Sahabat Sejati

a-192

SAHABAT SEJATI

(Hakim-hakim 4-5)


Para ahli ilmu jiwa menyatakan bahwa persoalan manusia yang utama adalah kesepian. Berbagai penyimpangan seperti: penyalahgunaan obat, perjudian, kemabukan bahkan perzinahan seringkali bersumber dari perasaan kesepian. Alkitab pun menceritakan bahwa walaupun Allah telah menyediakan segala yang terbaik dalam segala kelimpahan bagi Adam di Taman Eden, namun Dia tetap berkata, “Tidak baik manusia itu seorang diri saja.” Aristoteles pun, seorang ahli filsafat Yunani, mengatakan, “Tanpa sahabat, tak seorang pun akan memilih untuk hidup, walaupun dia memiliki segala hal baik yang lain.”


Without friends no one would choose to live,

though he had all other goods.
–Artistotle–


Sesungguhnyalah, setiap manusia membutuhkan sahabat. Beberapa bahkan menegaskan, bukan sekedar sahabat, tetapi sahabat yang sejati. Itulah yang diungkapkan Cicero, seorang filsuf besar yang lain, “Alam tidak menyukai kesendirian, dia selalu membutuhkan beberapa penopang; dan penopang yang termanis ditemukan dalam persahabatan yang terkarib.”


“Thus nature has no love for solitude, and always leans, as it were, on some support; and the sweetest support is found in the most intimate friendship. ”
–Cicero–

Salomo pun meneguhkannya,


Two are better than one; because they have a good reward for their labour. For if they fall, the one will lift up his fellow: but woe to him that is alone when he falleth; for he hath not another to help him up.
–Bible: Ecclesiastes–


Akan tetapi, perhatikan apa yang dikatakan Charles Caleb Colton: “Persahabatan sejati itu seperti kesehatan tubuh, seringkali kurang dihargai sebelum dia sungguh-sungguh hilang.


‘True friendship is like sound health;

the value of it is seldom known until it be lost.


Bagaimana dengan saya dan Saudara? Tidak perlu kita terjebak kepada kesalahan yang sama! Mari rendahkan hati kita dengan berkata, “Tuhan, saya perlu sahabat.” Itulah yang dikatakan oleh Albert Camus, “Jangan berjalan di depanku, saya mungkin tidak dapat mengikutimu. Jangan berjalan di belakangku, saya mungkin tidak dapat memimpinmu. Berjalanlah di sisiku dan jadilah sahabatku.”


‘Don’t walk in front of me, I may not follow.

Don’t walk behind me, I may not lead.

Walk beside me and be my friend.’
–Albert Camus–


Mari kita buka hati kita bersama untuk mempelajari ciri-ciri persahabatan yang sejati.


PERSAHABATAN SEJATI SALING MENGASIHI


Salomo, dalam hikmatnya, menyaksikan, “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu” (Ams 17:17).

The friendship that can cease has never been real.
–Saint Jerome–


Ada sebuah cerita tentang bayangan yang berkata kepada tubuh, “Mana ada kawan seperti saya? Aku mengikutimu ke manapun engkau pergi. Baik di tengah terik matahari maupun di bawah sinar bulan.” “Benar!” Jawab sang tubuh, “Engkau bersamaku di bawah terik matahari atau sinar bulan, tetapi di manakah engkau ketika tidak ada matahari atau bulan atau cahaya yg lain menerangi kehidupanku?”


Yang sungguh kita butuhkan adalah sahabat yang tetap berada di sisi kita, di tengah situasi yang terang atau pun gelap. Seorang sahabat sejati adalah seorang dapat turut berduka ketika kita sedih dan turut bersuka ketika kita sukses.


Oscar Wilde, dengan jelas, menyatakan, “Setiap orang dapat bersimpati terhadap penderitaan temannya, tetapi dibutuhkan tingkat kemurnian yang tinggi untuk bersimpati terhadap sukses seorang teman.”


Anybody can sympathise with the sufferings of a friend,

but it requires a very fine nature to sympathise

with a friend’s success. “


Francis Bacon, dengan lebih jelas lagi, mengungkapkan, “Persahabatan sejati mengerjakan dua pengaruh yang saling bertolak belakang: dia melipatgandakan sukacita dan memotong dukacita seseorang.”


“This communicating of a man’s self to his friend

works two contrary effects; for it redoubleth joy,

and cutteth griefs in half. ”
–Francis Bacon–


Ambrose bahkan langsung memberi definisi “persahabatan sejati” berbeda dengan hubungan teman biasa karena bebas dari kedengkian, dakwaan dan gerutuan.”


“Sahabat sejati merayakan sukses satu sama lain dan turut menggumuli kegagalan satu sama lain. Sahabat sejati itu saling melayani, saling merawat, saling memberi, saling memperhatikan, dan selalu siap untuk memberikan pertolongan.”


Ambrose defines friendship as different from other human relationships, free of jealousy, criticism and resentment. “Friends glory in each other’s successes and are downcast by their failures. Friends minister to each other, nurse each other, give to each other, worry about each other, stand always ready to help.”


Hubungan Debora dan Barak adalah satu teladan persahabatan yang sejati. Mereka bukan hanya dapat berjuang bersama-sama, tetapi juga dapat merayakan keberhasilan bersama-sama (Lih 4:10 bnd 5:1)


PERSAHABATAN SEJATI SALING MEMPERCAYAI


Salomo, dalam hikmatnya, kembali bersaksi: Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada sahabat yang lebih karib daripada seorang saudara” (Ams 18:24).


