun menjadi miskin, bahkan keduanya hampir kelaparan; tetapi dengan teguh dia bertahan untuk meninggalkan semua seni bugil dan melukis thema-thema tradisional. Apa yang semula seolah-olah akan membawanya kepada kelaparan ternyata membuatnya menjadi sedemikian terkenal, sehingga tak terhapuskan dari sejarah manusia. Dia dikenal sebagai “Pelukis tradisonal”. Beberapa lukisan terkenalnya adalah “Sang Penabur”, “Sang Pengumpul Berkas Gandum”, “Sang Gembala”, “Kematian dan Pemotong Kayu”, dan “Sang Pemukul Lonceng.” Lukisan terakhir bahkan disebut-sebut sebagai asset berharga dunia.

Itulah karakter unggul yang kedua: ber-prinsip—berpegang teguh pada prinsip yang benar walaupun harus menolak berbagai kesenangan sesaat yang ditawarkan dunia. Daniel telah memberi teladan yang sangat baik karena “berketapan untuk tidak menajiskan dirinya”. Dia harus menolak santapan raja dan anggur yang biasa diminum raja walaupun sangat lezat dan penuh gizi. Dia memohon agar diizinkan untuk hanya makan sayur dan air. Satu pilihan yang secara logis akan menyeret mereka kepada kelemahan fisik dan kebodohan serta kegagalam dalam pendidikan. Akan tetapi, Allah memberkati mereka secara khusus, sehingga ketika tiba waktu pengujian, langsung di hadapan Nebukadnezzar, hasilnya adalah, “Dalam tiap-tiap hal yang memerlukan kebijaksanaan dan pengertian yang ditanyakan kepada mereka, didapatinya bahwa mereka sepuluh kali lebih cerdas daripada semua orang berilmu dan semua ahli jampi di seluruh kerajaannya” (ay 20).

Seseorang telah mengingatkan dengan baik, “It is not enough for a gardener to love flowers, he muast also hate weeds.” Demikian juga orang percaya yang baik, dia bukan hanya mencintai kebenaran, tetapi juga membenci kecemaran. Tidak perlu kuatir akan masa depan karena sesungguhnya berkat dan keberhasilan itu berasal dari Allah.

Cerdik & Bijaksana

Cuaca tidaklah selalu cerah, ada saatnya mendung, hujan bahkan badai. Situasi tidak selalu baik dan terkendali, berulang kali kita diperhadapkan kepada situasi-situasi buruk. Orang-orang yang kita jumpai tidaklah selalu manis. Terkadang atau mungkin seringkali, kita harus berhadapan dengan orang-orang yang tak masuk akal, aneh, kasar bahkan kejam.

Lihatlah Daniel dan ketiga kawannya! Mereka berada di bawah kekuasaan Nekadnezzar—seorang raja yang nyentrik dan keji. Ia bermimpi dan meminta orang-orang bijaksana untuk memberitahukan mimpi berikut penafsirannya. Ketika mereka tidak mampu, dia mengeluarkan titah untuk membinasakan semua orang bijaksana di Babel, termasuk Daniel dan ketiga kawannya. Daniel menjumpai dan bertanya kepada Ariokh, kepala algojo tersebut, dengan “cerdik dan bijaksana.” Bagaikan dua sisi mata uang, keduanya berkaitan sangat erat dan tidak terpisahkan:

· Cerdik berarti “cepat untuk mempelajari dan mengerti baik orang baru, maupun pelajaran baru dan perkembangan baru.”

· Bijaksana berarti “mampu untuk berkata dan bertindak dengan tepat, sehingga situasi yang lebih buruk dapat dicegah, bahkan diarahkan kepada situasi yang lebih baik dan semakin baik.

Theodore Roosevelt mengatakan “Kebijaksanaan adalah 90% menunjuk hal menjadi bijaksana pada waktunya” sementara banyak orang seringkali menjadi ‘bijaksana’ setelah peristiwanya berlalu. Tidak terhindarkan jika kemudian,

¡ Masalah kecil menjadi besar & masalah besar menemui jalan buntu.

¡ Peluang kecil terabaikan & peluang besar berlalu begitu saja.

¡ Sahabat lama semakin berkurang & sahabat baru tidak terjalin.

Sebaliknya, bagi orang percaya yang cerdik dan bijaksana, maka

¡ Masalah jadi sarana untuk bertumbuh dewasa.

¡ Ancaman jadi pendorong untuk lbergantung kepada Tuhan.

¡ Musuh jadi obyek untuk mengungkapkankasih Allah.

Siapa yang ingin memiliki karakter ini? Hiduplah senantiasa dalam hadirat Tuhan Tuhan karena karakter ini bersumber dan memancar dari hikmat Allah sendiri.

Disiplin

Di tengah ancaman eksekusi massal, Daniel mengajak tiga sahabatnya, yaitu: Hananya, Misael dan Azarya untuk “memohon kasih sayang kepada Allah semesta langit” mengenai rahasia mimpi itu. Tidak tersirat ada kepanikan atau usaha untuk melarikan diri dalam tindakan mereka. Satu ekspresi dari penguasaan diri yang adalah buah dari hidup yang berdisiplin.

Jelas sekali bahwa mereka menhampiri Allah bukan hanya dalam keadaan darurat, melainkan secara tetap dan teratur. Pada kesempatan yang lain, pejabat-pejabat yang dengki atas keberhasilan Daniel mengatur satu penyusunan undang-undang agar siapa pun yang “menyampaikan permohonan” kepada dewa atau Allah lain, kecuali kepada raja, akan “dilemparkan ke gua singa.” Bagaimana reaksi Daniel? Panik atau berusaha untuk melarikan diri? Sama sekali tidak! Disaksikan dengan kuat sekali dalam Daniel 6:11,

“Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem, tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.”

Ingatlah bahwa discipline (disiplin) dan disciple (murid) berasal dari akar kata yang sama. Mereka yang berdisiplin sajalah yang dapat menjadi murid Tuhan yang baik. Oswald Sanders, dengan sangat yakin me-nyatakan:

¡ Masa depan itu berpihak kepada orang yang berdisiplin.

¡ Tanpa disiplin, semua karakter yang lain tidak akan pernah mencapai potensi maksimalnya.

¡ Hanya pribadi yang berdisiplin yang dapat mengembangkan kapasitas dirinya secara oiptimal.

Demonstrasi kehidupan Daniel dan ketiga kawannya bahkan mengajarkan lebih lanjut:

¡ Hanya pribadi yang berdisiplin yang dapat mengerti betapa besarnya kuasa Allah, jauh

melampaui kuasa siapa pun yang harus kita hadapi.

¡ Hanya pribadi yang berdisiplin yang dapat mempercayai betapa kuatnya perlindungan Allah, jauh melampaui ancaman seburuk apa pun.

Disiplin lah yang mempertemukan Daniel dengan Allah yang mampu menyingkapkan mimpi yang terselubung, sehingga mereka bebeserta dengan banyak orang yang lain terluput dari bencana.

Setia Kawan

Di puncak gunung Pyrenees Spanyol, para pendaki dapat menjumpai kambing-kambing gunung yang besar, tetapi gerakannya lambat sekali karena sudah berusia lanjut. Walaupun demikian, mereka hampir selalu terhindar dari tembakan para pemburu. Mengapa? Karena dia memiliki seorang teman, seekor kambing muda, yang mengikuti dari belakang dan memberikan peringatan ketika ada bahaya.

Badak mempunyai pandangan yang sangat buruk. Akan tetapi, kulit yang tebal dan berkerut-kerut adalah sarang ideal bagi serangga. Serangga-serangga ini mengundang sejenis burung kecil untuk bertengger di punggung sang badak sambil menikmati serangga kesukaannya dan sekaligus membunyikan tanda bahaya jika ada musuh.

Ada sejenis beruang dan sejenis burung yang sama-sama menyukai madu. Seringkali mereka pergi bersama. Sang burung mempunyai mata yang sangat tajam, sehingga dengan cepat dapat menunjukkan di mana ada sarang lebah yang bermadu dan sang beruang mempunyai cakar yang sangat tajam untuk merobek sarang lebah tersebut, sehingga keduanya dapat menikmati madu bersama-sama.

Semua itu dipertontonkan Allah untuk mengingatkan manusia betapa pentingnya menjaga dan mengembangkan persahabatan. Banyak orang sepakat bahwa kekayaan dan kekuasaan itu sering memabukkan. Tanah Parahyangan mengenal legenda si Boncel, anak miskin yang ketika sudah menjadi bupati, bukan hanya melupakan sahabat-sahabatnya, tetapi juga ibu kandungnya. Akan tetapi, Daniel tidak demikian, dia seorang yang sungguh setia kawan. Ketika Daniel mengungkapkan rahasia mimpi Nebukadnezzar, sehingga sang raja menganugrahinya “dengan banyak pemberian yang besar, dan dibuatnya dia menjadi penguasa atas seluruh wilayah Babel . . .” (ay 48). Langsung diceritakan lebih lanjut, “Atas permintaan Daniel, raja menyerahkan pemerintahan wilayah Babel itu kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego, sedang Daniel sendiri tinggal di istana raja” (ay 49).

Orang percaya yang setia kawan adalah bagaikan “jam yang selalu berdetak dengan konsisten tanpa pernah menjadi terlalu cepat atau terlalu lambat.” Satu pribadi yang selalu dicari dan dinanti-nantikan kehadirannya oleh banyak orang.