Tanpa keraguan, Cher berkata, “Saya dapat mempercayai sahabat-sahabat saya. Orang-orang ini terus memberi masukan dan dorongan untuk saya bertumbuh.”


“I can trust my friends.

These people force me to examine, encourage me to grow. ”
–Cher–


Dari sudut yang berbeda, Ibu Theresa, menasihatkan, “Jika Saudara menghakimi seseorang, Saudara tidak memiliki waktu untuk mengasihi mereka.”


If you judge people, you have no time to love them.
–Mother Teresa–


Prinsip hidup Benyamin Franklin patut diteladani, “Saya tidak akan pernah mengatakan apa yang buruk tentang siapa pun juga, saya hanya akan mengatakan apa yang baik tentang setiap orang.”


I will speak ill of no man, and

speak all the good I know of everybody.
–Benjamin Franklin–


John Boyle O’Reilly mengungkapkan keprihatinannya,”Terlalu lambat untuk kita belajar bahwa seorang manusia harus memperlakukan sahabatnya penuh penerimaan, tanpa penghakiman, dan penuh kepercayaan sampai pada akhirnya.


“Too late we learn, a man must hold his friend

unjudged, accepted, trusted to the end. ”
–John Boyle O’Reilly–


Sisera dan Yael adalah contoh buruk dari hubungan semu dan palsu antar dua keluarga dan dua insan manusia. Di permukaan, mereka nampak begitu intim (Lih 4:17-20). Akan tetapi, di hati yang terdalam, hubungan mereka sangat rapuh. Di depan, Yael membawa selimut bahkan air susu walaupun yang diminta hanya air hangat oleh Sisera. Akan tetapi, di belakang Yael membawa palu dan patok kemah.


Jika seorang di depan kita tangan kanannya menyodorkan madu, sementara tangan kirinya terselip di belakang mempersiapkan racun dia adalah “tawon bermantelkan kupu-kupu.” Jika seorang di depan kita tangan kanannya menyodorkan bunga, tetapi di belakang, tangan kirinya mempersiapkan belati, dia adalah “kalajengking yang berjubahkan ikan koi.”


Tidaklah demikian dengan persahabatan sejati yang ditunjukkan oleh Debora dan Barak. Di depan Barak, Debora menegur dengan lembut (Lih 4:8-9). Akan tetapi, di hadapan orang lain, Debora memberikan dukungan sepenuhnya kepada Barak (Lih 4:8-9a bnd 9b).


PERSAHABATAN SEJATI SALING MENGHARGAI


Elbert Hubard mengatakan, “Sahabatmu adalah orang yang me-ngenal segala keberadaanmu, namun tetap menyukai, dan tentunya juga menghargaimu.”


Your friend is the man who knows all about you, and still likes you.
–Elbert Hubard–


“Seorang sahabat,” lanjut Walter Winchell adalah “seseorang yang mendekati engkau, ketika semua orang lain menjauhimu.”


A friend is one who walks in when others walk out
–Walter Winchell–


“Walaupun tidak ada komunikasi satu sama lain karena sahabatku sedang tidak bersama dengan aku,” sambung Claudette Renner, “namun aku tetap merasakan kehadirannya yang kuat di belakangku.”


“Though our communication wanes at times of absence,

I’m aware of a strength that emanates in the background. ”
–Claudette Renner–


Ya, ada saat tertentu, seorang sahabat memberikan nasihat atau bahkan teguran. Akan tetapi, teguran tersebut disampaikan dengan sedemikian trampilnya, sehingga dapat meresap ke hati dan pikiran kita tanpa kita merasa sakit. Dalam satu arti, sahabat memang seperti dokter yang sangat trampil, sehingga dia dapat memberikan suntikan tanpa pasiennya merasa sakit.


“Nasihat seorang sahabat,” papar Samuel Taylor Coleridge itu seperti “salju” – “semakin lembut dia jatuh, semakin lama dia dapat bertahan dan semakin dalam dia meresap ke dalam pikiran.”


“Advice is like snow; the softer it falls, the longer it dwells upon,

and the deeper it sinks into the mind. ”
–Samuel Taylor Coleridge–


Bagi Thomas Jefferson, “persahabatan itu seperti anggur” – “sewaktu masih baru, terasa hambat, tetapi semakin tua semakin kental dan berharga.”


“I find friendship to be like wine, raw when new,

ripened with age, the true old man’s milk

and restorative cordial. ”
–Thomas Jefferson–


“Life is partly what we make it,

and partly what is made by the friends whom we choose. ”
–Tehyi Hsieh–


Bukankah kehidupan Sisera memang sebagian karena apa yang dia perbuat, tetapi akhir kehidupannya karena apa yang sahabatnya perbuat kepada dirinya? Bukankah kehidupan Debora dan Barak itu berkembang bukan hanya karena apa yang diri mereka perbuat tetapi juga sahabat perbuat satu kepada yang lain?


Saudara merindukan persahabatan yang sejati?

Mulailah dari diri kita masing-masing.

Jadilah sahabat yang sejati bagi orang lain,

yaitu

dengan berusaha maksimal,

dengan pertolongan Roh Kudus,

untuk sungguh-sungguh mengasihi,

mempercayai dan menghargai mereka.

Artikel oleh: September 18, 2009  Tags:   Kategori : Artikel, Umum  Sebarkan 

Tulis Komentar Anda