Berani

Siapakah di antara kita yang tidak pernah merasa takut? Semoga tidak seorang pun yang akan mengangkat tangan. Jika kita jujur dengan diri sendiri, rasa takut itu selalu ada dalam diri manusia, terkadang kecil, terkadang besar, terkadang pergi tapi selalu datang kembali. Bagaimana dengan Daniel, apakah singa-singa di gua itu ompong dan lumpuh, sehingga dia sama sekali tidak memiliki rasa takut? Tidak! Ketika Daniel sudah dikeluarkan, lalu para penuduh beserta keluarganya dilemparkan ke gua yang sama. Alkitab menceritakan, “Belum lagi mereka sampai ke dasar gua itu, singa-singa itu telah menerkam mereka, bahkan meremukkan tulang-tulang mereka” (Lih Dan 6:25). Bagaimana dengan Sadrakh, Mesakh dan Abednego, apakah dapur yang mereka hadapi itu menghasilkan api yang dingin atau hangat, sehingga mereka tidak merasa takut? Juga tidak! Apinya justru sangat panas, sehingga orang yang mengangkat mereka ke dalam dapur api tsb terbakar mati (Lih Dan 3:22).

Jika memang demikian, apakah sebenarnya yang terjadi? Benarlah pernyataan ini, yaitu: Courage is not the absence of fear; it is the mastery of it. Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego bukannya tidak memiliki rasa takut, melainkan mampu untuk menguasai ketakutannya. Apa rahasianya? Di pekuburan terkenal Westminter Abbey, tergurat di batu nisan Lord Lawrence, di bawah nama dan tanggal kematiannya, “He feared man so little because he feared God so much.” Daniel dan ketiga kawannya sungguh- sungguh takut akan Tuhan, sehingga mereka dapat menguasai rasa takut mereka kepada Ariokh—sang algojo pembantai, api yang dipanaskan tujuh kali lebih tinggi, singa-singa yang muda dan lapar, bahkan juga Nebukhadnezzar yang sangat terkenal kekejamannya.

William Jennings Bryan berseru:

“Never be afraid to stand with the minority which is right, For the minority which is right will one day be the majority; Always afraid to stand with the majority which is wrong, for the majority which is wrong will one day be the minority.”

Sesungguhnya, tidak penting seberapa banyak yang berpihak kepada kita. Selama kita yakin akan kehendak dan pimpinan Allah, mari kita langkahkan kaki terus dengan berani dan tanpa keraguan.


Rendah Hati

Dunia business dipenuhi dengan berbagai pengusaha yang berambisi untuk menjadi yang terbesar. Dunia politik disesaki oleh para politikus yang berjuang untuk menjadi yang tertinggi. Dunia hiburan dijejali oleh aktor dan aktris yang berkompetisi untuk menjadi yang paling terkenal. Dunia kerajaan diwarnai hasrat untuk menjadi yang paling dimuliakan.

Sekarang, simaklah kembali gerak langkah kehidupan Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Betapa mengesankan sebenarnya prestasi pelayanan mereka. Akan tetapi, tak satu kali pun ada indikasi bahwa mereka menyombongkan diri. Dalam setiap peristiwa, secara tidak langsung, tapi kuat sekali, mereka mendeklarasikan: Allah lah yang terbesar, tertinggi, dan teragung serta layak menerima segala kemuliaan.

Inilah karakter unggul yang terakhir tapi bukan yang terkecil: kerendahan hati. Oswald Sanders bahkan tanpa ragu menyatakan, “Humility is the hallmark of the man whom God can use.” Dengan kata lain, semakin rendah hati seseorang, semakin leluasa Allah memakai kehidupannya. Samuel Brengle, seringkali disebut sebagai “Dr Brengle yang Agung”. Akan tetapi, di dalam buku hari-annya, dia menulis:

Jika saya nampak besar di hadapan mereka, Tuhan dengan penuh kemurahan menolongku untuk melihat betapa tidak berartinya diri saya tanpa Dia, dan menolong saya tetap kecil di mata saya sendiri. Dia memang memakai saya. Akan tetapi saya tidak berpikir bahwa jika Dia tidak memakai saya, maka pekerjaan tidak akan selesai. Sebuah kapak tidak sepantasnya menyombongkan diri karena sebuah pohon telah ditebang. Kapak itu tidak dapat melakukan apapun tanpa sang penebang kayu. Dialah yang membuat, mengasah dan memakai kapak tersebut. Pada saat dia melemparkannya, kapak itu ha-nyalah sebuah besi tua. Kiranya saya tidak pernah sampai kehilangan pandangan seperti ini.

Liihatlah Nebukadnezar, dia meninggikan diri setinggi-tingginya, tetapi kemudian direndahkan Tuhan serendah-rendahnya. Di sisi lain, kita melihat Daniel merendahkan diri serendah-rendahnya dan Tuhan meninggikan dia setinggi-tingginya.

Camkanlah sekali lagi, yang lebih menentukan seberapa besar pencapaian hidup seseorang bukanlah jabatannya dalam organisasi, bukan pula jenis karunia Roh-nya, dan bukan juga banyaknya gelar yang disandangnya, melainkan keunggulan karakternya.

Artikel oleh: October 7, 2009  Tags:   Kategori : Artikel, Umum  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda